"Karena nyatanya semua orang punya buku masa lalu dan sebagai dari buku usang itu lebih baik jangan di buka kembali"
_Reyhan Arsenio Ghazanvar_
Happy Reading.
***
Di luasnya semesta tak terpusat pada satu titik mata angin, setiap penjuru memiliki arah mata angin nya tersendiri. Begitu pula hasil dari setiap arah akan berbeda dari arah yang lain.
Sekumpulan umat manusia di tempatkan pada satu titik tengan, lalu mereka sendirilah yang akan bergerak pada arah yang mereka inginkan, entah utara atau selatan individu sendiri yang memutuskan dengan segala konsekuensi yang dikenakan.
Hal ini menjadi dasar mengapa sudut pandang orang tidak akan sama, iya karena arah mereka memandang tidak sama dengan kita. Tidak bisa memaksakan apa yang di lihat dan menurut kita benar pada orang lain.
Seperti sebuah foto, satu gaya yang di jepret dari sudut yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda pula.
Lalu bagaimana dengan manusia yang bisa satu frekuensi?
Sefrekuensi hanyalah seutas tali yang menghubungkan tingkah laku yang kebetulan mirip, karena kebenaran satu frekuensi apapun itu pasti ada banyak perbedaannya.
Jangan menampik fakta bahwa manusia akan lebih fokus pasa sudut pandangnya sendiri.
Pria dengan rambut memutih itu juga melakukan hal yang sama, ia hanya terfokus pada arah pandangnya tersendiri. Jika, ditanya mengapa tidak menyukai salah satu anggota keluarga. Pria itu dengan mudah menjawab.
Jika mencintai tanpa alasan, maka tidak menyukai juga tidak butuh alasan.
"Kamu ngapain ke mari" ketus Garendra menatap seorang anak muda yang tidak pernah ia sukai.
Pemuda yang masih mengenakan seragam sekolah itu menghela napas berat, kalau bukan karena suruhan sang Tante dan sebagian rasa kekeluargaan yang dirinya miliki ia tak akan datang ke bangunan yang identik dengan orang sakit.
"Mau jenguk nenek" sahutnya tenang.
"Tidak perlu! Bukannya kondisi istri saya membaik yang ada semakin memburuk, terlebih niat dan tujuan kamu tidak ada yang tahu. Bisa saja kamu memanfaatkan situasi untuk membalas dendam" ujar kakek berburuk sangka.
Tidak mungkin cucunya itu datang tanpa adanya niat terselubung, oleh karenanya ia harus lebih waspada. Belum lahir saja sudah membuat keluarganya kehilangan dua orang berharga sekaligus apalagi sekarang.
Remaja yang tak lain adalah Reyhan, menggaruk pipinya dengan memasang wajah malas. Bisa-bisanya kakek berpikir sebdangkal itu. Berprasangka buruk pada cucunya sendiri, pemikiran yang sangat di luar nalar.
"Kakek ini sudah tua masih saja berpikir yang tidak-tidak, nanti kalau kakek sakit yang kakek mintai tolong juga cucu kakek" ucap Reyhan memelankan suaranya.
Garendra mendelik dengan mata tajamnya, ucapan itu memang tidak ada salahnya tapi berbeda dengan apa yang dirinya artikan.
"Kamu ngatain kakek tua?! Kamu doain kakek sakit-sakitan hah?!" damprat pria itu mengetuk lantai rumah sakit menggunakan tongkat berwarna hitam yang membantu menopang tubuh senjanya.
"Susah memang kalau ngomong sama kekek-kakek ini" batin Reyhan yang merasa tak pernah benar di mata sang kakek.
"Yasudah terserah kakek deh, sekarang Reyhan mau menjenguk nenek dulu biar tante Za gak marah"

KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Satu Arah [Selesai]
DiversosSeutuhnya permainan Dunia tidak ada yang tahu, 'dia' hadir dalam artian berbeda. Kasih sayang yang setara adalah sebuah angan berharga yang sampai kini belum ia dapatkan. Hukuman, kemarahan, terabaikan bahkan di salahkan menjadi makanan sehari-hari...