AGLOMERSI • 66

901 35 0
                                    

Sah - 13

Beberapa minggu setelah obrolan dengan Bryan selesai dan Azmi segera mengurus surat cerai, juga Gilang yang langsung menyiapkan acara pernikahannya dengan Arum. Semua sudah selesai. Abah, Ambu, dan mbok bisa menerima alasan Azmi menceraikan Arum, mereka satu pikiran dengan Azmi, jika bahagia Arum bersama dengan Gilang maka mereka ikhlas melihat anak itu hidup bahagia dengannya, memang ya satu keluarga hatinya baik semua. Perasaan Azmi biar jadi urusan tersendiri untuk Azmi, tidak perlu ada orang yang ikut campur. Azmi sudah dewasa dan dia bisa menghadapi ini semua dengan baik baik.

Gedung yang Bryan sewa untuk acara pernikahan putra tunggalnya sudah rapih di hias oleh pernak pernik pernikahan dan semua tetek bengeknya. Warna putih elegan menyatu dengan abu abu muda, itu sempurna. Beberapa meja bundar sudah siap di hias untuk para tamu yang akan datang menyaksikan acara resmi sang putra tunggal, dengan di tengah tengahnya terdapat beberapa minuman untuk menambah kesan mewah pada acara.

Jam masih menunjukkan pukul tujuh tepat tetapi Dicky dan Mark sudah standby di gedung. Mereka terlalu bersemangat untuk menyaksikan sahabat mereka akan menikah dengan pacarnya beberapa tahun lalu, setelah meruntuhkan tembok tinggi yang menghalangi hubungan akhirnya mereka bisa bersama untuk bahagia. Jelas saja Dicky dan Mark ikutan bahagia.

Setelan jas berwarna hitam yang senada dengan celana menambah kesan elegan di dalam diri Dicky. Kali ini penampilannya benar benar beda dari penampilan sehari harinya, jika biasanya Dicky berpenampilan seperti badboy atau coolboy atau apapun itu untuk menarik mata cewek, tapi sekarang Dicky berpenampilan seperti layaknya para pebisnis muda. Ya, Dicky sangat terlihat seperti seseorang ceo muda, sangat tampan.

Tidak jauh beda dengan Dicky. Mark pun menggunakan baju berwarna biru tua senada, hanya saja bagian lengan jas yang di gunakan Mark bolong. Ternyata selain lihai membelah perut orang, Mark juga sangat lihai menggunakan dasi walaupun ia jarang memakainya karena setiap saat pakaian yang Mark gunakan hanyalah pakaian dokter sebagaimana biasanya.

"Mana sih anak anak?" Tanya Dicky setelah meneguk sekali minuman biru di gelas yang ia ambil di meja.

"Sabar, masih jam tujuh." Mark menjawab seadanya. Toh acara juga masih lama di mulainya, Dicky sudah tidak sabaran saja, "Mending ikut gua."

"Kemana?" Tanya Dicky mengangkat kedua alisnya.

Mark tidak menjawab, ia memilih berjalan mendahului Dicky yang masih berdiri menatap dirinya. Dicky berdecak. Tapi setelah itu ia mengikuti arah langkah Mark menuju salah satu ruangan di dalam gedung.

Setelah melewati lorong yang tidak terlalu panjang, Mark sampai di depan pintu yang tertutup, membukanya dan masuk. Dicky mengikuti, dan di sana ia melihat sang sahabat yang sedang berjalan kesana kemari sambil mulutnya komat kamit sendiri.

"Tegang ya." Ujar Mark, menghentikan pergerakan Gilang karena tangannya yang bertengger di bahu anak itu.

"Banget." Jawab Gilang jujur. Ia benar benar tegang saat ini, detak jantungnya berdegup sangat kencang. Ternyata menikah tidak semudah yang Gilang pikirkan sebelumnya.

"Selow aja," Dicky menimpali, "Perjuangan sama pengorbanan lu selama ini bakal terbayarkan."

Gilang terkekeh pelan, "Thanks."

"Untuk?" Mark yang bertanya.

"Gua bisa di titik ini juga karena pendapat pendapat kalian, terutama lu Ky," Dicky mengangkat sebelah alisnya heran, "Lu udah mau jelasin tentang waktu itu ke gua, sampe akhirnya gua ambil keputusan untuk belajar agama Islam."

Dicky tertawa renyah, "Keputusan gila," Ujarnya, "Keputusan sih keputusan tapi ga usah pake ninggalin sticky note segala, bikin gua khawatir tau ga!"

"Sorry." Hanya itu yang dapat Gilang katakan.

AGLOMERSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang