10 [Penasaran]

220 50 0
                                    

Selamat membaca(❁❁)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca
(❁❁)

"Terima uangmu dan kembalilah besok"

Gadis itu mendengus sebal.

"Jika bukan karena benda itu aku tidak akan tunduk pada orang sepertimu" gumamnya.

Namun, bagaimana ruang kecil itu mampu menyamarkan keluh dari gadis berparas ayu di depannya ini, wanita dengan selendang merah menyalanya itu mendekat pada sang gadis. Jemarinya menarik dagu gadis itu dan menatapnya tajam. Harusnya, ia tahu bahwa wanita cantik ini tidak akan melepasnya dengan mudah karena ia memegang kartu as wanita itu dan begitu pula sebaliknya. Satu selamat maka yang lain juga, tetapi satu tertangkap maka semua akan menderita.

Tetapi, gadis itu jauh lebih terpelajar dibanding wanita penghibur ini. Tangannya menepis jemari wanita itu di wajahnya.

"Tidak ada ruginya bekerja denganmu, Ni" balas gadis itu tajam.

"Kalau begitu kembalilah besok ada banyak pedagang yang menunggu untuk kau layani."

Lagi-lagi gadis itu berdecih. Wanita itu mengatakan seolah-olah ia adalah pelacur di rumah bordil ini, padahal tidak. Tidak akan sudi darah ksatria miliknya dilepas begitu saja pada orang-orang yang menggila karena arak dan tuak. Berkali-kali ia ditawarkan pekerjaan itu dengan gaji berlimpah, tapi berkali-kali pula ia menolak. Bahkan dijadikan wanita tetap seorang pangeran, bangsawan tinggi atau pangeran negeri seberang pun, ia tidak akan rela.

Satu yang selalu ia tekankan. Seberapa kotor pekerjaannya, kehormatannya tetap ia jaga. Tidak menikah pun ia tak masalah. Lebih baik hidup bertaubat sebagai Brahmani daripada selamanya disebut sebagai mantan pelacur.

"Sapalah pangeran Agnibhaya, rupanya dia menyukaimu," ucap Ni Jenar sebelum gadis itu benar-benar meninggalkan ruangan itu.

Gadis itu tidak peduli. Sejak bila pangeran Agnibhaya memperhatikannya dan menyukainya? Apa setiap kali ia menuangkan minuman untuk laki-laki itu? Ya, pada akhirnya setiap pelayan yang disukai pelanggan akan berakhir dengan malam panas di atas ranjang.

Sialnya, isi pikirannya terarah pada Agnibhaya. Apakah pangeran itu juga akan berpikiran sama seperti halnya kebanyakan laki-laki di luaran sana.

(❁❁)

Hampir lima warsa. Laki-laki itu masih setia mengunjungi pendharmaan sang Rajasa sendirian. Berdoa pada dewa dan berdiam memandangi arca Siwa lamat-lamat entah untuk apa. Setiap kali ia melakukan itu pandangan para Brahmana dan orang-orang yang beribadah disana selalu tertuju padanya. Tidak ada yang tahu apa isi pikiran sang raden.

"Beristirahatlah dengan tenang ayahanda," bisiknya sebelum memutuskan untuk berbalik meninggalkan candi.

Ketika kakinya menapaki tangga candi, tanpa sengaja Agnibhaya bertemu pandang dengan seorang gadis yang datang bersama beberapa pelayannya. Kinanti datang membawa beberapa persembahan untuk mendoakan mendiang maharaja atau hanya sekedar mampir selama perjalanannya menuju Daha.

PARAMITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang