59. Pelukan Malam itu

95 11 2
                                    

Menerima banyak sekali kekuatan dari pelukan hangat Nara, kini Bintang menuntun tubuh Nara untuk berdiri. Meminta Nara untuk duduk di sampingnya. Malam ini, Bintang tidak sendiri lagi menjaga Hana dikesunyian lorong rumah sakit. Ada Nara yang membuat kesunyian itu menjadi terasa hidup dan hangat.

"Ke-keadaan oma?" ceplos Nara. Sejujurnya ia tidak ingin menanyakannya, karena takut membuat Bintang sedih lagi. Namun, ucapan itu keluar begitu saja dari mulutnya. Mungkin karena rasa penasaran yang begitu besar dan juga khawatir tentang kondisi Hana.

Bintang menghela nafas pelan. Matanya menatap ke arah ruang ICU yang begitu dingin dan terasa menyesakkan itu. Detik berikutnya, ia menatap Nara. "Oma, waktu itu lupa pulang lagi. Nametag yang isinya alamat dan nomor telepon yang dibikin Mbak Ranti juga ilang, Nar. Terlalu bingung dan mondar-mandir di jalan raya, Oma ketabrak truk. Oma jadi korban tabrak lari," jelas Bintang.

Bintang menarik nafas, sebelum melanjutkan penjelasannya. "Operasi Oma berjalan lancar, tapi kondisi Oma koma dan dokter belum bisa prediksi kapan Oma bakal sadar," sambung Bintang.

Nara dengan berani meraih kedua tangan Bintang. Ia mengusap punggung tangan Bintang dengan lembutnya. "Percaya ya sama aku? Oma kuat kayak cucunya. Oma pasti bakal cepet sadar. Kita cuma perlu sabar sedikit lagi aja. Kita jaga Oma sama-sama ya?" ucap Nara tulus.

Melihat wajah Nara yang begitu optimis, membuat Bintang membuka mata dan pikirannya. Hatinya ikut tergugah, dan merasa harus sama optimisnya seperti Nara. "Makasih ya, Nar."

Nara sedikit merasa lega, karena wajah Bintang yang memancarkan aura optimis. Ia berharap Bintang terus begini dan tidak lagi kehilangan kepercayaan dirinya. Setelah itu, Nara membuka kotak makan yang ia bawa tadi. Ia juga menyiapkan alat makan untuk Bintang. Bintang menerimanya dengan senang hati.

Matanya berbinar karena suapan pertama masakan Nara itu. Nasi putih berbalut rumput laut kering dengan isian daging dan sayuran itu berhasil meningkatkan suasana hati Bintang. Dengan lahap ia memasukkan makanan buatan Nara ke dalam mulutnya, hingga mulutnya sangat penuh. Menyadari kalau Bintang menyukai makanan buatannya, membuat Nara tersenyum senang.

"Bintang, aku masih bisa masakin ratusan. Ah ralat! Bahkan ribuan makanan enak buat kamu. Jadi jangan paksa buat aku pergi dari kamu lagi ya?" ungkap Nara. Bintang menatap mata Nara tanpa berkedip. Ia berusaha mencerna apa yang Nara katakan baru saja.

Setelah mengerti maksud Nara, Bintang merangkul Nara. Membawa tubuh Nara dekat dengan tubuhnya. Membiarkan Nara untuk bersandar pada dadanya. Ia mengecup pucuk kepala Nara. Sudah lama sekali ia tidak menghirup harum tubuh Nara ini. Dan ia sangat merasa senang bisa kembali lagi pada pelukan Nara. Dalam hatinya, Bintang berjanji untuk tidak lemah dan mengorbankan perasaan Nara hanya berkedok keselamatan Nara lagi. Bintang akan melindungi Nara dengan segenap nyawanya.

"Aku boleh tanya?" tanya Bintang tiba-tiba. Nara mengangguk tanpa bersuara.

"Kenapa kamu bisa tahu aku ada disini?" tanya Bintang lagi.


"Makasih untuk nerima gue disini. Kalau ada kabar terbaru tentang Bintang tolong kabarin gue ya? Gue pamit dulu. Sekali lagi makasih informasinya," pamit Nara.

"Eh, Nar? Kita anterin ya?" tawar Gavin.

Nara menggeleng sebagai tanda penolakan. "Gapapa, Vin. Gue bisa sendiri kok. Denger semangat kalian, gue jadi termotivasi buat pantang menyerah juga. Gue beneran gak kenapa-napa kok. Kalau ada apa-apa gue pasti kabarin kalian," lontar Nara.

"Bener ya, Nar? Kalau ada apa-apa kabarin kita!" pinta Nathan. Nara mengangguk seraya tersenyum.

Nara mengendarai Gizmo membelah langit sore. Hatinya kalut karena tidak mendapatkan informasi apapun tentang keberadaan Bintang. Pada saat perjalanan menuju apartemennya, terbesit sebuah ide yang sebenarnya Nara pun ragu untuk melakukannya. Ia memutuskan untuk mendatangi rumah Hana. Apapun nanti hasilnya.

WHATEVER, I'M STILL WITH UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang