Gedebug - 11
"Gimana, suka?"
Arum manggut manggut lucu. Walaupun usia sudah bisa di bilang tua tapi keahlian Bryan dalam membuat kopi tidak memudar sedikitpun, rasanya masih sama seperti dulu, enak dan Arum suka.
Saat ini Arum dan Bryan sedang duduk di sofa di ruang keluarga rumah Bryan. Setelah tadi Gilang membawa Arum ke rumahnya, Bryan langsung menyambut kedatangan Arum dengan senang hati, ia juga menyiapkan beberapa dessert yang di buatnya sendiri dan kopi spesial untuk orang yang tak kalah spesial di hidupnya.
Di rumah besar ini tak hanya ada mereka saja, tetapi Dicky, Mark, dan anak anak Asgardo juga ada, hanya saja mereka sedang olahraga kecil kecilan di belakang. Gilang sempat menolak karena dirinya tidak mau lepas dari Arum, tapi Rafa berhasil membawanya ikut bersama yang lain.
"Gimana ceritanya, ko bisa sampe kaya gini?"
Tak perlu penjelasan lebih rinci dari Bryan, Arum sudah mengerti ke mana arah obrolan pria tua itu. Bryan pasti meminta penjelasan Arum mengapa dirinya sudah bersuami.
Arum menghirup udara dalam dalam lalu menghembuskannya perlahan, seraya sedang menghilangkan beban pikirannya sejenak, "Maaf, Ayah."
Arum berhenti bicara saat mendapatkan kepala Bryan yang di gelengkan, "Ga perlu. Jelasin aja apa yang harus Ayah tau."
Kali ini Arum mengangguk berkali kali, "Setelah Ayah sama Gilang pergi, ga lama aku dapet berita kalo pesawat yang di pakai Mamah sama Papah jatuh. Sehari setelah denger berita itu aku sama Mbok langsung susul jenazah orang tua aku untuk di makamin, alhamdulillah jenazah mereka ketemu walaupun ada beberapa bagian tubuh yang ilang." Diam sejenak hanya untuk mengambil napas.
"Aku bener bener ancur banget Yah, aku sekaligus kehilangan orang orang yang aku sayang," Matanya mulai berkaca, namun ia kedip kedipkan agar tidak sampai jatuh, "Dan waktu aku fokus kuliah untuk ngalihin kesedihan aku, tiba tiba aku dapet kabar kalo Renjana di bawa pergi sama kakaknya ke luar negeri, barengan sama itu juga Ranum di bawa ke rumah sakit di Singapura untuk berobat."
Bryan masih diam mendengarkan.
"Waktu itu yang aku punya tinggal Mbok doang. Dicky sama Mark juga ilang, ga tau kemana. Sampe akhirnya Mbok harus pulang dan menetap di desa untuk jagain Ibunya yang lagi sakit parah. Karena di kota aku udah ga punya siapa siapa akhirnya aku ikut Mbok ke desa."
"Jadi Azmi itu orang desa?" Tanya Bryan, di jawab anggukkan oleh Arum, "Pantesan dia ramah anaknya, sopan santun sama orang tua." Lanjut Bryan dengan akhir senyuman.
Arum tersenyum kecut. Azmi memang selalu ramah ke setiap orang yang di temuinya, kecuali Gilang, mungkin?
"Terus akhirnya kamu nikah sama Azmi?"
Arum mengangguk untuk menjawab, "Aku nikah sama Azmi cuma untuk lupain Gilang sebenarnya, Maaf Ayah." Arum meminta maaf takutnya Bryan tersinggung putranya di bawa bawa ke dalam urusan pernikahan mereka.
"Ga perlu, sayang. Ayo lanjut cerita."
Oh Tuhan, Bryan sangat baik sekali. Bagaimana Arum bisa lepas dari laki laki tua satu ini? Bryan sangat menyayangi dan mengerti perasaan Arum.
"Kita nikah baru tiga hari yang lalu kok, dan aku belum bisa lupa sama Gilang. Aku udah berusaha deket sama Azmi, tapi perasaan aku biasa aja, justru aku ngerasa Azmi itu kakak kandung aku sendiri."
Di rasa selesai bercerita, Bryan menghembuskan napasnya lalu membawa Arum untuk di peluk. Mencium wangi surai hitam milik Arum, dan mengusap sayang kepala anak itu.
"Kamu udah Ayah anggap anak kandung Ayah sendiri, jadi apapun keputusan kamu asal itu baik, pasti Ayah dukung. Permintaan Ayah cuma satu, Ayah mau kamu bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
AGLOMERSI
Teen FictionGilang Argantaro menuntut orang yang sudah menabraknya di jalan dan ia akan membawa masalah ini ke jalan hukum. Saat sahabat pelaku memohon pada Gilang untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan, Gilang menyetujuinya tetapi dengan satu sya...