"Menangis lah jika itu membuatmu merasa lebih baik dan berjanjilah setelahnya kau akan kembali dengan senyuman"
_Reyhan Arsenio Ghazanvar_
Happy Reading
***
Di ruang tertutup kedap suara Reyhan duduk berhadapan dengan sebuah alat musik yang dimainkan dengan cara di tekan, berdecak kagum mengamati isi salah satu ruangan dalam unit apartemen mewah tempat tinggal barunya.
Jika di rumahnya dulu tidak di perbolehkan menyentuh alat-alat pengalun melodi itu maka slama tiga hari di kota baru ini, sang Tante menyimpan sebuah ruangan khusus berisi beberapa alat musik. Gitar, Piano, Drum bahkan Biola di belikan untuknya, tentunya sang Tante yang mempersiapkan untuknya.
Di rumahnya dulu ia tak diizinkan bermain musik katanya itu hanya hal tidak berguna, pernah ia membeli sebuah gitar akustik untuk di jadikan alat menghibur diri di kala suntuk, tapi sayang gitar itu di banting sang ayah hingga hancur tepat di hadapannya.
Papa bilang bermain musik itu hanya membuang waktu, lebih baik mencari hobi lain yang jauh lebih berguna.
Dan sekarang ia bebas mengeksplorasi hobi tanpa harus takut di marahi. Jadi, apa Reyhan harus sedih atau senang di situasi seperti ini.
"Di satu sisi aku tidak lagi mendengar cemoohan keluarga sendiri dan mendapat hukuman setiap waktu, tapi di sisi lain harus terbiasa hidup sendiri, tanpa bantuan siapapun, dan berjauhan dari sanak saudara" monolog Reyhan dengan menekan asal toots piano.
Sedari kecil Reyhan terbiasa bergantung pada sosok Aliza, pada hal-hal kecil saja ia akan meminta pendapat dari wanita itu.
Lalu Aliza akan memberikan pendapat dari setiap sudut pandang dan selalu menyelipkan "Itu menurut Tante, Dan kamu lakukan saja yang menurutmu benar jangan takut, karena Tante akan selalu berada di belakang kamu memastikan kamu tidak akan terjatuh terlalu dalam" diakhiri kalimatnya.
Terkadang ia berpikir sebenarnya yang menjadi orang tuanya siapa? Khaisan atau Aliza.
Menghela napas panjang ketika kembali terbayang kisah di masa lalu, di mana puing-puing peristiwa serasa mengoyak jantung.
Reyhan selalu merasa iri pada kakaknya sendiri, yang sebisa mungkin di tutupi.
Mengingat bagaimana Alfian hidup berlimpah cinta dan perhatian sementara ia yang juga berstatus anak tidak mendapat hal serupa, wajar bukan jika penyakit hati itu muncul?
Sering kali semasa kecil Reyhan mengintip kedua orang tuanya yang menemani sang kakak tidur, bercerita kisah jenaka, bahkan menemani Alfian bermain. Sementara Reyhan hanya mampu menatap iri dari balik pintu atau ujung tangga, hah menyakitkan.
"Wah Alfian memang anak yang pintar"
"Hahahaha papa lucu ya, takut sama badut"
"Memang dasarnya Mama kamu aja yang tidak suka udang"
"Nanti kita pergi makan bertiga"
Sakit sekali hati Reyhan mengingat bagaimana ia bersembunyi di balik pintu, mengintip orang tua juga kakaknya bercada dan tertawa bahagia, hal yang tidak pernah Reyhan alami.
"Al mau mainan baru, pa"
"Kita beli"
"Kamu mau makan apa hari ini Al, nanti biar mama buatkan khusus untuk kamu"

KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Satu Arah [Selesai]
RastgeleSeutuhnya permainan Dunia tidak ada yang tahu, 'dia' hadir dalam artian berbeda. Kasih sayang yang setara adalah sebuah angan berharga yang sampai kini belum ia dapatkan. Hukuman, kemarahan, terabaikan bahkan di salahkan menjadi makanan sehari-hari...