Happy reading!
.
.
.
.
.
Seperti yang sudah direncanakan, Wang Yibo akhirnya membawa Xiao Zhan ke rumah sakit. Sejak seminggu yang lalu, Xiao Zhan terus mengeluh tentang rasa sakit yang mendera pada perutnya. Wang Yibo sendiri tidak jarang mendapati Xiao Zhan terbaring lemah setelah muntah. Cukup wajar tetapi sedikit aneh. Kebanyakan orang hamil mengalami gejala serupa. Tetapi yang membuat Wang Yibo khawatir adalah Xiao Zhan tidak berhenti muntah meski seharian tidak makan.
Maka dari itu, di sinilah mereka berada. Duduk di kursi tunggu rumah sakit sembari menunggu nomor urutnya dipanggil. Xiao Zhan terlihat begitu lemah, duduk bersandar pada pundak Wang Yibo. Wajahnya sangat pucat, serta daging yang semakin menipis hingga menonjolkan tulang dengan tajam di sekitar wajahnya. Tidak sedikit orang yang berlalu-lalang memandang dengan ekspresi tidak tega. Memiliki persepsi tersendiri bahwa penyakit yang diderita oleh Xiao Zhan begitu parah dan mematikan. Namun, perlakuan lembut Wang Yibo cukup membuat ekspresi tidak tega orang-orang berubah menjadi senyuman puas. Merasa iri sekaligus bangga sebab mereka merasa seolah turut menerima kasih sayang dari lelaki tampan itu.
"Apa kamu lelah?" Tanya Wang Yibo penuh dengan kekhawatiran, sebab kali ini Xiao Zhan sangat menempel padanya seolah seperti epifit. Biasanya lelaki manis itu tidak pernah bertindak seperti itu meski sakit. Tetapi entah kenapa hari ini cukup berbeda.
"Wang Yi …" Lirih Xiao Zhan dengan begitu lemah. Wang Yibo memahami jika pihak lain merasa kesusahan mengeluarkan perkataannya, ia segera mendekatkan wajahnya hingga telinga nyaris menyentuh pada bibir Xiao Zhan. Kemudian kembali terdengar ucapan lirih dengan nafas panas yang menyapu permukaan kulit Wang Yibo. "Aku ingin tidur, tapi kamu harus menggendongku seperti bayi."
"Se-sekarang?" Wang Yibo merasa gugup. Pandangan mata mengitari segala penjuru ruang tunggu. Ada banyak manusia yang bahkan tidak bisa dihitung dengan jari, tidak memungkinkan untuk menggendong bayi besarnya itu sekarang juga. Sebenarnya ia sendiri merasa tidak masalah, tetapi khawatir mengenai tanggapan orang lain untuk Xiao Zhan.
Gelengan kepala Xiao Zhan perlihatkan, mata yang tertutup kini terbuka dengan lemah. Lalu, menatap pada sang suami dengan pandangan yang sedikit layu. "Di rumah."
Wang Yibo diam-diam bersyukur atas keputusan yang diambil oleh pihak lain. Tangannya bergerak lincah, ingin membawa kepala Xiao Zhan untuk kembali bersandar pada pundaknya. Tetapi yang ia dapatkan adalah tolakan halus. Xiao Zhan berkata bahwa dirinya sudah merasa sedikit segar sehingga tidak perlu lagi bersandar. Meski wajah tetap kehilangan warnanya, tetapi senyuman manis yang disertai dengan garis lengkung ke bawah pada mata Xiao Zhan membuat Wang Yibo yakin bahwa lelaki manis itu sudah mendapatkan kembali jiwa semangatnya.
"Setelah ini kamu ingin makan apa?" Mengingat waktu mulai siang dan mereka sama sekali belum memakan sesuatu membuat Wang Yibo berpikir bahwa kemungkinan Xiao Zhan sangat lapar dan ia ingin membelikan apapun yang diinginkan lelaki manisnya itu.
"Hotpot!" Seru Xiao Zhan ditemani oleh bingar-bingar lampu disko di matanya.
"Tidak boleh!" Wang Yibo berseru tidak kalah tajam. Kandungan Xiao Zhan masih belum cukup matang, ia takut akan terjadi suatu hal yang buruk jika dibiarkan makan makanan pedas. Meski Wang Yibo paham mengenai makanan kesukaan sang istri, tetapi bagaimanapun makanan pedas cukup berbahaya bagi makhluk mungil yang ada di perut Xiao Zhan.
"Selalu seperti itu!" Xiao Zhan memberenggut kesal, kedua tangan yang terkepal ia lipat di depan dada. Seketika itu ia berusaha untuk menulikan segala pendengarannya hanya dari suara Wang Yibo. Cukup lama hal kekanakan itu terjadi hingga Wang Yibo benar-benar tidak bisa bersabar lagi. Ia memilih untuk diam dan mengikuti alur yang diciptakan oleh Xiao Zhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GLOOM (YIZHAN) ✔
FanfictionWang Yibo sangat mencintai Xiao Zhan, tetapi dia tidak tahu bagaimana cara melindungi lelaki manis itu. Sebuah sisi gelap di dalam dirinya tidak dapat dikendalikan. Dengan demikian, dia lebih memilih kehilangan daripada terus menyakiti. Namun, keset...