"Semakin dewasa maka akan semakin banyak pilihan yang harus dipilih."
_Reyhan Arsenio Ghazanvar_
Happy Reading
***
Bukankah semesta memang senang bermain-main? Apa yang diinginkan seringkali terbantahkan oleh pilihan dunia. Terkadang saat kita berbinar-binar menyambut mentari justru derai hujan yang datang, dan itu pertanda se-misteri apa semesta ini.
Lalu bagaimana jika semua harapan itu dipatahkan hingga tak tersisa? Jelas jiwa yang terluka karenanya, perkiraan dan hati merasa terkhianati oleh ekpektasi sendiri.
Poin menyalahkan orang lain tentu ada beranggapan merekalah yang menjadikan keadaan yang dialami begitu buruk, dan itu manusiawi.
Pemuda jangkung bersurai pirang itu juga sering berada di fase itu, ia menyalahkan setiap kegagalan pada kakaknya. Beranggapan bahwa dialah yang menjadi sumber ketidakadilan yang diterima.
Contohnya saat ia berdiri diambang dengan basah kuyup berlumur lumpur, kala itu usianya berkisar tujuh tahun. Anak itu memasang tampang polos mengharap secuil perhatian. Namun, kedua orang tuanya justru sibuk mengurusi sang Kakak yang sedang demam dan mengabaikan kehadirannya.
Sejak saat itu pikiran bahwa sang Kakak adalah perebut segala perhatian yang seharusnya ia dapatkan, itu hadir.
Lalu, kala nilai menjadi tolak ukur kredibilitas dalam pendidikan, dia kembali menyimpan sejuta dengki menganggap kepintaran sang kakak adalah penghalang kebahagiaannya.
Seringkali ia berpikir kenapa kakaknya itu harus pintar sementara dirinya jauh dibawah standar. Kenapa dunia sangat tidak adil?
Namun, seiring berjalannya waktu cara berpikir pun mulai berubah, tidak lagi berpatok pembenaran atau kesalahan orang lain. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari, tetapi mulai hari ini ia akan belajar menyelesaikan permasalah yang dimiliki.
Hela napas panjang keluar dari bibir pemuda itu, otaknya tengah berperang di persimpangan, dihadapkan dua pilihan yang mempengaruhi akhir cerita.
"Sangat sulit" Reyhan menggumam.
"Dorr!" seru seorang gadis membuyarkan lamunan.
Berdecak malas Reyhan menatap gadis yang kini turut duduk beralas rumput di sampingnya.
"Cepat juga ya kamu datangnya, sampai-sampai matahari udah di atas kepala" ucap Reyhan sarkasme yang dibalas cengiran tak berdosa oleh gadis itu.
"Kamu tahu sendiri jalanan kota seperti apa, jadi yang gitu. Maaf ya sayangku." sahut gadis bermanik hazel itu.
"Jangan panggil sayang, kita gak pacaran" koreksi cowok itu.
"Makanya ayo pacaran lagi!" sergah Clarissa jengkel.
"Nanti" jawab Reyhan tak memberi kepastian.
"Kapan?!" desak gadis itu.
"Kapanpun aku yakin kalau kamu bukan pengkhianat" jelas cowok itu singkat.
Clarissa membisu, dirinya sudah mengetahui konflik intrinsik yang dialami keluarga cowok itu. Jujur saat mengetahui semua drama dalam keluarga itu, ia tak bisa berkata-kata sangking tidak menyangka karena permasalahannya begitu pelik.
Di sisi lain Reyhan berusaha menyusun kalimat agar gadis itu mengerti maksud dari pertemuan mereka di sini, ia tak ingin diantara keduanya berakhir tidak baik-baik saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Satu Arah [Selesai]
AléatoireSeutuhnya permainan Dunia tidak ada yang tahu, 'dia' hadir dalam artian berbeda. Kasih sayang yang setara adalah sebuah angan berharga yang sampai kini belum ia dapatkan. Hukuman, kemarahan, terabaikan bahkan di salahkan menjadi makanan sehari-hari...