AGLOMERSI • 48

264 19 0
                                    

"Lang." Suara itu menginterupsi indra penglihatan Gilang. Di temukan nya sosok orang yang dari tadi menetap di pikiran. Cewek bersurai panjang, kulit putih seperti susu, dan bentuk mata yang kecil menggemaskan, apalagi jika cewek itu tersenyum, membuat hati dan seisi dunia Gilang luluh karen terbuai oleh senyumannya.

"Mau coba?" Satu uluran kopi cup di sodorkan oleh Arum. Gilang menolak, ia sudah tau pasti bagaimana rasa kopi yang Arum tawarkan, pait.

"Atau, mau ini?" Bukan lagi kopi yang di tawarkan oleh kasihnya yang tersayang, melainkan coklat dengan hiasan pita ungu. Sangat cantik. Gilang tidak bisa menolak, di ambilnya coklat itu langsung dari pemberinya.

Satu senyuman oleh Gilang berikan pada Arum, "Makasih sayang." Arum manggut manggut lucu.

"Biasanya coklat bisa bikin mood kita jadi lebih baik." Papar Arum, memecah keheningan sesaat di antara keduanya. Arum diam saat Gilang juga diam. Arum terus memperhatikan reaksi Gilang sedari tadi, tampaknya ada yang aneh dari anak itu.

"Lang," Tangan Gilang di siku oleh Arum, membuat cowok itu menoleh tanpa ekspresi, "Buka dong coklatnya." Pinta Arum.

"Kenapa? Kamu mau juga?" Satu usapan mendarat di kepala Arum, dan Arum mengangguk sambil memberikan cengiran. Gilang terkekeh, senyuman Arum benar benar bisa meluluhkan hatinya. Tadi kata Arum coklat bisa bikin mood kita jadi lebih baik, namun agaknya pernyataan itu tidak berlaku untuk Gilang. Yang bisa membuat mood Gilang menjadi lebih baik hanya senyuman Arum, tidak dengan yang lain.

Bungkus coklat berwarna ungu itu mulai Gilang robek, setelahnya ia mempotek sebagian coklat itu dan menyuapkannya ke mulut Arum. Suapan dari Gilang, Arum sambut dengan senang hati.

"Enak?" Tanya Gilang.

"Kemanisan." Arum menjawab seraya mengernyitkan mukanya.

Gilang sudah bisa menebak jawaban Arum. Anak itu memang tidak begitu suka dengan makanan atau minuman yang mempunyai rasa manis.

Hening kembali menghampiri suasana antara keduanya. Entah mengapa Gilang menjadi lebih banyak diam saat ini, tidak seperti biasanya yang selalu bermanja jika di dekat Arum, pandangannya memandang kosong ke arah rerumputan di taman. Arum sendiri bingung harus memakai cara seperti apa untuk mengajak bicara Gilang, Arum sudah tau apa yang ada di pikiran Gilang saat ini, namun Arum tidak akan membahas jika bukan Gilang yang memulainya terlebih dahulu.

Selama empat tahun mereka bersama, tidak pernah sebelumnya mereka ada di situasi seperti ini, diam dengan pikirannya masing masing dan tidak ada satupun yang mau membuka suara terlebih dahulu untuk memecah keheningan.

Beberapa menit mungkin menahan napas, akhirnya suara hembusan napas Gilang terdengar parau di telinga Arum. Seperti layaknya orang yang banyak pikiran dan di bebani oleh sesuatu yang sangat berat.

Angin berhembus semakin kencang, sedari tadi langit hanya menampakkan warna hitam kelabu, namun enggan menurunkan rintihan airnya ke tanah. Perlahan ujung indra penglihatan milik cowok berambut gondrong itu memperhatikan eksistensi cewek di sebelahnya, masih asik dengan kopi cup pait yang di pesannya. Entah suka atau memang sengaja di lama lama kan, yang jelas kopi itu masih sisa setengah.

"Rum." Sudah tak tahan lagi dengan hening, Gilang memberanikan diri untuk membuka suara. Di panggil oleh sang kekasih, Arum menoleh dengan mimik wajah 'ada apa'. Namun, yang Arum dapatkan hanya hembusan napas lagi dari cowok itu, kemudian kepalanya ia bawa menunduk. Satu uluran tangan yang mendarat di bahu, membuat Gilang kembali mendongak menatap Arum. Arum tersenyum, seakan memberi syarat, jika mau cerita maka ceritakan saja kepada Arum.

Manik hitam legam milik Gilang menatap manik hangat sang kekasih. Otaknya memutar semua ucapan ucapan yang sukses membuat pikirannya kacau, seiringan dengan itu, manik hitam itu mencari celah kehidupan masa depan di manik hazel milik Arum.

AGLOMERSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang