5

3.2K 189 11
                                        

"Manusia memiliki ribuan sifat hingga sulit di tebak antara tulus tidaknya"

_Reyhan Arsenio Ghazanvar_





Happy Reading

***




Pijar sang Surya merengkuh semesta, hangat menyudut setiap jengkal pijak tanah. Mentari di ujung sana tanda waktu terus berlalu, langkah merotasi padu di titik temu.

Melirik pergelangan tangan pria dewasa berjas putih dengan stetoskop bertengger di leher itu bernapas lega, akhirnya ia bisa terbebas dari suasana mencekam. Sedari matahari di atas ubun-ubun sampai hampir terbenam ia duduk di tempat yang sama tanpa diijinkan menghirup udara segar.

Dan lihatlah tatapan bagai ancaman kematian dari keluarga itu seakan siap membasmi saat itu juga. Mereka tidak membiarkan ia pergi sebelum pasien dengan kondisi memprihatinkan itu membaik.

"Demamnya sudah turun, kondisinya juga mulai stabil tinggal menunggu dia bangun saja" ucap dokter itu.

"Sudah kau pastikan anakku mendapatkan perawatan terbaik" ujar Sandra memastikan kredibilitas si dokter.

Dokter itu mengangguk mengiyakan, ia paham kekhawatiran mereka.

"Ya sudah kau boleh pergi tapi ingat jika sampai cucuku tidak segera pulih kau akan tau akibatnya" ucap Garendra bernada ancaman.

Pria berpangkat dokter tersebut menelan saliva susah payah, bukan hal awam lagi mendengar ancaman pria berambut memutih itu, setiap kali ada anggota keluarga yang sakit pasti ancaman mengintimidasi menjadi hidangan utama.

Selepas kepergian si dokter, Garendra menatap cucu bungsunya yang masih setia terpejam.

"Kalian berdua jaga dia, Aliza belum pulang, kalian tau kan kewajiban kalian. Alfian kamu ikut kakek" ucap Garendra pada anak dan menantunya.

Alfian yang sedari tadi duduk di sisi ranjang adiknya menatap kakek penuh harap, ia masih ingin menjaga Reyhan.

Bagaimana adiknya itu di gendong keluar dari ruang kerja papa dalam keadaan tak sadarkan diri menjadikan rasa takut dalam diri Alfian, meskipun ia sudah mengabari Aliza tanpa sepengetahuan orang rumah tetap saja wanita itu membutuhkan waktu cukup lama dalam perjalanan pulang dan selama itu ia harus memastikan Reyhan dalam keadaan aman.

Garendra yang paham isi pikiran Alfian menghela napas berat, mengapa cucunya  sangat menghawatirkan sang adik padahal mereka, ah sudahlah.

"Apa yang perlu kamu khawatirkan Alfian. Papa, mama mu yang akan menjaga Reyhan mereka juga masih memiliki kasih sayang pada darah dagingnya sendiri" ucap kakek melirik laki-laki yang hanya diam tanpa suara.

"Tapi kek—" ucapan Alfian menggantung di udara, kakek benar-benar tidak bisa di bantah.

"Kakek menjamin adikmu tidak akan terluka"

Pasrah, Alfian turun dari kasur empuk Reyhan berjalan di belakang kakek, sesekali menoleh kebelakang memastikan keamanan Reyhan.

Khaisan menghela napas dalam menarik kursi memposisikan duduk di dekat putra keduanya. Di dekatnya Sandra termenung menelisik wajah damai anak yang tidak terlalu ia perhatikan tumbuh kembang nya.

Tanpa sadar pria itu tersenyum tipis, anak itu tampak sangat lugu bila seperti ini.

"Lihatlah wajah damainya sama seperti dirimu saat tidur, jika seperti ini dia lebih banyak mewarisi gen mu" ucap Khaisan tersirat rasa iri di dalamnya. 

Tak Satu Arah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang