"Tetap semangat walaupun hidup penuh drama tidak menyenangkan"
_Reyhan Arsenio Ghazanvar_
Happy Reading
***
Hati manusia bisa berubah. Itu memang benar, tapi apa bisa hanya dalam hitungan satu malam langsung berubah drastis tanpa celah? Rasanya tak mungkin.
Hal aneh yang tengah terjadi sejak pagi dialami si pemeran utama dalam ceritanya sendiri, hingga ia pulang dari kewajiban menimba ilmu pun keanehan itu semakin menjadi.
Pria dewasa beruban itu sekarang memperlakukannya selayaknya memperlakukan Alfian, tidak ada tatapan sinis atau gunjingan pedas menyayat hati. Apa kakek sudah bisa menerima ia sepenuhnya?
Reyhan senang, sungguh.
Kakek menyapanya dengan senyum, menawarinya makan, mengajak bicara tanpa membandingkan dengan Alfian. Seperti saat ini kakek mengajaknya mengobrol berdua di teras belakang rumah dekat kolam renang, tak ada guratan benci dari pria itu.
Pemuda itu merasa canggung kala menjawab pertanyaan sang kakek yang berbeda dari biasanya.
Banyak hal yang kakek tanyakan mulai dari hobi, impian, senang tidak bersekolah di tempat pilihan Aliza, sampai kegiatan sehari-hari pun sang kakek tak terlewatkan.
Ditemani secangkir teh hangat dua manusia berbeda usia itu berdialog sambil menanti senja tiba, sesekali tergelak akan kalimat lucu yang terucap.
"Ternyata banyak hal yang kakek tidak tahu tentang kamu" ucap Garendra menyeruput teh nya.
"Reyhan juga, Rey pikir kakek tidak bisa tertawa selama ini" kata cowok itu bergurau.
Garendra terkekeh pelan, lumayan seru juga mengobrol santai dengan cucu bungsunya ini. Ia akui selera humor mereka tidak jauh berbeda, hanya saja waktu yang berat membuat mereka bagaikan duri dan balon.
"Jadi, kakek mau diajak pindah ke Jakarta itu karena paksaan papa?" tanya Reyhan kembali dalam topik pembicaraan mereka di awal.
Tanpa keraguan Garendra mengangguk. "Papa kamu itu sangat keras kepala, dia bisa melakukan apapun agar kakek mengabulkan permintaannya. Keras kepala Khaisan menurun pada kamu"
Reyhan menyetujui apa yang dikatakan sang kakek, mungkin karena sama-sama keras kepala makanya ia dan sang papa tidak pernah akur. Dirinya akui berselisih faham dengan Khaisan tidak akan berujung perdamaian jika tidak ada orang yang menengahi.
Cukup lama terdiam akhirnya kakek kembali bersuara, kalimat yang terucap membuat Reyhan menukik-kan alis tak mengerti.
"Hari ini kakek sudah baik padamu, bukan? Maka, sekarang giliran kamu yang harus baik kepada kakek" ucap Garendra tersenyum penuh arti.
"Maksudnya?"
"Jadilah cucu yang baik dan penurut, hari ini kakek sudah baik padamu maka beri imbalan dengan. Pergilah yang jauh dari keluarga ini" titah kakek sedikit berbasa-basi.
Remaja itu terhenyak oleh perkataan kakeknya, secepat itu kakek mengganti kulitnya. Berpura-pura baik lalu kembali menikam kala ia lengah.
Seharusnya Reyhan sadar tidak mungkin seseorang berubah begitu cepat dan harusnya ia tak menyusun kembali puing-puing harapan.
"Kakek mengusir Reyhan?" tanya Reyhan tak percaya.
Dalam satu hari kakek membuatnya percaya jika keluarga bahagia itu ada untuknya, tapi tidak butuh satu menit pria itu kembali mengubur harapan yang hampir melambung tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Satu Arah [Selesai]
RandomSeutuhnya permainan Dunia tidak ada yang tahu, 'dia' hadir dalam artian berbeda. Kasih sayang yang setara adalah sebuah angan berharga yang sampai kini belum ia dapatkan. Hukuman, kemarahan, terabaikan bahkan di salahkan menjadi makanan sehari-hari...