"Tidak semua mengerti apa yang kita rasakan dan tidak semua orang menyukai kita"
_Reyhan Arsenio Ghazanvar_
Happy Reading
***
"Okey, semangat, semangat, semangat! Pasti bisa!" seru remaja bersurai pirang menyemangati diri sendiri.
Ujian kelulusan di mulai hari ini, gugup cemas berusaha di halau Reyhan meyakinkan diri tidak akan gagal ia akan menunjukkan segala usaha yang dilakukan tidak sia-sia.
Mencoba memahami materi di buku, mengabaikan rasa kantuk ia belajar demi mendapat pujian bangga keluarga.
Ia ingin seperti Alfian, maka dari itu ia harus lebih pintar lagi tentunya.
"Papa dengar hari ini ujian kelulusan di mulai" Seorang pria berpakaian kerja rapi lengkap dengan tas hitam di tangannya menghadang langkah sang putra.
Semangat Reyhan mengangguk membenarkan, tersenyum lebar di hadapan sang ayah.
Khaisan menatap datar sang anak menelisik penampilannya.
"Kali ini jangan mengecewakan, papa tidak ingin menanggung malu dengan nilai merah kamu. Pastikan nilai kamu menjadi yang pertama bukan yang kedua ataupun yang kesekian" ujar Khaisan pergi menuju meja makan.
Reyhan terdiam di tempatnya, bolehkah ia berharap ucapan semangat dari sang ayah bukan sebuah tuntutan yang harus terpenuhi.
Bisakah untuk satu kali saja bukan hasil yang dilihat melainkan proses, ia berusaha semaksimal mungkin belajar dan mengabaikan waktu beristirahat demi memenuhi suatu tuntutan yang dipukulkan.
Tapi mengapa selalu hasil yang di lihat sementara proses dan usaha terabaikan, keberhasilan selalu menjadi tolak ukur tanpa tahu menahu dengan sesuatu yang disebut usaha.
Ada yang bilang "Gagal itu wajar, seorang ilmuwan juga pernah gagal"
Dan ketika kegagalan menghampiri banyak yang saling tatap, menggunjing dan berkomentar seolah gagal adalah hal paling nista.
"Pantas gagal orang gak ada usaha"
"Pemalas"
"Kerjanya cuma main-main"
"Gak bisa di banggakan, beda sama kakaknya"
Pada akhirnya ia hanya bisa diam menerima anggapan orang lain, bingung ingin merespon seperti apa saat yang akan kita katakan hanya berakhir angin lalu.
Bukankah orang hanya tau berkomentar tanpa beban, terserah mereka saja ingin mencetuskan apa entah yang mendengar akan sakit hati atau tersinggung mereka tidak peduli.
Terlalu mencampuri kehidupan orang lain mereka sampai lupa sekat batas yang tidak boleh di lewati, menitik beratkan suatu beban yang tidak seharusnya pada orang lain itu, tidaklah dibenarkan.
Reyhan masih teringat jelas bagaimana rekan sebaya menjauhi bahkan memanfaatkan dirinya, ia sadar itu, mau bagaimana lagi ia ingin memiliki teman meskipun ia sering menjadi kacung.
Sampai pada akhirnya ia tak mau di perbudak, ia ingin berteman dengan mereka yang benar-benar menjadi teman bukan datang karena ingin memanfaatkan.
Dan hanya satu umat manusia yang mau menjadi sosok itu untuknya.
"Mau apa kamu?" tegur wanita yang selalu menatap sinis dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Satu Arah [Selesai]
AcakSeutuhnya permainan Dunia tidak ada yang tahu, 'dia' hadir dalam artian berbeda. Kasih sayang yang setara adalah sebuah angan berharga yang sampai kini belum ia dapatkan. Hukuman, kemarahan, terabaikan bahkan di salahkan menjadi makanan sehari-hari...