"Boleh marah tapi jangan lupakan kebaikannya, secuil saja pasti ada hal yang terkenang"
_Reyhan Arsenio Ghazanvar_
Happy Reading
***
Khaisan membuka pintu kasar di hempasannya tubuh jangkung anaknya tidak berperasaan, ia marah benar benar kehilangan kontrol emosi.
Di pikirnya tidak mungkin sang anak berani macam-macam tapi melihat langsung sikap Reyhan membuat Khaisan dapat menyimpulkan segalanya.
Reyhan telah hilang arah, ia melenceng dari apa yang Khaisan harapkan. Arah yang ia tujukan tak di turutin, anak itu malah memilih arah lain sesuka hati.
Reyhan tidak lagi takut berbicara padanya, matanya tidak lagi mengisyaratkannya damba kasih sayang, dan Khaisan tidak menyukai itu. Ia mengirim satu anaknya jauh bukan untuk hak ini, ia ingin Reyhan mengerti jika dunia akan kejam tanpa keluarga.
Namun, ia salah berharap Reyhan mengerti anak itu justru hilang kendali, mengerti yang Reyhan tangkap berbeda dengan yang Khaisan harap.
"Sikap kamu sangat kurang ajar Reyhan! Kamu tidak memiliki hak berbicara seperti tadi!" kecam pria itu.
Reyhan tak menyahut, remaja itu hanya berdiri memperhatikan kamarnya sendiri yang didominasi warna abu-abu bukan biru seperti warna kesukaannya dulu.
"Kamu dengar tidak Papa bicara! Bisu kamu?! Papa kira kamu di sini belajar yang benar, papa kira kamu tidak melupakan attitude yang papa ajarkan! Tapi nyatanya kamu terus saja mengecewakan, tidak di sana tidak di sini kamu tidak pernah membuat papa bangga!" ucap Khaisan meninggikan suara.
Reyhan kali ini menatap tepat pada obsidian sang ayah, menyoroti pria itu dengan perasaan terluka, netra yang basah ia tahan agar tak meneteskan luka.
"Papa malu Reyhan, papa malu mengakui kamu di hadapan teman-temannya papa. Kamu bodoh, tolol, ceroboh semua keburukan kamu kuasai dan sekarang etika sopan santun pun kamu tidak miliki. Buruk Reyhan masa depan kamu! Kamu gagal kamu manusia gagal!" papar Khaisan tanpa berpikir.
"Papa pikir aku gak malu punya keluarga macam ini, keluarga yang hanya mementingkan materi, keluarga palsu yang menghina anggota keluarganya sendiri. Papa kira aku mau lahir di tengah-tengah keluarga yang sama sekali tidak menginginkan Reyhan lahir bahkan mengharapkannya mati!" balas Reyhan penuh luka.
"Kalau papa tidak mau Reyhan jadi anak papa, kenapa tidak papa minta mama menggugurkan Reyhan pa!"
Bugh
"Reyhan!"
Bentakan amarah seirama dengan pukulan keras menghantam sudut bibir, menjadi salam pertemuan yang menyenangkan bukan.
Mereka saling meninggikan suara, tidak saling menyapa selayaknya orang tua dan anak, sama-sama ego yang ditinggikan. Sandra menolehkan paksa kepala sang anak agar menghadap dirinya, ia bisa melihat sudut bibir itu terluka.
"Kamu menyakiti hati mama Rey, kamu benar-benar keterlaluan. Mama memperjuangkan kehidupan kamu Reyhan! Mama melahirkan kamu bertaruh nyawa! Tapi apa kamu dengan mudah mengatakan kalimat menjijikkan itu, perjuangan mama kamu tidak pikirkan Rey, hah!" damprat Sandra dengan kekecewaan mendalam.
"Kamu mikir gak perasaan mama Reyhan? Kamu ngerti gak beratnya jadi mama? Enggak kan!" murka Sandra menahan tangis.
Semudah itu anaknya berucap, tidak tahukah dia sekuat apa ia berusaha mempertahankan dirinya, tidak pernah terbesit menggagalkan sang anak bernapas di dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Satu Arah [Selesai]
AléatoireSeutuhnya permainan Dunia tidak ada yang tahu, 'dia' hadir dalam artian berbeda. Kasih sayang yang setara adalah sebuah angan berharga yang sampai kini belum ia dapatkan. Hukuman, kemarahan, terabaikan bahkan di salahkan menjadi makanan sehari-hari...