18

2.1K 151 38
                                    

"Yang terjadi itu beralasan, dan mungkin untuk saat ini sama-sama perlu ruang dan waktu untuk sendiri"

_Reyhan Arsenio Ghazanvar_







Happy Reading

***









Lima belas purnama berlalu tanpa mau menunggu, hitungan hari silih berganti merubah banyak hal tanpa di sadari. Mulai gaya bicara hingga pemikiran turut teralihkan, mungkin sebab pengaruh lingkungan.

Ia yang kini menginjak kelas 11 SMA nyatanya telah terbiasa melangkah seorang diri. Satu tahun lebih tak lagi bertemu keluarga menjadikannya sosok yang sangat jauh berbeda, bahkan disaat libur akhir tahun pun ia tak memiliki niatan pulang ke rumah orang tua.

Sebenarnya rasa sakit hati membuat dirinya enggan bertatap muka dengan 'mereka' menurutnya dengan ia di sana justru membuat keadaan kacau, jadi lebih baik ia menjauh untuk waktu yang lama.

Bertukar kabar lewat jejaring sosial media juga tak pernah, kedua pihak sama-sama menguatkan ego, terputus komunikasi menjadikan ikatan darah terdengar asing.

Namun, untuk urusan uang ia tak merasa kekurangan sedikitpun, sebab ayahnya rutin mentransfer kan sejumlah uang di tambah sang Tante yang tidak pernah absen mengisi rekeningnya dengan angka fantastis.

Di gelimangkan kekayaan namun minim perhatian dan kasih sayang, begitulah kehidupan seorang Reyhan Arsenio Ghazanvar.

Menggeliat di bawah hangat pelukan selimut, netra sayu menyesuaikan cahaya, menguap lebar seraya melirik nakas. Seketika bola matanya melebar tak percaya, mengucak mata memastikan penglihatan pukul 7:20 itu artinya gerbang sekolah telah di tutup 15 menit yang lalu.

"Aaaaaa!" jeritnya heboh berlari menuju kamar mandi.

Sekitar 7 menitan ia telah siap dengan seragam sekolah yang melekat tidak sempurna di tubuhnya, mengabaikan rambut yang belum di sisir, tergopoh-gopoh mencari kunci motor yang sialnya ia lupa letakkan di mana.

"Kebiasaan kalau kepepet gini semua hilang dari peradaban!" gerutu Reyhan mengubrek-ubrek seisi kamar, ingin sekali ia membanting almari saking kesalnya setelah melirik jam yang hampir menunjukkan angka 8.

"Di ruang tamu kali ya?" gumamnya seraya berlari.

Setelah memodifikasi seisi apartemen menjadi kapal pecah kunci si kuda besi tak kunjung tertangkap mata.

Dengan tingkat emosi meledak-ledak Reyhan menghempaskan sepatu yang sedari tadi ia ten-teng, sesuatu benda berhasil memukul jidat berulangkali melampiaskan kejengkelannya.

"Ini gue terlalu bodoh dan tolol sepertinya!" kesal Reyhan mengambil kunci yang terjatuh dari dalam sepatu.

Tanpa berpikir apapun lagi ia segera meninggalkan unit apartemen kalangan elit itu, sampai pada lima belas menit kemudian dengan kecepatan motor mengalahkan Valentino Rossi ia sampai di depan gerbang sekolah yang tertutup rapat.

Menstadart motor hitam miliknya Reyhan mulai mainkan otak agar bisa masuk ke dalam sekolah, mengingat ia sangat-sangat terlambat.

Tidak mungkin ia memanjat tembok SMA Gentara yang dilapisi pecahan kaca tajam diatasnya, jika ia masuk lewat gerbang belakang pun pasti langsung di seret ke ruang BK.

Sedikit merapikan  pakaian Reyhan turun dari atas motor, dengan keteguhan hati ia berjalan mendekati pagar besi yang menjulang tinggi.

Matanya menyapu sekitar memastikan tidak ada guru. 

Tak Satu Arah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang