21

2.3K 151 6
                                        

"Menunggu yang tak pasti itu menyakitkan tapi entah kenapa hati sangat menggemarinya"

_Reyhan Arsenio Ghazanvar_




Happy Reading

***






Berbaur di keramaian, canda tawa menggeleng ditemani dentuman DJ, para remaja itu saling bertukar cerita memancing tawa. Di salah satu rumah minimalis yang di jadikan kawasan kumpul bersama.

Tidak ada alkohol tapi dentuman musik yang tak terlalu keras menambah keramaian, tidak ada lampu berkelap-kelip melainkan hanya gelak tawa mengocok perut.

Air putih sebagai minuman, makanan ringan pengganjal perut menjadi pilihan, rumah yang dipenuhi kurang dari 30 orang itu tampak sangat heboh.

Terhubung di kelas yang sama menjadikan mereka bak keluarga, circle berbeda di kelas yang sama. Awalnya mereka berniat bakar-bakar tapi di beberapa menit terakhir mereka memutuskan membuat pesta dadakan.

"Rey siniin minumannya."

Reyhan menoleh menatap gadis yang berstatus bendahara kelas itu, tanpa banyak bicara ia menyerahkan segelas air putih di dekatnya. Daripada diingatkan masalah uang kas, jadi lebih baik ia tak memancing ketenangan si rentenir, begitulah kira-kira pikiran Reyhan.

"Reyhan matiin dulu ya, nanti Reyhan telpon Tante lagi" izin Reyhan memutus sepihak panggilan dari tantenya.

Tanpa ia sadari masalah apa yang akan dihadapi setelah ini, mungkin kesalahan pahaman yang tercipta di luar jangkauan Reyhan.

"Ini yang dinamakan gaya elit ekonomi sulit" celetuk Aditya mengupas kulit kacang.

"Orang dengar musik kita pasti mikir pestanya gede-gede an, kelas elit minumnya paling enggak Starbucks tapi faktanya hanya segelas air putih dengan kuaci, miris" timpal Reyhan mencibir.

"Heh tidak boleh seperti itu, ingat lirik lagu D'Masiv" ucap si ketua kelas.

"Apaan tuh" kompak yang lainnya menatap si ketua persekutuan.

"Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah" nyanyinya.

Aditya mendengus malas, katakan saja tuan rumah yang tak ingin di repot kan.

"Bersyukur sih bersyukur, tapi setidaknya teh anget lah ya" cibiran Aditya.

"Kata mama gula mahal jadi harus irit, itu masih syukur gue kasih air galon bukan air kolam" sahut gadis yang menjadi ketua kelas XI IPS 5 itu tanpa bersalah.

"Lo ngasih air putih juga setengah gelas satu orang anjir, mana gak boleh nambah lagi" kesal si bendahara dengan tingkat keiritan ketua kelasnya itu.

Tidak heran ketika lomba antar kelas, kelas merekalah yang tidak pernah menang, hak itu berkat jiwa hemat ketua mereka.

"Ngapain beli, pinjam di kelas sebelah ajalah" kata andalan penuh penghayatan.

Tapi jangan salah, walaupun begitu peralatan di kelas mereka lengkap, mulai dari sapu sampai hiasan dinding tidak ada yang kurang. Karena inisiatif meminjam yang tidak dikembalikan, itu penyebabnya.

"Air galon mahal kata mama, gak boleh boros" alibi gadis bernama Jessica tersebut. 

"Kata mama konon, bilang aja lo pelit" sarkas Reyhan.

"Bukan pelit, tapi hemat" bela Jesica tak terima dianggap pelit.

"Dahlah, cewek selalu benar" ucap Reyhan pasrah, menyadari gadis itu memiliki seribu kata pembela diri.

Tak Satu Arah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang