"Hadirnya berawal dari luka dal pijak kaki mendorong jauh dalam jurang derita"
_Reyhan Arsenio Ghazanvar_
Happy Reading
***
Malam membawa bintang seiring dendang angin menusuk kulit, bertebaran jauh di angkasa kelap-kelip mencoba menerangi gulita.
Bersila di pinggir kolam renang, sepi seorang diri tanpa sandaran tuk wadah bercerita. Keluh kesah disimpan membangkitkan gemuruh menyesakan rongga dada, kelam tenggelam binar di mata terhalang kepulan lelehan penanda lara.
Kosong sorot manik coklat terang itu, mata memerah berkaca-kaca, pipi basah berkat titihan air mata yang dibiarkan begitu saja.
Tak ada keluh kesah terucap, hanya diam meresapi setiap rasa sakit.
Setelah kepulangan Clarissa dan keluarganya hanya rasa sesak menyelimuti, tangis gadis itu masih terasa di depan mata, penolakan keras yang di deklarasikan tidak menghasilkan apapun.
Intonasi tegas tak terbantahkan mematahkan hati dalam jiwa yang lebih muda.
"Saya harap kamu tidak menjadi benalu dalam kebahagiaan orang lain!" ucapan Gerald seakan menghantamkan pada kenyataan.
"Alfian itu punya pendirian dan sangat bertanggungjawab, sementara kamu tidak lebih dari sampah rongsokan" cacian sang nenek kembali membandingkan.
Ini bukan kali pertama rangkaian kalimat menyakitkan ia dengar tapi kenapa rasanya semakin menyakitkan, ia tahu tidak akan ada yang menerima hubungannya dengan Clarissa tapi mengapa harus Alfian yang menjadi salah satu alasan.
Selalu saja seperti ini, setiap hal akan mengingatkan seberapa dibawah ia, jika dibandingkan kakaknya sendiri.
"Reyhan" seorang menepuk bahunya seraya turut mendaratkan bokong di lantai pinggir kolam renang.
Reyhan menoleh sekilas, untuk apa kakaknya itu menemuinya tidakkah puas menjadi alasan sakit hati adiknya sendiri.
Sungguh untuk saat ini ia hanya ingin menyendiri tanpa gangguan apapun, dan jika boleh jujur emosi Reyhan sedang tidak baik-baik saja.
Ia takut kehilangan kontrol ketika emosi yang ditahan meluap dan berujung menyakiti hati orang lain.
"Di luar dingin Rey, nanti kamu sakit" ucap Alfian perhatian.
Reyhan mendengus, ia sudah sakit dari lama, sakit yang tidak kasat mata namun, nyata adanya dan mungkin ia hampir tidak bisa kembali kepermukaan saking dalamnya tenggelam dalam lara.
"Ucapan mereka jangan di dengar anggap saja angin lalu. Mereka hanya sedang bingung bereaksi seperti apa" ucap Alfian.
Dia tak ingin Reyhan berpikir terlalu jauh hingga membuat adiknya itu menyimpulkan hal yang tidak benar.
"Bicara itu gampang, tapi yang mengalaminya langsung itu aku, yang mereka caci maki itu aku bukan kakak. Kakak mana tahu apa yang saat ini aku rasakan" seloroh Reyhan berdiri dari duduknya.
"Maaf Reyhan, kakak tau kamu kecewa dengan persetujuan kakak dengan perjodohan itu, jujur kakak tidak tahu kalau kalian pacaran kalau kakak tahu pasti kakak akan menolak" ujar Alfian turut berdiri menghadap adiknya.
Reyhan tersenyum miring, bahkan Alfian tahu bahwa dirinya menyukai Clarissa apa itu tidak cukup menjadi pertimbangan.
"Oh iya, bukannya kakak tahu aku suka sama dia, kakak mikir gak perasaan ku saat itu? Dan sekarang semuanya terlambat, lagi dan lagi berakhir sama" sinis Reyhan ingin pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Satu Arah [Selesai]
RandomSeutuhnya permainan Dunia tidak ada yang tahu, 'dia' hadir dalam artian berbeda. Kasih sayang yang setara adalah sebuah angan berharga yang sampai kini belum ia dapatkan. Hukuman, kemarahan, terabaikan bahkan di salahkan menjadi makanan sehari-hari...