22. Runtuh 2

238 33 2
                                    

Belum selesai dengan luka yang terbuka kembali karena memimpikan Raya, sekarang Bintang harus menelan kenyataan pahit lainnya. Keheningan ruangan milik Dina seakan menambah kesedihan hati Bintang. Bintang masih menatap Dina dengan tatapan tidak percaya. Ia berharap apa yang dengar barusan itu semua hanya mimpi atau khayalannya semata.

"Ibu Hana mengidap FTD, atau dikenal juga demensia frontotemporal." Lirih Dina.

"Apa, Dok?..." Lirih Bintang dengan air mata yang mengalir deras. Ranti memeluk erat Bintang, berharap itu bisa sedikit menguatkan hati Bintang. Meski hatinya juga sakit, tapi Bintang lebih memerlukan dukungan mental sekarang.

Ranti teringat saat dulu Bintang mendatangi rumah Hana pertama kalinya dengan basah kuyup akibat kehujanan. Bintang sampai demam tinggi, tapi ia tetap memohon kepada Hana untuk tinggal dan tidak dikembalikan ke rumah orangtuanya. Kehidupan Bintang kecil, cukup membuat hati Ranti teriris. Sekarang, nasib yang lebih buruk malah menimpa Bintang.

 Hana adalah keluarga kandung satu-satunya yang Bintang miliki. Terlebih, Ranti sangat mengetahui kalau Bintang sangat bergantung dengan omanya itu. Hana sudah menjadi segala-segalanya bagi Bintang. Lantas bagaimana kalau semestanya itu sekarang sedang dilanda musibah? Ranti bisa merasakan bagaimana runtuhnya hidup Bintang.

"Orang awam biasanya menyebutnya pikun." Lanjut Dina.

Dina menjelaskan penyebab Hana pingsan, mungkin karena Hana terlalu kaget akibat kehilangan identitas dirinya sendiri. Pada kasus-kasus tertentu, gejalanya bisa sampai kejang atau bahkan lebih parah. Dina juga menjelaskan kalau kasus pada Hana ini sedikit spesial. Pasien FTD pada umumnya hampir sulit mengingat keluarganya, bahkan kehidupannya sendiri layaknya amnesia.

Namun, ternyata Hana bisa mengingat beberapa kejadian dalam hidupnya. Dina tidak bisa menyimpulkan itu sebuah momen berarti atau tidak. Kemudian, jika pada hari Hana dapat mengingat keluarganya, bisa jadi esok ia tidak mengingatnya, lalu lusa ia akan mengingatnya kembali. Dina berpesan, karena kasus Hana yang berbeda, Hana memerlukan perhatian ekstra dari pihak keluarga.

Bintang tiba-tiba bangkit dari duduknya. Ia berdiri sejenak, menatap sayu Dina. Kemudian tubuhnya ambruk. Berlutut tepat di samping meja kerja Dina dengan Isak tangisnya yang sudah tidak bisa ia bendung lagi.

"Dok... Saya mohon, sembuhin Oma saya, gimanapun caranya... Saya bakal lakuin apa aja demi  Oma saya, Dok..." Pinta Bintang dengan derayan air mata.

Melihat Bintang yang begitu terpukul, membuat Isak tangis Ranti semakin pecah. Sama halnya dengan Dina. Dina menatap sedih, remaja laki-laki yang ada di depannya itu. Ia sekuat tenaga menahan air matanya di depan keluarga pasien ini. Ia harus berpura-pura tangguh seraya untuk menguatkan keluarga pasien yang tengah rapuh.

"Saya pasti akan mengusahakan yang terbaik untuk Ibu Hana."

***

Bintang menatap Hana yang masih setia memejamkan matanya dengan perasaan menyesal. Entah mengapa, ada rasa bersalah yang menyeruak begitu dalam di lubuk hatinya. Bintang mengelus lembut tangan bidadarinya yang tertancap jarum infus. Mengisyaratkan agar Hana cepat-cepat sadar, karena ada cucu kesayangannya disini.

Memori Bintang teringat kembali kala ia menginjak kakinya pertama kaki ke rumah Hana. Saat itu, Hana menyambutnya dengan pelukan yang sangat hangat. Hujan deras yang membasahi tubuh Bintang, tidak terasa lagi dinginnya karena pelukan Hana. Sejak saat itu, Hana menjadi alasan utamanya untuk terus melanjutkan hidupnya yang sudah kacau.

"Tang, kamu belum makan dari siang. Mending kamu pulang. Ganti baju dan makan dulu. Kamu masih pakai seragam sekolah. Oma biar mbak yang jagain." Tukas Ranti mengelus lembut punggung Bintang.

WHATEVER, I'M STILL WITH UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang