48. Seribu Kali Lipat

172 26 3
                                    

"Hi! Morning. Udah nunggu lama ya?" sapa Bintang dengan membuka kaca helmnya. Ia baru saja sampai di depan gedung apartemen Nara. Rencananya, akhir pekan yang cerah ini, mereka akan pergi ke markas Black Lion. Galang ingin membicarakan keberlanjutan masalah Regan di markas Black Lion.

Meskipun begitu, Bintang menjemput Nara lebih awal dari jam yang dijanjikan oleh Galang. Nara mengira, mungkin Bintang ingin bersantai dahulu di markas. Sekedar mengobrol dengan anggota lainnya atau mengobrol dengan dirinya.

Nara menggeleng pelan dan tersenyum manis kepada pacarnya itu. "Enggak kok. Aku baru aja turun. Aku turun lebih awal, biar kamu gak usah jemput aku ke atas," ungkap Nara. Bintang lalu menyodorkan paperbag yang ada di stang motornya. Jelas tertampang ekspresi kebingungan pada wajah Nara.

"Aku tadi mampir beli kopi dulu. Aku beli caramel macchiato kesukaan kamu sama waffle. Aku titip kopinya ya?" ucap Bintang. Nara mengangguk senang. Begitulah kesehariannya kalau berpergian bersama Bintang. Bintang selalu memberikannya sesuatu jika bertemu. Walaupun hanya hal yang sederhana, tapi bisa membuat Nara merasa kalau ia benar-benar diprioritaskan oleh Bintang.

Setelah itu, Nara memakai helmnya dan mulai menduduki jok belakang Oliver. Tangan kanannya memeluk erat perut bidang milik Bintang, sedangkan tangan lainnya memegang paperbag yang Bintang titipkan. Mereka kemudian meninggalkan area apartemen Nara.

Hampir setengah perjalanan, Nara baru menyadari kalau rute yang mereka lewati bukan rute biasanya menuju markas Black Lion. "Tang? Ini kayaknya bukan jalan ke markas deh? Atau kamu emang tau jalan lainnya?" tanya Nara.

"Kita emang gak ke markas, Nar! Aku mau ajak kamu ke tempat lain dulu sebelum ke markas!"

***

Memakan waktu setengah jam, akhirnya Nara dan Bintang sampai di tempat yang Bintang maksud. Nara sempat kebingungan melihat tempat tersebut. Tempat itu seperti sebuah rumah yang ingin dijadikan sebuah cafe. Meskipun belum dilengkapi oleh furniture, tapi Nara bisa melihat dari design interior rumah tersebut.

Setelah memarkirkan Oliver dengan rapih di halaman rumah tersebut, Bintang tersenyum melihat Nara yang menatap lekat rumah tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah memarkirkan Oliver dengan rapih di halaman rumah tersebut, Bintang tersenyum melihat Nara yang menatap lekat rumah tersebut. Nara yang mematung itu, sangat cantik di mata Bintang. Rambut panjang Nara yang tergerai menambah kecantikannya yang luar biasa menurut Bintang.

"Kenapa malah ngelamun? Ayo masuk!" ajak Bintang. Tanpa ragu, jari-jarinya ia tautkan pada jari-jari tangan Nara. Membuat tangan mereka menggenggam dengan sempurna.

Bintang mengajak Nara masuk ke dalam rumah itu. Bintang tidak memperlihatkan isi rumah pada lantai satu, melainkan langsung mengajak Nara untuk menaiki anak tangga. Mereka langsung melangkah ke lantai dua rumah itu. Langkah mereka terhenti di depan sebuah tembok yang terdapat graffiti. Meskipun belum selesai, graffiti itu sangat memanjakan mata siapapun yang melihatnya.

"Woahhh, graffitinya bagus bangett! Ini buatan kamu?" Mata Nara tidak bisa berbohong kala melihat karya seni yang belum rampung itu. Matanya berbinar-binar melihatnya. 

WHATEVER, I'M STILL WITH UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang