Sungai • 05
Cuaca di minggu pagi cukup cerah, sinar matahari yang masuk dari sisi ventilasi kamar memaksa Arum untuk membuka matanya. Tadi malam ia larut dalam obrolan dengan Azmi, setelah Azmi pamit pulang Arum tidak langsung tidur, ia masih terjaga karena melihat lihat kembali foto dirinya dengan sang pujaan. Foto yang sengaja ia gantung satu persatu di cabut dalam keadaan hati tak ikhlas, namun otak di kepalanya lah yang berhasil menyimpan foto itu kembali pada kotak berwarna ungu.
Telinga Arum mendengar suara ramai ramai orang di depan rumah, karena penasaran langkah kakinya ia bawa ke depan walaupun masih menggunakan baju tidur dan muka bantal yang masih setia melengkapi penampilan baru bangunnya.
Arum diam di ambang pintu, memperhatikan penduduk desa membawa banyak makanan dari dipan panjang yang memang tersedia dari dulu kala di halaman rumah mbok. Bersama dengan mbok di sana ada Azmi yang membantu, tersenyum manis kepada penduduk yang datang.
"Eh, Rum udah bangun?"
Arum mengangguk lemas, masih mengumpulkan nyawa juga sebenarnya.
"Tolong bantu kita ya abis ini. Mbok mau ke dalem dulu." Pamit mbok kemudian menghilang tanpa menunggu jawaban dari Arum.
Persona cowok seputih susu masih setia memperhatikan dirinya dengan mbok berinteraksi, sampai akhirnya ia duduk di sebelah Arum saat Arum duduk di tangga yang ada tepat di ambang pintu.
"Masih ngantuk ya?"
"Hm." Jawab Arum sambil mengucek ucek matanya untuk mengambil sempurna indra penglihatannya.
"Kami lagi kerja bakti karena singkong di sini sedang panen banyak, makanya pagi pagi begini sudah ramai."
"Kedai tutup?"
Azmi mengangguk sekali, "Kamu mau saya ajak ke ladang singkong? Kayanya belum pernah juga kan? Seingat saya, kamu cuma sering kunjungin sawah saja."
"Belum mandi."
Kekehan Azmi mengundang Arum untuk menatap cowok itu, "Memangnya kenapa? Tetap cantik kok."
Plakkk
"Aduh, kok di pukul?" Adu Azmi.
Sedangkan alis Arum di tekuk dalam, "Masih pagi, lagian gua ga akan baper!" Ujarnya kemudian bangkit dan pergi meninggalkan Azmi sendiri, "Tunggu, gua ganti baju dulu." Lanjut Arum.
Azmi terkekeh dengan rona merah yang masih saja menjalar dari pipi dan merambat ke telinga, "Anak itu."
"Azmi."
Suara panggilan itu jelas bukan milik cewek yang sudah berhasil merebut hatinya, melainkan suara mbok yang di lihat sedang membawa beberapa karung untuk tempat singkong yang panen banyak.
"Kenapa, Teh?"
"Engke sababaraha sampeu anjeun asupkeun ka dieu, nya. Geus kitu di kumbah di walungan." Perintah mbok seraya menyerahkan karung yang di bawanya kepada Azmi.
"Enya, Teh. Aya deui?"
"Antosan sakedap."
Azmi menurut, menunggu mbok masuk kembali ke dalam.
Azmi kaget bukan main saat mbok keluar bersama Arum, "Nih atuh anu geulis di bawa." Mbok kembali dengan menyeret Arum pelan. Cewek itu sudah berpenampilan rapih, tidak lagi memakai baju tidur dan mukanya sudah terlihat lebih segar dari sebelumnya.
"Iya, Mbok. Aku juga mau ikut sama Azmi kok, makanya ganti baju dulu."
"Ya udah," Jawab mbok atas penuturan Arum. Kini perhatiannya mengarah ke Azmi yang tak lepas memperhatikan Arum, namun ketika namanya di panggil cowok itu langsung terkesiap dan bertanya ada apa lewat ekspresi, "Tolong di jaga ya Arum nya, jangan sampai jatoh kaya waktu itu dengkulnya merah."
KAMU SEDANG MEMBACA
AGLOMERSI
Teen FictionGilang Argantaro menuntut orang yang sudah menabraknya di jalan dan ia akan membawa masalah ini ke jalan hukum. Saat sahabat pelaku memohon pada Gilang untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan, Gilang menyetujuinya tetapi dengan satu sya...