5. Bukan Urusan

273 35 0
                                    

Bintang memarkirkan motornya tepat di depan tempat bimbel Fabio. Fabio turun dari motor sport Bintang, lalu diikuti oleh Bintang. Fabio melepas helm Adam dan menyerahkannya pada Bintang. Kemudian Fabio merapihkan rambutnya dan seragamnya yang agak berantakan.

"Ntar lo pulang sama siapa? Mau gue jemput?" Tanya Bintang.

Fabio menggeleng cepat. Meski ini bukan kali pertama Bintang mengantarnya bimbel, tapi ia sudah sangat berterimakasih pada Bintang. Menurutnya kurang pantas, kalau ia meminta Bintang untuk menjemputnya juga. Walaupun sudah menganggap Bintang sebagai kakaknya sendiri, tetap saja Fabio tidak mau merepotkan Bintang.

"Gak usah, Kak. Gue bisa nebeng temen gue kok. Ada yang searah kok, Kak." Jelas Fabio diacungi jempol oleh Bintang. "Bilang ke temen lo itu, hati-hati ngendarain motornya. Gue tau temen lo itu pasti belom punya SIM." Ucap Bintang. Fabio langsung mengangkat tangannya di depan dahi, tanda hormat pada Bintang.

"Yaudah, gue masuk dulu, Kak."

"E-eung, Fabio!"

"Kenapaa, Kak?"

"Semangat ya bimbelnya!" Teriak Bintang dari kejauhan, diacungi jempol oleh Fabio.

Bintang merasa sedikit terharu saat melihat Fabio berjalan memasuki tempat bimbelnya. Ada rasa bangga tersendiri, walaupun Fabio bukan adik kandungnya. Sebagai anak sulung, Bintang selalu merasa wajib mengarahkan orang yang lebih muda darinya ke hal-hal positif. Bintang juga selalu berharap Fabio akan jadi penerus Gavin di Black Lion nanti. Maka dari itu, ia selalu menjaga pergaulan Fabio. Terlepas dari janjinya.

***

Nara berjalan menuju taman sekolah dengan membawa sebuah paperbag. Paperbag itu berisi sweater Galang yang ia pinjam tempo hari. Sweater Galang sudah Nara cuci sebersih mungkin dan setrika serapih mungkin. Rasanya lebih pantas mencuci dan menyetrika sendiri ketimbang di loundry. Sebagai menunjukkan rasa terimakasih juga.

Hari ini, pada jam istirahat siang, Nara sudah membuat janji dengan Galang di taman sekolah untuk mengembalikan sweater Galang. Tadinya Nara ingin memberi sesuatu juga, sebagai balas budinya. Tapi, ia bingung apa yang Galang sukai. Karena kebingungan, Nara memutuskan untuk berbicara pada Galang supaya tidak perlu sungkan, jika memerlukan bantuannya.

Galang sudah duduk disalah satu bangku yang ada di taman. Melambaikan tangan ke arah Nara yang jaraknya sudah dekat. "Haii.." Sapa Galang.

Nara kemudian duduk tepat disebelah Galang duduk. "Lo udah lama disini? Sorry ya gue lama." Ucap Nara. Galang menggelengkan kepala dan tersenyum setelahnya. "Gak kok. Baru aja sampe."

Nara menyodorkan paperbag yang ia bawa pada Galang. "Thanks ya sweater-nya. Ngebantu gue banget."

Galang mengangguk, kemudian tersenyum kembali. "Gini doang terimakasihnya?"

"Ehh?" Batin Nara kebingungan. Nara tidak mengerti maksud dari perkataan Galang. Apa Galang berekspetasi kalau Nara akan memberi sesuatu padanya? Namun, Nara juga berpikir ini salah. Ia tidak memberikan sesuatu untuk membalas jasa Galang.

"Sorry ya. Tadinya gue emang mau kasih sesuatu buat lo, tapi gue gak tau apa yang lo suka. So, sebagai gantinya, lo gak perlu sungkan kalau suatu saat perlu bantuan gue." Jelas Nara.

"Nope. Gue mau, lo traktir gue." Ucap Galang singkat, padat dan jelas.

Nara mendelik kaget. Baru pertama kali ini, menghadapi tipe orang yang tidak banyak basa-basi dan langsung ke intinya seperti ini. Tapi ia juga berpikir mungkin tidak ada salahnya juga membelikan makanan untuk Galang. Toh ini juga sebagai rasa terimakasih Nara.

WHATEVER, I'M STILL WITH UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang