49

1.7K 114 21
                                    

"Lupa menyayangi diri hingga jiwa berdebu dalam sebuah cerita"

_Reyhqn Arsenio Ghazanvar_





Happy Reading

***




Alara menghentikan langkah tepat di tengah-tengah lorong sekolah yang sepi, gadis itu membalikkan tubuh menghadap laki-laki yang menjadi sahabat baiknya.

"Kenapa?" Cowok berkemeja merah ber-almamater sekolah itu menukik-kan sebelah alisnya.

Alara menghela napas, sebenarnya ia masih sangat kesal dengan kejadian tidak menyenangkan di kantin tadi. Andai saja Reyhan tidak lebih dulu menghadap dirinya mungkin keadaan akan lebih tragis lagi, walaupun cowok itulah yang harus bersitegang di sana.

Kalau tidak ada yang mencegah mungkin ia dan gadis bernama Clarissa itu sudah baku hantam,  mengingat jiwa keduanya yang bagaikan api dan angin.

"Gue gak pa-pa, lebih baik sekarang lo selesaikan dulu semua urusan lo sama dia karena gue gak mau di anggap duri diantara kalian" ucap Alara tanpa basa-basi.

"Masalah Clarissa jangan lo pikirin, Kak." Reyhan hendak merangkul bahu Alara. Namun, gadis itu memilih menghindar.

"Mulut lo memang bilang gak usah dipikir, tapi gue tahu. Yang ada di pikiran lo sekarang cuma Clarissa." Perempuan itu menyunggingkan senyum miring kala menangkap perubahan air muka sahabatnya.

"Sok tahu, ih" elak Reyhan kembali melangkah. Namun, tutur kata percaya diri Alara berhasil mengusik indera.

"Lo tadi nampar Clarissa, Reyhan. Lo ngelakuin itu bukan semata-mata karena dia ngatain gue tapi karena lo gak suka saat dia berspekulasi posisinya terganti di hati lo, kan?"

"Enggak gitu, gue udah gak punya pera—"

"Alara benar" sela seorang laki-laki dengan membawa minuman dingin di tangannya.

Reyhan menghela napas berat, kala sosok remaja laki-laki itu berdiri di hadapannya. Lama mereka tak bertegur sapa karena ego kedua belah pihak, sekalipun bernaung di tempat yang sama.

"Apa sih nyambung aja!" sewot Reyhan.

Alfian terkekeh kecil lantas melipat tangan di depan dada. Hal kecil yang justru terlihat sangat menyebalkan di mata Reyhan.

"Mau sampai kapan? Sampai kapan, kamu akan berpatok pada apa yang orang label kan pada diri kamu? Saat orang lain mengatakan kamu tidak pantas untuk siapapun, kamu mencap diri kamu tidak pantas. Di saat orang lain mengatakan kamu tidak akan bisa membahagiakan diri kamu sendiri, kamu setuju. Lalu, ketika orang lain berkata kamu tidak bisa apapun, kamu juga meyakini itu."

"Kamu tidak berusaha membuktikan bahwa kamu layak, kamu pantas, dan kamu tidak seburuk yang mereka kira" cecar cowok bersurai legam itu.

"Lo gak tahu apapun Al!" sergah Reyhan meninggalkan oktaf bicara.

Kakaknya itu terlihat seperti guru kehidupan, yang seolah-olah paling tahu dan mengerti segalanya.

"Kakak memang tidak tahu perasaan kamu, tapi kakak bisa melihat apa yang tampak dari diri kamu" ujar Alfian begitu percaya diri.

"Kakak tahu apa yang menjadi alasan kamu putus dari orang yang menjadi satu-satunya teman kamu, ketika kita masih tinggal di rumah lama." Pemuda bernetra coklat terang itu membisu, pandangannya ia alihkan ke ujung lorong yang sepi.

"Nenek kan alasannya?" pancing Alfian.

"Kakak melihat kejadian waktu itu Rey" ungkap cowok itu akhirnya.

Tak Satu Arah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang