14. Rahasia Bintang

214 29 2
                                    

Drrrrttt drrrttttt

Sialan! Mau sampe kapan lo kayak gini bangsat?!

Pulang ke rumah, sialan! Lo bikin hidup gue sengsara!!

Melihat pesan dari nomor tidak di kenal itu, Bintang hanya terdiam. Memijat kepalanya yang terasa pening. Bintang kemudian kembali mengendarai motornya. Namun ia berbalik arah. Mengurungkan niatnya untuk pergi ke markas.

Bintang memilih kembali ke apartemen rahasianya. Disebut rahasia karna hanya beberapa orang yang mengetahui apartemen yang bisa dibilang tempat persembunyiannya itu. Bahkan dari semua anggota Black Lion hanya Gavin lah yang mengetahui tempat itu. Adam, Nathan, Fabio dan anggota Black Lion yang lainnya tidak mengetahuinya.

Bintang memutuskan untuk merahasiakan apartemennya itu, untuk menutup rapat kisah menyedihkannya dari orang lain. Biarkan hanya ia sendiri yang mengetahui kisah menyedihkannya. Bintang tidak mau jika kisahnya itu dapat mengurangi rasa kepercayaan orang lain pada dirinya. Maka dari itu, ia cenderung merahasiakan kisahnya.

Setelah sampai di apartemen yang dingin itu, Bintang melepas jaketnya dan melemparkannya di sofa. Ia berjalan menuju dapur. Membuka kulkas dan mengambil sebotol alkohol. Ia duduk di sofa depan TV. Menatap miris pantulan wajahnya yang ada pada kaca TV. Bintang menyeringai wajahnya sendiri.

"Sengsara lo bilang?! GUE JUGA LEBIH SENGSARA DISINI BANGSAT!" Teriak Bintang pada pantulan wajahnya sendiri.

Amarahnya menjalar hingga ke kepalanya. Kepalanya sekarang semakin berputar. Lelehan air matanya mulai menetes dari sudut matanya. Bintang mengacak rambutnya gusar. Saking pusingnya, ia kemudian meneguk alkohol di depannya sampai habis setengahnya.

Bintang akan menjadi tidak terkendali seperti ini tiap kali nomor tidak dikenal itu mengiriminya pesan. Setiap orang itu menghubunginya, rasanya hidupnya berubah menjadi seperti neraka. Rasa bersalahnya bercampur menjadi satu dengan rasa kesalnya. Membuat kepalanya berputar-putar tak karuan.

Bintang juga bukan orang yang sering minum alkohol. Tapi, keadaan sekarang lain ceritanya. Menurut Bintang, hanya alkohol yang bisa menenangkannya karena ia tidak bercerita tentang perihnya luka kepada siapapun termasuk Gavin. Bintang terlalu malu, untuk menceritakannya. Ia berharap tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.

Bintang kemudian meneguk lagi alkohol itu hingga habis tidak tersisa. Kepalanya semakin pusing dibuatnya. Melihat botol alkohol yang kosong itu, entah kenapa membuat Bintang menjadi geram. Ia kemudian meninju botol kaca alkohol itu hingga pecah. Beberapa tulang jemarinya tertancap beling kecil yang hancur.

Tangan Bintang kini berlumuran darah. Namun, rasa sakitnya tidak sebanting dengan rasa sakit di hatinya. Mata Bintang yang sedang menatap lengannya sendiri itu, semakin memburam. Mungkin ini efek dari alkohol yang ia minum. Badannya pun mulai melemas. Ia bahkan merebahkan dirinya disofa itu. Lama kelamaan ia menutup matanya dan tertidur.

***

Bel tanda masuk berbunyi. Sekarang adalah mata pelajaran lintas minat yang entah kenapa selalu Nara tunggu-tunggu. Ia bahkan memilih untuk tidak pergi ke kantin dan hanya memakan bekal makanan di kelas lintas minatnya itu. Setelah bel berbunyi, mata Nara selalu tertuju pada pintu. Ia selalu melihat siapa saja yang baru memasuki kelas. Seperti sedang menunggu seseorang.

Kedatangan guru lintas minat bersamaan dengan kedatangan Adam. Namun, yang membuat Nara bingung, Adam hanya datang sendirian.  Tidak bersama dengan Bintang. Seketika, ada setitik rasa kecewa yang muncul. Raut wajah Nara menjadi agak sedih karena hal itu. Sepertinya ia sangat menunggu kedatangan Bintang.

"Dam! Bintang kemana?" Tanya Nara bisik-bisik karena takut ketahuan guru.

"Emmm... Iya-iya? Bintang kemana, Nar? Kok gak ada?" Adam malah menanya balik pada Nara. Membuat Nara menghela nafas pelan.

WHATEVER, I'M STILL WITH UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang