49

3K 276 11
                                    

Aku sungguh pusing dengan yang ku hadapi sekarang.  Bukan hanya penolakan,  tapi seperti nya jiso akan siap berperang jika aku masih saja menentang nya. Dia sudah sangat terpengaruh dengan apa yang dia saksikan dan dengarkan, tapi aku masih percaya dengan kata hati ku. Selama ini aku yang menjalani nya bukan dia,  jujur saja aku tidak mau melawannya.

Setelah kepergian jiso beberapa menit lalu,  aku masih terdiam di kursi ku. Dengan tangan yang masih memegang foto, pikiranku mulai tidak tenang. Aku memandang nya sekali lagi,  membolak balik setiap lembar nya dan merasa sesak di dada ku.

Ku raih telfon yang ada di menjaku dan menyuruh dahyun untuk datang. Aku harus melakukan sesuatu.

"pagi miss lisa, ada yang bisa saya bantu?" tanya dahyun sopan.

Aku berfikir lagi sebelum akhirnya mengatakan sesuatu pada nya.

"panggil ten dan suruh ke ruanganku sekarang."

Dahyun mengangguk langsung keluar dari ruanganku. Aku masih saja betah menatap foto di hadapanku ini. Walau aku terlihat tenang,  tetap saja aku kaget dengan apa yang terlihat. Ada sedikit rasa sesak di dada ku, tapi aku coba untuk menahannya. Aku sudah jatuh terlalu dalam,  dan tidak bisa lagi berpaling.

Beberapa menit, kudengar ketukan pintu. Tanpa menunggu, ku persilahkan orang itu masuk dan benar saja ten dengan cepat melangkah ke arahku.

"ada apa miss lisa?" tanya ten sopan dengan membungkukkan sedikit badannya.

"jangan terlalu formal. Kita hanya berdua." ucapku sambil meletakkan foto itu di atas meja. Kulihat ten memperhatikan apa yang aku letakkan barusan.

"apa kau mengetahui sesuatu tentang ini?" tanya ku kembali kemudian mendorong foto itu agar ten bisa dengan jelas melihat nya.

Dengan gerakan cepat ten mengambil tumpukan foto dan memperhatikan beberapa detik. Raut wajah nya tenang,  aku yakin ten sudah tau dan menyelidiki nya. Karena memang aku menugaskan dia untuk selalu waspada.

"masih orang yang sama lisa. Apa kau tidak ingin menghentikannya?" tanya ten balik padaku.

Bukan aku tidak ingin menghentikan perbuatannya,  hanya saja aku belum yakin dengan keputusanku. Jennie belum menjadi milikku saat ini,  dan aku takut dengan reaksi jennie nanti. Aku hanya mengulur waktu yang semakin dimanfaatkan oleh orang ini,  sungguh dia sudah hilang akal sehat nya.

"kenapa kau tidak melapor padaku?" tanyaku penasaran karena sungguh gerakan lelaki di depanku sangat lamban.

"aku sudah akan melapor,  tapi kakak mu dengan cepat mengambil tindakan tadi pagi. Aku tidak ingin berpapasan dan dia curiga. Bukankah kau yang meminta ku untuk hati hati? Lagipula semalam kau pulang larut dan aku tidak mungkin menunggu mu di rumah, kau tau jiso sangat siaga."

Ada benar nya juga,  jika aku terlibat obrolan dengan ten dan jiso tau. Mungkin jiso akan menyelidiki kami pada akhir nya nanti,  dan itu sangat menggangguku.

"hmm." hanya itu yang keluar dari mulutku.

Aku berfikir,  bagaimana selanjutnya. Jennie selalu menolak ajakanku menikah dan itu mempersulit gerak ku. Aku menjadi ragu,  apakah benar perasaan yang ada padaku juga jennie rasakan?  Atau dia hanya merasa nyaman menjadi temanku.

"lalu apa tindakanmu selanjutnya?"

Ten menyadarkanku dari lamunan,  aku kembali menatapnya dan beranjak dari kursiku. Sejenak aku memandang kota Seoul di luar sana dari balik jendela besar di ruang kerjaku.

"cari seseorang dan bawa padaku." ucapku masih menatap keluar jendela.

"baiklah, akan ku cari secepat nya."

Only FridayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang