AGLOMERSI • 65

423 22 1
                                    

Lepas? - 12

Malam itu juga, dimana wajahnya berhasil di hiasi oleh warna kebiruan, Azmi menunggu Arum di dalam kamar setelah memastikan motor Gilang benar benar pergi dari pelataran rumah. Tidak peduli dengan luka yang di rasa perih, hatinya lebih perih daripada luka di wajahnya saat ini. Apalagi setelah menyaksikan Gilang mencium bibir sang istri, dan bagaimana sang istri menenangkan cowok asing itu yang sedang menangis, juga mendengar permintaan cowok itu untuk menikahi istrinya, dan bagaimana indra pendengarannya menangkap kata 'sayang' yang keluar dari mulut istrinya sendiri. Selama hampir empat hari menikah, Arum tidak pernah memanggilnya dengan panggilan sayang.

"Eh, Mi?" Arum sedikit terperanjat saat mendapatkan Azmi duduk di sofa yang ada di kamar itu.

"Sebentar, aku ambil kotak obat dulu." Mengedarkan mata untuk mencari kotak P3K, namun baru saja akan berbalik badan, panggilan sang suami memaksanya berhenti dan menatap kembali Azmi di sofa.

"Saya mau bicara sama kamu." Tangan Azmi menepuk space kosong di sebelahnya, bertujuan untuk menyuruh Arum duduk di space itu. Arum menurut, berjalan perlahan menghampiri Azmi.

Suasana hatinya tak begitu tenang. Arum takut Azmi marah kepadanya dan menyuruhnya untuk jauh jauh dari jangkauan Gilang, mengingat kejadian tadi.

Tidak ada kalimat setelah Arum duduk. Azmi membiarkan suasana itu hening tanpa suara sedikitpun, mungkin niatnya untuk menenangkan diri, namun bagi Arum suasana hening ini justru malah menambah rasa tegang di dalam hatinya. Arum tidak tau apa yang akan di lakukan jika orang yang baik seperti Azmi tersakiti, biasanya orang yang baik dan tidak banyak bicara sekali dia tersakiti maka pembalasannya akan lebih kejam bukan? Dan yang Arum tau sekarang adalah, Azmi orang baik dan anak itu sudah tersakiti oleh kehadiran Gilang.

"Mencintai seseorang di dalam hidup saya itu tidak mudah," Suara itu mengalihkan fokus Arum untuk menatap eksistensi suami di depannya, "Dari kecil sampai sebelum kita bertemu, saya ga pernah ngerasain bagaimana rasanya suka sama seseorang," Lanjut Azmi, menghiraukan tatapan Arum, dirinya lebih memilih menatap datar lantai kamar itu. Hening kembali menerpa, namun hanya sesaat karena senyuman milik cowok itu di perlihatkan, "Tapi waktu pertama kali melihat kamu datang sama Teteh, jantung saya langsung berdetak kencang." Berbicara sambil mengawang pikiran saat pertama kali mereka bertemu.

"Awalnya saya kira itu karena ngeliat kamu yang terlalu cantik."

Arum mengerjapkan mata polos.

"Tapi lama kelamaan saya ga bisa bohong sama perasaan saya sendiri, saya akui saya suka sama kamu, dan saat itu juga saya berniat serius sama kamu. Tapi sayang, kamu sepanjang hari terus cerita tentang pacar kamu."

Arum masih diam mendengarkan. Apakah ini curahan hati Azmi selama ada di dekat Arum?

"Saya cemburu, saya kesal, saya marah, saya galau, pokoknya saya malas kalau ingat ingat kamu sama pacar kamu. Karena saya sudah ga tahan sama semua itu, akhirnya saya putusin untuk ngelamar kamu," Diam sejenak untuk mengambil napas, "Saya pengen kamu lupa sama pacar kamu dengan cara menikah sama saya dan kamu bisa hidup seperti yang kamu inginkan, lalu tinggal kembali di rumah ini. Awalnya perkiraan saya, kita akan bahagia di sini, tapi ternyata masalah datang di awal pernikahan kita."

"Mi.."

Azmi berdecih kecil, "Maaf saya jadi curhat gini sama kamu."

Arum menggeleng kukuh, "Ga perlu minta maaf, Mi."

Pandangan Azmi di alihkan dari memandang wajah Arum, "Kamu tau ga level tertinggi dalam mencintai seseorang?"

Arum berpikir sekejap, mengerutkan alis untuk menemukan jawaban yang tepat, "Memberi kebahagiaan untuk orang yang kita cinta?" Hanya itu yang dapat Arum gali di otaknya.

AGLOMERSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang