56

2.4K 202 46
                                    

"Kalau hari ini waktu tidak berpihak kepada kita, mungkin esok hari waktu yang akan menjadi milik kita."

_Reyhan Arsenio Ghazanvar_






Happy Reading

***


Terdiam membisu mengamati setiap sudut bangunan yang menjadi tempatnya bernaung beberapa bulan terakhir, nampaknya ini akan menjadi kali terakhir ia menginjakkan kaki di rumah dengan desain interior megah.

Ragu-ragu Reyhan menarik gagang kopernya, sebagian hatinya ingin pergi, tetapi beberapa puing rasa meminta tuk menetap. Ia jadi sedikit ragu.

Apa keputusan ini sudah benar?

Apa dengan melangkah pergi keadaan akan menjadi lebih baik?

Mungkin saja tidak.

Namun, menenangkan diri juga perlu, dengan jalan ini ia bisa sedikit mengobati lara di hati. Kalaupun nanti harus kembali setidaknya kepedihan tidak terlalu mendominasi.

Reyhan menghentikan langkah tepat di undakan terakhir, pandangannya terpusat para orang dewasa yang terlihat bersitegang.

"Kamu tidak boleh pergi Sandra! Kamu akan tetap tinggal di sini begitu juga Reyhan!" damprat Khaisan merebut paksa koper berwarna hitam milik istrinya.

"Untuk apa? Mungkin aku bisa bertahan tinggal di sini sekalipun kedua orang tuamu membenciku, tapi bagaimana dengan anakku?" ucap Sandra setenang mungkin.

"Dia anakku juga, kali ini aku pastikan dia tidak akan terluka. Baik orang tuaku, adikku, ataupun diriku sendiri tidak akan menciptakan luka segores pun. Aku berjanji, tapi tolong kalian jangan pergi" mohon pria dua anak itu meraih jemari wanitanya. 

Sandra menghela napas berat, menatap tangan yang di genggam suaminya. "Maaf"

"Kalian tetap ingin pergi? Kalian ingin meninggalkan aku?" cecar laki-laki itu tidak terima.

"Tidak, kamu maupun Reyhan tidak akan bisa meninggalkan rumah ini!" tegas pria itu tajam.

"Berhentilah bersikap egois!" hardik Sandra.

"Aku egois untuk mempertahankan keluarga kita!" seru Khaisan.

"Aku egois karena aku tidak mau kehilangan kalian" sambung Khaisan menurunkan nada bicaranya.

Bukannya memberi jawaban Sandra justru memalingkan wajahnya.

Khaisan beralih pada putra bungsunya yang mendekat dengan menggeret koper berwarna biru tua, hal itu memastikan bahwa kata 'pergi' yang istrinya katakan bukan bualan semata.

"Kamu mau meninggalkan Papa, Rey?" todong pria itu tanpa ba-bi-bu.

"Papa kan udah sama Alfian di sini, gak ada gunanya juga kan Reyhan tetap di sini" sahut Reyhan berusaha setenang mungkin.

Menggeleng tidak terima atas ucapan putra bungsunya, Khaisan sadar atas kesalahannya yang begitu besar.

"Maafkan Papa Rey, Papa salah. Tolong jangan tinggalkan Papa" pinta Khaisan.

Bagaimana cara menjelaskan bahwa Alfian dan Reyhan memiliki tempat yang sama dalam hatinya, kedua anak itu sama tapi tidak bisa disamakan. Khaisan tidak bisa kehilangan salah satunya.

"Bawa barang-barang kamu kembali kamar, ya. Di sini rumah kamu, jangan pergi" Reyhan membuang muka mengabaikan ucapan Papanya.

"Izinkan Papa memperbaiki segalanya, izinkan Papa menebus waktu yang dulu Papa sia-siakan. Beri Papa satu kesempatan untuk menjadi sosok ayah yang baik untuk kamu. Papa mohon" pinta Khaisan lirih. laki-laki itu memejamkan matanya,

Tak Satu Arah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang