"Sebagai besar perasaan orang lain sangat rumit untuk dimengerti, cara mereka menunjukkan dan cara kita menangkap terkadang bertolak belakang."
_Reyhan Arsenio Ghazanvar_
Happy Reading
***
Di tengah-tengah temaram sesosok remaja laki-laki duduk di atas dinginnya ubin tanpa alas, punggung rapuhnya ia sandarkan pada pinggiran ranjang. Terhitung hampir dua jam lamanya ia tak beranjak sedikitpun.
Ia menyorot kosong pecahan kaca di sekitarnya, beberapa kertas art paper terkoyak memisahkan hasil jepretan kamera di dalamnya. Netra indahnya tak henti menumpahkan linangan air mata, hatinya sangat sakit saat dipaksa meminum racun oleh seseorang yang biasanya menuangkan sirup manis untuknya.
Kini Reyhan patah oleh rasa percaya yang begitu besar, jiwanya terasa di tikam berulangkali sampai rasanya ingin mati.
Penampilannya kini jauh dari kata baik, rambut acak-acakan, pakaian yang di kenakan kusut, manik sembab berair menjadi gambaran sehancur apa hatinya saat ini.
Dalam diamnya ia menangis pilu, meratapi segala pedih seorang diri. Baik dari fisik maupun psikis, ia telah hancur.
Segalanya lebur dalam permainan kejam semesta.
"S-sakit" rintih cowok itu menepuk-nepuk dadanya, sesak.
"Tante tidak akan meninggalkan kamu Rey."
"Kan masih ada Tante di sini."
"Kamu keponakan kesayangan Tante."
"Tante sayang kamu, Tante akan selalu ada untuk kamu."
"Ceritakan semuanya pada Tante Reyhan."
"Kamu berharga."
"Jangan sedih ya, walaupun mereka tidak menerima kamu Tante selalu ada di belakang kamu, mendukung kamu."
Reyhan menggigit bibir bawahnya, isak tangis terdengar memilukan. Aliza adalah orang selalu memberi sandaran dikala ia lelah menghadapi kerasnya dunia, menepuk pundak mengatakan 'tidak apa-apa, jangan takut' memberi keberanian dalam langkah yang diambilnya.
Namun, malam ini ia disuguhkan pada sepiring kenyataan yang menjadi menu penutup makan malam. Tantenya, orang yang paling ia kagumi dan paling dipercayai. Telah mengkhianati dirinya, perlakukan manis selama ini hanya sebuah tipu daya. Kepercayaan yang ia beri begitu besar berakhir pada kubangan rasa kecewa.
"Kenapa harus Reyhan? Apa Reyhan tidak boleh bahagia?" monolog pemuda itu pedih.
Sejujurnya ia masih berharap ini hanya mimpi buruk, segala tipu daya Tantenya tidaklah benar.
Reyhan tidak bisa menyalahkan segala kecewa dan sakit hati pada orang lain, karena di sini ia juga bersalah. Bersalah karena terlalu naif pada keadaan, ia terlalu labil memahami orang-orang di sekitarnya.
Beberapa kali mendapati gelagat aneh wanita itu, tak sekalipun ia menaruh curiga.
Benar kata orang. Jangan mempercayai orang dengan berlebihan, sewajarnya saja. Sebab, kekecewaan terbesar datang dari mereka yang bisa dipercaya.
Pemuda itu telah jatuh dalam jurang keterpurukan, luka paling pedih ia enyam seorang diri. Setelah pengkhianatan ini siapa yang mau menggandeng tangannya dikala pelita tak lagi memberi cahaya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Satu Arah [Selesai]
RandomSeutuhnya permainan Dunia tidak ada yang tahu, 'dia' hadir dalam artian berbeda. Kasih sayang yang setara adalah sebuah angan berharga yang sampai kini belum ia dapatkan. Hukuman, kemarahan, terabaikan bahkan di salahkan menjadi makanan sehari-hari...