"Masih marah?" Tanya Arum. Tangannya masih setia menangkup wajah Gilang.
Setelah mencoba beberapa cara barulah Gilang mau menatap Arum. Sambil tersenyum Gilang menjawab, "Aku ga marah."
Arum menatap Gilang tidak yakin, "Kalo gitu berarti kamu cemburu?" Tanya Arum hanya untuk memastikan.
Raut wajah Gilang kini cemberut sambil mengangguk anggukkan kepala, "Aku ga mau kamu ngelirik cowok lain, apalagi cowok itu."
Arum tersenyum, tangannya menjulur ke puncak kepala Gilang lalu mengusap usapnya pelan, "Kamu tenang aja, yang ada di pikiran aku cuma kamu, ga ada yang lain."
"Janji?" Tangan Gilang mengangkat untuk membuat janji bersama Arum. Arum pun segera mengaitkan jari kelingkingnya di jari kelingking Gilang lalu mereka berjanji bersama sama, "Janji." Balas Arum.
"Ya udah sekarang balik ke kelas masing masing ya."
Belum sepenuhnya keluar dari UKS tapi sudah ada OB yang memanggil Gilang agar anak itu mendatangi ruang BK.
"Siapa yang laporin ini ke guru?" Tanya Gilang pada dirinya sendiri. Pandangannya mengarah ke depan dengan sorot mata yang tidak bisa di artikan.
"Jangan panik, justru ini waktunya untuk jelasin ke guru biar posisi kamu di sekolah ini tetep aman." Ujar Arum seraya untuk menenangkan kekasihnya yang sedang dilanda masalah ini.
"Aku ga panik Rum. Ayo kita ke ruang BK." Sambil mengangkat satu langkah kaki tangan Gilang serentak menggandeng tangan Arum, namun Arum enggan ikut dengan Gilang.
"Aku ga perlu ikut soalnya aku ga ada di tempat kejadian jadi percuma kalo aku ikut. Intinya aku percaya sama kamu kalo bukan kamu yang salah, okey?"
Gilang diam sejenak seperti mencerna perkataan Arum, kemudian ia memonyongkan bibirnya dan merengek kepada Arum agar mau menemaninya ke ruang BK. Bukan karena takut tapi Gilang hanya ingin ada seseorang yang menahannya saat dia dirundung emosi. Percayalah, hanya Arum yang bisa menahan emosi Gilang.
"Setidaknya kamu tungguin aku di depan ruangan, ya?" Mohon Gilang dengan binar di matanya.
Arum masih enggan menuruti permintaan Gilang, ia fokus menatap Gilang sambil terus menimbangi permintaan cowok itu. Sampai akhirnya Arum setuju dan terciptalah senyuman mengembang dari sudut bibir Gilang.
"Semoga beruntung." Doa Arum sebelum Gilang memasuki ruangan ber ac itu. Harapannya, semoga saja cowok yang tadi tidak menuduh Gilang hal yang tidak Gilang lakukan.
"Dia, Bu orangnya."
Gilang menundukkan kepalanya lalu segera duduk di sofa cokelat yang ada di sana. Di dalam, sudah ada Sean, cowok asing yang membuat dirinya dipanggil guru BK, dan bu Mega, guru BK kelas angkatan Gilang.
"Dia juga luka, jadi siapa yang mulai lebih dulu?" Tanya bu Mega setelah memperhatikan luka di wajah Gilang yang masih berbekas.
"Dia Bu." Mendengar itu sontak Gilang langsung menegakkan kepalanya mengarah Sean. Alisnya berkerut dengan sorot mata yang sudah berapi api.
"Betul Gilang?"
"Ngga sama sekali," Jawab Gilang tanpa mengalihkan pandangannya dari Sean, "Tolong izinkan saya cerita semuanya, Bu." Lanjutnya menatap bu Mega.
Bu Mega mengangguk sekali seraya memberi kesempatan kepada Gilang untuk menceritakan semua yang terjadi. Berbeda dengan bu Mega, justru Sean menatap malas bu Mega karena sudah memberi kesempatan itu kepada Gilang, sedangkan tadi dirinya ingin menceritakan semua malah di tahan, katanya 'tunggu Gilang datang'.
"Sebelumnya saya ga kenal sama dia, tapi dia tiba tiba ajak saya tanding voli, saya turutin. Kita tanding di lapangan sampai akhirnya skor kita sama sama 5, waktu itu dia jatuh, saya sudah berbaik hati untuk ngulurin tangan saya biar dia bangun tapi tiba tiba dia nonjok saya, sampai akhirnya ya, kita berantem."
KAMU SEDANG MEMBACA
AGLOMERSI
Teen FictionGilang Argantaro menuntut orang yang sudah menabraknya di jalan dan ia akan membawa masalah ini ke jalan hukum. Saat sahabat pelaku memohon pada Gilang untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan, Gilang menyetujuinya tetapi dengan satu sya...