"Pikiran terlalu rumit hingga yang tak pasti terpaksa berakhir sakit hati"
_Reyhan Arsenio Ghazanvar_
Happy Reading
***
Alunan melodi mendayu-dayu memenuhi seisi ruangan, berbagai alat musik dimainkan dengan ritme senada yang saling besautan, melengkapi timpaan tiap instrumen.
Melodi indah mengalun menyapa indera, memainkan peranan masing-masing penuh perasaan menyampaikan makna dalam tiap bait nada.
Gemuruh tepuk tangan menutup latihan ekstra kulikuler sore itu, mereka saling memberi pujian juga kritikan dimana letak kekurangan masing-masing, dengan bahasa yang sopan dan tidak menyinggung.
"Kayaknya latihan kali ini udah cukup deh, kata Pak Rafli juga sampai jam 5 aja ini udah hampir jam enam malahan" celetuk salah seorang siswi melirik jam dinding.
"Yaudah, kita cukupkah sampai disini latihannya. Untuk yang mewakili ekskul di hari jadi sekolah nanti, tolong di matangkan persiapan nya sama lagunya juga segera di konfirmasikan" ucap Nindi Ketua ekstra kulikuler.
"Gue udah punya rekomendasi lagu yang anti mainstream, dijamin semua terkagum-kagum!" cetus Reyhan yang masih memangku gitar.
Serempak anggota ekstrak kulikuler tersebut menatapnya penasaran.
"Lagu apa tuh?" Nindi penasaran. Senyum seindah mawar beracun terpantri di wajah tampannya, dengan percaya diri menaik turunkan alis.
"Sepuluh gelombang kanan sepuluh gelombang kiri, aduhhhh" jawabannya diakhiri pekikan kala gulungan buku menggeplak puncak kepalanya.
"Goblok!" hardik si ketua ekskul.
"Dahlah pulang aja, kita tinggalkan dia!" seru salah satu anak melenggang pergi diikuti siswa-siswi yang lain.
"Yeyy, gak menghargai hasil pemikiran gue banget lo pada" dengus Reyhan meletakkan gitar pada tempatnya lantas menyusul kepergian teman-temannya.
Santai langkah kaki menyusuri lorong sekolah, sunyi tak nampak sesosok kehidupan yang berlalu-lalang. Pijakan ke 10 masih bisa-bisa saja namun semakin ia melangkah bisikan itu terdengar semakin jelas.
Bulu kuduknya meremang, ia teringat gadis-gadis di dalam kelasnya pernah bergosip perihal penghuni sekolah, mereka bilang dulunya sekolah ini bekas tempat pembantaian, yang otomatis arwah mereka yang katanya belum tenang masih bergentayangan.
Bahkan katanya dulu entah tahun berapa ada siswa yang meninggal dan jasadnya dikuburkan di bawah bangunan sekolah.
Entah darimana asal muasal berita seperti itu, yang pada intinya banyak orang menceritakan hal seperti itu, terutama di saat free class.
"Reyhan" Mempercepat langkah kala suara mengerikan mengusik keberanian.
"Reyhan" Lagi bisikan halus itu seakan tak ada lelahnya, ingin sekali rasanya ia menangis.
"Jangan ganggu gue, gue anak baik sebenarnya walaupun sering khilaf. Gue belum bayar uang kas sebulan terakhir, belum minta maaf juga soal laptop Kak Alara yang gue jadiin talenan" ucap Reyhan mengakui sebagai kehilafan nya.
Bruk
"Reyhan kurang ajar ya lo!" maki gadis dengan mata kucingnya, memukuli Reyhan dengan tasnya.
Reyhan membusungkan dada meringis merasakan hantaman tidak berprikemanusiaan dari kakak kelasnya itu. Sejak kapan pula gadis itu senang berlama-lama di sekolah, biasanya begitu bel panjang berbunyi ia adalah orang pertanyaan yang nangkring di parkiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Satu Arah [Selesai]
RandomSeutuhnya permainan Dunia tidak ada yang tahu, 'dia' hadir dalam artian berbeda. Kasih sayang yang setara adalah sebuah angan berharga yang sampai kini belum ia dapatkan. Hukuman, kemarahan, terabaikan bahkan di salahkan menjadi makanan sehari-hari...