Happy reading!
.
.
.
.
.
Hari itu Wang Yibo sama sekali tidak merasakan kebahagiaan, hatinya hancur ketika melihat Xiao Zhan yang tampak begitu gembira saat ia menyetujui permintaan untuk bercerai. Seolah dunianya runtuh, tidak ada lagi tempat terbaik untuk bersandar. Xiao Zhan satu-satunya orang yang berarti bagi hidup Wang Yibo, kini sudah tidak menginginkannya lagi. Dengan perasaan berat Wang Yibo memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Pakaian yang mulanya bersih pun tercampur darah. Darah itu mengalir tiada henti, meski begitu ia tidak peduli. Pikirannya kosong, sangat sulit untuk memaksa masuk hal-hal lain.
Lalu bagaimana dengan Xiao Zhan? Sama. Lelaki manis itu merasa kosong. Untuk menit pertama, ia memang senang saat akan terbebas dari genggaman sang suami. Tetapi pada menit berikutnya, kekosongan melanda. Rasa kehilangan singgah tanpa permisi. Apa yang bisa ia perbuat jika sudah seperti ini? Tidak bisa lagi untuk membatalkan, mau bagaimanapun itu adalah keinginannya sendiri. Saat ia menatap ke arah punggung bergetar milik Wang Yibo, muncul sedikit keinginan untuk merengkuh dan menenangkan kekalutan dari lelaki tampan yang selama ini sudah setia menjadi suaminya. Tetapi tidak juga dilakukan, selama perasaan takutnya belum hilang, Xiao Zhan tidak berani mendekat.
"Ja-jangan pe-pergi." Lirih Xiao Zhan. Hal itu berhasil menghentikan pergerakan Wang Yibo. Tanpa menunggu lama, lelaki tampan itu menatap ke arahnya. Manik mata elang yang dipenuhi oleh luka, danau di mata itupun sudah tidak terbendung lagi. Bibir bergetar yang terbuka ingin mengucapkan sesuatu tetapi diurungkan sebab lidahnya terasa begitu kelu. Setelah lama menunggu untuk mendapatkan ketegaran hati, Wang Yibo perlahan berujar dengan sekuat tenaga.
"Bukankah kamu ingin aku pergi?" Perkataan itu terdengar begitu parau seakan-akan sedikit lagi kata yang keluar, maka pita suara itu akan terputus. Xiao Zhan merasa bersalah. Tetapi kembali lagi pada rencana awal, ia benar-benar ingin melindungi anaknya.
"Ma-maksudku aku saja yang p-pergi. Aku akan kembali ke rumah Ayah dan Ibu …" Kepala Xiao Zhan tertunduk, tidak sanggup melihat tangisan Wang Yibo. Air mata itu mengalir begitu deras dan memilukan membuat dadanya berdenyut nyeri. Terdapat keinginan besar untuk mengikuti rekam jejak dari sang suami. Menangis.
"Jangan membuat Ayah dan Ibu khawatir, tinggallah di sini. Biar aku yang pergi." Wang Yibo melanjutkan pergerakan yang sempat terhenti, mengemasi barang-barangnya secepat mungkin, ia merasa harus cepat-cepat menjauh dari Xiao Zhan. Tidak ingin kembali melakukan sesuatu buruk untuk menahan lelaki manis itu agar tetap berada di sisinya.
"Wang Yi, jangan keras kepala. Kamu akan pergi kemana selarut ini?" Xiao Zhan yang sedari tadi diabaikan mulai meninggikan suaranya. Berjalan mendekat ke arah Wang Yibo meski masih memberikan banyak jarak.
"Bukan urusanmu, lagi pula siapa kamu? Kamu hanyalah mantan istri. Tidak perlu mencampuri urusanku." Wang Yibo membangkitkan diri, membawa langkah lebar keluar dari kamar mereka tanpa melihat sedikitpun ke arah Xiao Zhan yang berada di belakangnya.
"Kamu kejam!"
"Di sini kamulah yang kejam, egois dan naif. Kamu memisahkan anak dari Ayahnya bahkan sebelum anak itu lahir. Setidaknya izinkan aku menjagamu hingga anak itu lahir, setelah itu kamu bebas menceraikanku." Wang Yibo semakin mempercepat langkahnya, dengan tangan yang tidak lupa menarik koper. Xiao Zhan menatap nanar ke arah punggung yang terlihat semakin jauh. Tidak ingin berdiam diri, segera bangkit dan melakukan aksi pengejaran. Setelah itu mulai meraih ujung baju Wang Yibo, serta berseru dengan lantang.
"Kembali ke dalam!"
Wang Yibo yang merasakan bajunya tertahan segera menepis tangan yang menghalangi kepergiannya. Dengan cepat memasukkan koper ke dalam bagasi, lalu mulai masuk ke dalam sisi kemudi. Keputusannya sudah bulat, ia memutuskan untuk berpisah dengan Xiao Zhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GLOOM (YIZHAN) ✔
FanfictionWang Yibo sangat mencintai Xiao Zhan, tetapi dia tidak tahu bagaimana cara melindungi lelaki manis itu. Sebuah sisi gelap di dalam dirinya tidak dapat dikendalikan. Dengan demikian, dia lebih memilih kehilangan daripada terus menyakiti. Namun, keset...