Melihat-lihat pertokoan dengan berbagai aktivitasnya di pinggir jalan adalah cara Bintang menikmati perjalanan pulangnya dari balik kaca jendela mobil. Dimas, menugaskan seorang supir untuk mengantar dan menjemput anak kembarnya. Namun, hari ini Langit tidak pulang bersama Bintang. Langit memiliki kegiatan lain di sekolah yang membuat dirinya pulang telat.
"Hari ini, aku harus bilang ke papah kalau aku sama adek mau daftar ke SMP Pelita. Temen-temenku sama temen-temen adek udah mulai urus pendaftaran ke SMP itu," monolog Bintang.
Mobil milik Dimas itu, akhirnya mulai memasuki teras rumah. Sebenarnya Bintang tidak berharap papahnya itu ada di rumah pada siang hari seperti ini. Dimas pasti masih sibuk di kantor. Terlebih semenjak Lina bekerja menjadi sekretaris Dimas, atas kemauannya sendiri. Dimas jarang sekali berada di rumah. Namun, Bintang memiliki cara lain untuk membicarakan kemauannya pada Dimas, yaitu lewat telepon rumah.
"Loh, papah?" Bintang kaget melihat Dimas yang duduk di sofa ruang tamu. Dimas masih memakai pakaian kerjanya dengan lengkap. Dimas terlihat sedang meninjau beberapa dokumen disana.
Dimas menoleh sekilas, saat Bintang memanggilnya. Ia kemudian kembali fokus menatap beberapa dokumen itu. "Iya, papah pulang sebentar. Ada beberapa berkas yang perlu papah ambil di rumah," jelas Dimas.
Bintang tersenyum lebar. Ia harus memanfaatkan kesempatan emas ini untuk membicarakannya keinginannya dan Langit untuk bersekolah di SMP Pelita pada Dimas. Ia takut, jika semakin menunda, ia dan Langit tidak bisa mendaftar ke SMP Pelita, karena sudah penuh. Pasalnya dari sekolahnya, SMP Pelita hanya menerima beberapa siswa saja yang memenuhi kriteria.
"Pah, Bintang mau ngomong sesuatu boleh?" tanya Bintang berdiri di dekat Dimas duduk. Baru saja ingin mengutarakan keinginannya, Lina keluar dari dalam sembari menenteng tas kerja milik Dimas.
"Mas! Ayo berangkat! Nanti kita telat meetingnya!" ucap Lina mengajak Dimas untuk bergegas. Dimas kemudian memakai kembali jas yang tadinya tergeletak disampingnya. Ia melewati Bintang begitu saja, seraya tidak mendengarkan apa yang Bintang katakan tadi. Namun, saat sampai di depan mobilnya, Dimas masuk ke dalam rumah lagi dan menghampiri Bintang. "Nanti ya? Kita ngobrol lagi pas papah pulang," ucap Dimas.
Bintang yang awalnya sedih, sedikit senang karena ucapan Dimas barusan. Siapa sangka, ucapan Dimas ini hanya menjadi janji palsu yang tidak pernah terealisasikan. Dimas terus sibuk dengan pekerjaannya. Jika Bintang memiliki sedikit waktu dengan papahnya, Lina seperti menghalang-halanginya. Bintang mulai menyadari hal itu.
Semakin lama, Bintang sudah tidak bisa mentolerir hal itu. Perbedaan antara Lina dan Raya terlalu jauh baginya. Bintang tidak nyaman hidup bersama Lina. Dulu, Dimas selalu memenuhi keinginan Bintang dan Langit. Namun, kini waktu untuk berbicara pun tak ada. Rumah yang seharusnya sudah tak terasa seperti rumah lagi bagi Bintang. Akhirnya ia membuat sebuah keputusan besar dalam hidupnya.
Bintang mengelus kepala Langit yang tengah tertidur itu. "Dek, Abang ternyata gak bisa hidup sama mamah Lina. Abang ngerasa udah gak dapet kasih sayang papah sama mamah lagi, tapi abang harap kamu gak ngerasain hal yang sama kayak abang ya?" monolog Bintang seakan mengutarakan isi hatinya pada Langit. Padahal Langit tertidur pulas.
"Abang, mau ke rumah oma aja. Adek gak usah ikut ya? Adek disini aja. Kalau anak papah berkurang satu, Abang harap, papah sama mamah jadi lebih sayang dan merhatiin adek. Abang harap, hidup adek jadi lebih bahagia lagi dari ini ya?" sambung Bintang.
"Semoga kalau kita udah besar nanti, kita punya kesempatan buat ketemu ya? Kita ketemu pas adek udah jadi pilot hebat," ucap Bintang sebelum akhirnya mencium kening Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHATEVER, I'M STILL WITH U
Fanfiction[Visual : Jihoon Treasure & Haewon Nmixx] Bintang Anendra, adalah murid tampan, tidak pernah tersenyum yang dikenal sebagai raja es karena sifat cueknya. Sebagai Ketua Black Lion, salah satu dari dua geng penguasa sekolah, hampir semua orang takut d...