17

2.1K 143 25
                                    

"Di persimpangan jalan bayangnya telah pergi tanpa pamit"

_Reyhan Arsenio Ghazanvar_





Happy Reading


***






Terkadang jarum waktu terasa lamban berputar, hentakan detik terdengar sangat memuakkan bahkan satu jam duduk diatas karpet berbulu halus serasa berpuluh tahun lamanya.

Bosan merengkuh setiap saraf, mencoba menghidupkan mesin otak menjelajahi kegiatan ampuh pengusir gundah, tapi nampaknya saraf-saraf otak tengah malas menerjemah keinginannya.

Untuk pertama kalinya buku tidak mampu menjadi obat di atas rasa bosannya, remaja berhidung mancung dengan mata coklat hitam nya bersandar tanpa daya pada sofa di belakang tubuhnya.

Sebagai satu-satunya anak muda di rumahnya, Alfian sangat merasa kesepian. Bagaimana tidak, biasanya ada sang adik yang memiliki seribu jurus pengusir rasa suntuk, entah itu bermain PS, bermain layangan, memanjat pohon mangga atau bersepeda berkeliling komplek.

Tapi ketika ia lakukan seorang diri tidak sama menyenangkannya serasa ada yang kurang dan terasa membosankan.

"Argghhh! Kenapa Reyhan gak pergi pas tahun ajaran baru mau dimulai aja sih" kesalnya frustrasi.

Ayahnya mungkin terlalu senang berjauhan dari salah satu anaknya sehingga dengan tidak sabaran meminta adiknya pergi dari rumah.

Apalagi pria dewasa itu bukan hanya meminta adiknya itu melanjutkan studi di luar kota melainkan lebih terdengar seperti mengusir secara halus. Ah, menyebalkan.

Namun, ia tak bisa marah atau menyalahkan justru mungkin ini yang terbaik untuk Reyhan.

Setidaknya Alfian akan memberikan waktu sang adik bebas di luar sana mencari teman dan kesenangan tanpa harus dibandingkan dengan dirinya.

Bagaimanapun dirinya merasa tak enak hati sebab harus menjadi model yang selalu dilebih lebihkan. Padahal dirinya sendiri merasa tidak seistimewa itu.

"Sedang apa kamu Al?" tegur pria berusia senja menatap aneh cucunya.

Alfian menghentikan tangan yang ia gunakan mengacak-acak rambut, membenahi posisi duduk ia meoleh pada sang kakek yang turut mendaratkan bokong di atas karpet berbulu lembut.

"Kenapa kakek izinkan Reyhan pergi dari sini?!" todong Alfian dengan kekesalan.

Garendra mengernyit heran, bukankah ia sudah sering kali menjawab pertanyaan itu dan apakah anak itu tidak bosan bertanya hal yang sama setiap hari.

Sudah hampir tiga Minggu lebih ia mendengar keluhan yang sama dari orang yang sama pula.

"Kamu tidak lelah bertanya itu itu saja, kakek saja sampai bosan menjawabnya" sahut Garendra jengah.

"Habisnya kakek setuju gitu aja sama ucapan papa, Al di sini juga butuh teman kek lagipula Reyhan gak salah dengan menenteng keinginan perjodohan itu" sungut remaja itu kembali mengungkit kekesalannya.

"Alfian, kamu itu cucu pertama di keluarga ini apapun itu kamu yang harus diutamakan. Kebahagiaan kamu, dan apapun kebutuhan kamu itu yang harus di nomor satukan setelahnya baru yang lain. Kamu yang akan menjadi penerus keluarga ini kelak bukan Reyhan, kakek yakin dia tidak bisa apa-apa, maka dari itu kakek akan memastikan kebahagiaan kamu di masa mendatang dan itu jatuh pada Clarissa" papar Garendra lemah lembut.

Tak Satu Arah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang