AGLOMERSI • 45

284 19 0
                                    

Pintu ruangan terbuka, menampilkan dokter yang menggunakan pakaian rumah sakit, kemudian di susul oleh suster yang membawa beberapa alat rumah sakit.

"Dek," Panggil dokter itu. Arjuna bangun dari duduknya dan menghampiri dokter di depan ruangan, "Apa ada keluarga lain selain adek?" Tanya dokter dan jawaban dari Arjuna hanya gelengan kepala. Dokter itu menghembuskan napas nya parau.

Ibu Arjuna meninggalkan dirinya dengan sang ayah dua tahun yang lalu, penyebabnya karena sang ayah yang sudah ketauan selingkuh dan tidur dengan wanita lain. Saat itu ibu Arjuna benar benar kehabisan rasa sabarnya kepada sang suami, dan akhirnya ia memutuskan untuk bercerai.

"Jadi gimana keadaan Ayah saya, Dok? Dia masih bisa di selamatkan, kan?" Tanya Arjuna begitu panik. Dirinya sempat ingin menerobos pintu ruangan yang tertutup, namun di tahan oleh dokter.

"Ayo bicara sama saya." Ujar dokter, membawa Arjuna duduk di kursi panjang yang sebelumnya ia tempati.

"Dok, gimana Ayah?" Tanya Arjuna. Bahkan saat ini matanya sudah memerah karena menangis tak henti hentinya, suaranya pun sudah serak.

"Ayah kamu mengalami luka tembak di bagian kepala. Setelah saya periksa, pelaku menembak Ayah kamu dengan jarak yang sangat dekat. Tembakan pada area kepala merupakan hal yang emergensi jika tidak segera di tangani oleh tenaga medis dapat menyebabkan kematian hingga 90% bahkan sebelum sampai ke rumah sakit. Kalopun Ayah kamu selamat biasanya 50% akan mengalami kejang terus menerus dan membutuhkan obat anti epilepsy seumur hidup."

Arjuna diam mendengarkan, sebenarnya ia tidak begitu mengerti apa yang di jelaskan oleh dokter, namun penjelasan dokter tadi tetap bisa membuat dirinya menangis karena mendengar kalimat 'kematian hingga 90%'. Entah, bagaimanapun penjelasan dokter yang terpenting ayahnya bisa di selamatkan.

"Terus gimana, Dok? Dokter bisa lakuin apa biar Ayah saya selamat? Saya mohon, Dok. Saya mohon." Tukas Arjuna tersedu sedu. Ia sudah lelah menangis dan menahan nyeri di dadanya seperti ini, tapi semua ini tidak bisa ia kendalikan.

"Peluru dapat menabrak tulang, pecah menjadi serpihan kecil dan berbelok kemana saja di dalam tubuh, bahkan beberapa jenis peluru dapat menyebabkan luka ganda. Ayah kamu tertembak di bagian kepala, sayangnya kepala dan tubuh bagian atas atau dada dan perut adalah dua area tubuh yang paling kritis."

"TERUS GIMANA SEKARANG AYAH saya Dok! Dokter jangan cuma jelasin semua itu sama saya, saya cuma mau Ayah saya selamat." Arjuna sudah tidak tahan, tubuhnya sendiri sudah tidak bisa ia topang. Untung ada dokter yang sigap menahan tubuh lemas Arjuna.

"Jika saja Ayah kamu di bawa lebih cepat ke rumah sakit, maka tidak akan menyebabkan kematian."

Kalimat itu berhasil membuat tubuh Arjuna tegak kembali, matanya yang tadi menyayu berubah menjadi tatapan tajam, "Apa maksud, Dokter?" Tanyanya, tak sabaran.

Dokter mengangguk pelan, "Ayah kamu sudah tidak bernyawa saat di perjalanan."

"Dokter jangan bohong sama saya, Dok! Ayah ga mungkin ninggalin saya, tolong selamatkan Ayah, Dok." Tangisan Arjuna mengisi sepi di lorong rumah sakit. Dadanya begitu nyeri saat mendengar kalimat buruk dari dokter, rasanya tidak dapat di percaya bahwa ayahnya meninggalkan Arjuna secepat ini.

"Dek, maafkan kami. Saya sebagai Dokter sudah berusaha menolong, namun yang menentukan selamat atau tidaknya bukan seorang Dokter, melainkan Tuhan."

Arjuna tidak menjawab lagi. Air matanya benar benar mengalir begitu deras, dadanya sesak sampai susah mengambil pasokan udara, matanya sudah lelah. Hidup Arjuna benar benar akan hancur jika tidak ada ayah, Arjuna tidak tau bagaimana ia bisa melanjutkan hidupnya jika tidak ada ayah.

AGLOMERSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang