AGLOMERSI • 53

297 19 0
                                    

Desa - 01

Tepat satu tahun setelah semua orang meninggalkan Arum begitu saja, semua itu Arum lalui dengan hati yang kadang kadang masih tak terima dengan skenario Tuhan yang di tulis. Menjalani hari hari tanpa sahabat, teman, dan pasangan adalah hal yang tidak biasa Arum lalui. Kalimat yang keluar dari mulut mbok kerap kali menguatkan dirinya, namun tetap saja Arum tidak bisa menerima semuanya begitu saja. Mungkin semua orang yang di sayangnya biasa biasa saja menjalani kehidupan tanpa kehadiran Arum, tapi tidak dengan Arum. Sudah mencoba membiasakan diri namun tetap tidak biasa. Ini semua terlalu berat untuk Arum hadapi.

Setelah lulus SMA dengan nilai yang cukup baik, Arum melanjutkan pendidikannya ke dunia perkuliahan. Biaya untuk kuliah masih pakai uang kedua orang tuanya yang di tinggalkan bersama mbok, Arum tak menyangka mengapa papah dan mamahnya meninggalkan cukup banyak uang untuk dirinya, pekerjaan yang mereka lakukan di Inggris sana pun Arum tak tau dan tak ingin lagi mencari tau.

"Rum." Panggilan itu mengalihkan atensi Arum dari buku buku tebal yang kini ada di hadapannya. Itu pasti mbok. Memang, siapa lagi yang ada di samping Arum selain mbok?

Mbok duduk di tepi ranjang milik Arum, dan Arum membalikkan kursinya menghadap mbok. Menunggu mbok yang enggan mengutarakan tujuannya menemui Arum membuat Arum bertanya, "Kenapa, Mbok?"

"Mbok harus pulang ke desa untuk urus Ibu yang lagi sakit."

Arum menahan napas sebentar lalu menghembuskannya perlahan, "Jadi, Mbok mau ninggalin Arum?" Tanyanya walau mungkin sudah tau dengan jawaban mbok. Mbok pasti akan meninggalkan dirinya sendirian di rumah, dan mungkin akan lama untuk kembali lagi pada Arum.

"Hm, gimana kalo kamu ikut Mbok aja ke desa?" Tanya mbok ragu ragu.

Arum sama sekali tidak kaget atau keberatan, dia benar benar sudah pasrah sama semuanya, "Terus gimana sama kuliah aku?"

Mendengar respon Arum, mbok langsung menegakkan badannya, "Kamu masih bisa kuliah sayang, desa Mbok ga jauh jauh banget dari kota."

"Dan, untuk biaya kuliah?" Tanya Arum, "Uang yang Papah kasih untuk kuliah Arum makin lama makin berkurang, Arum ga bisa kuliah kalo ga ada biayanya." Arum termasuk orang yang hemat dalam urusan uang, ia menyisihkan setiap uang yang di keluarkan untuk biaya kuliah. Bahkan kini ia punya tabungan sendiri.

"Mungkin kalo kamu mau kerja, kamu masih bisa kuliah?" Jawab mbok ragu ragu, "Ga ada salahnya juga kan kerja sambil kuliah?"

"Tapi kerja apa, Mbok?"

Mbok berpikir apa kira kira pekerjaan yang bisa Arum lakukan di desa nanti. Kemudian pikirannya mengarahkan ke sebuah kedai kopi satu satunya di desa itu, mungkin Arum bisa sementara jadi pelayan demi mendapatkan uang, "Di desa Mbok ada kedai kopi, mungkin kamu mau kerja di sana?"

"Kedai kopi?" Tanya Arum terkejut, "Memang di desa ada kedai kopi, Mbok?" Tanyanya polos.

Mbok terkekeh, "Ada, itu satu satunya kedai kopi di desa Mbok. Kedai nya juga ruaaaameeee banget, mungkin karena memang itu satu satunya," Jawab Mbok di angguki oleh Arum, "Saking rame nya, bisa jadi aja gaji yang kamu dapet lebih besar dari kedai kedai kopi di kota."

"Tapi, Mbok. Gimana sama rumah ini?" Tentu saja Arum akan sangat keberatan jika harus meninggalkan rumah satu satunya yang menyimpan banyak kenangan, walaupun bukan kenangan bersama kedua orang tuanya tapi kenangan bersama sahabat dan kasihnya. Btw, Arum masih bingung apakah hubungannya dengan Gilang sudah putus atau bagaimana, Arum tidak tau. Yang jelas, sampai sekarang Arum masih menunggu kehadiran Gilang kembali di hidupnya. Mengingat tulisan di sticky note itu kan. Dan, tidak menyangka ternyata Arum sudah hidup tanpa kehadiran Gilang selama satu tahun penuh.

AGLOMERSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang