58

2.8K 164 26
                                        

"Ingin mengulang waktu tapi sayang yang waktu tidak ingin kembali lagi."

_Reyhan Arsenio Ghazanvar_













Happy Reading


***







Dampak dari suatu tindakan tidak selamanya seperti menggigit cabai, yang ketika di kunyah pedasnya langsung terasa membara. Akibat dari suatu tindakan  terkadang seperti menanam pohon yang memerlukan waktu untuk tumbuh besar.

Dampak dari suatu perbuatan bisa menghasilkan dua hal yaitu kebahagiaan atau rasa bersalah, ketika melakukan hal baik akan menghasilkan sesuatu yang baik begitupun sebaliknya, dan kini sepasang pasutri itu duduk berdampingan, menuai hasil dari pohon keangkuhan yang di sebut rasa bersalah.

Hati yang beku kini dilelehkan oleh penyesalan, dalam kediaman megah hanya dipenuhi jeritan rasa bersalah. Keluarga harmonis kebanggannya terpecah belah. Keduanya akui semenjak menantu dan cucu bungsunya melangkah pergi, pelita di rumah itu kian meredup. Tak ada binar bahagia atau sekedar senyum tipis selama tujuh hari terakhir.

"Apakah kita sangat keterlaluan selama ini?" Wanita dengan berusaha lebih dari setengah abad itu bertanya.

Pikirnya dengan ketidak hadiran kedua orang itu, ia kan lebih bahagia tetapi malah sebaliknya. Seperti ada yang kurang.

Putranya juga sekarang seperti tidak memiliki gairah hidup. Jarang makan, selalu melamun, dan lebih senang mengurung diri dalam kamar. Anaknya itu memang masih pergi bekerja seperti biasa, tapi sikapnya yang berubah drastis. Sebagai seorang ibu, Fanni merasa sangat bersalah.

"Khaisan ataupun Alfian sepertinya sangat marah kepada kita, sementara Aliza entah menghilang kemana anak itu" ujar Fanni memijit pangkal hidungnya, pening.

Kini Fanni sadar tak seharusnya ia menyakiti anak, menantu, juga sang cucu seperti ini. Diusia  yang semakin senja harusnya mereka tak mempermainkan kehidupan anak-anak hanya karena merasa paling benar.

"Apa kau merasakannya? Kesepian, kesunyian, dan rasa bersalah itu?" tanya Fanni pada suaminya.

"Aku merasakan itu, entah kenapa belakangan ini hatiku terasa sesak. Bayang-bayang wajah anak itu, membuatku seperti ini menangis" sambung wanita itu melirik pria di sampingnya.

Garendra meloleh menatap raut sendu istrinya, ia juga merasakan hal yang sama. Keinginannya memang tercapai, dendam pada mantan rekan kerjanya terbalaskan. Namun, tak ada gelora bahagia yang di dapat.

Hari-hari dihantui rasa bersalah akan dosa di masa lalu.

Tidak seharusnya ia menyimpan dendam pada mereka yang tidak bersalah.

"Ini karena keserakahan ku di masa lalu, kalau saja aku tidak mencoba mengkhianati kepercayaan keluarga Sandra mungkin dendam ini tidak pernah ada. Kita telah salah dengan membenci Sandra dan tidak seharusnya kita menyakiti cucu kita sendiri" sesal Garendra meratapi perbuatannya sendiri.

Dulu dia sendiri yang memulai suatu pengkhianatan sehingga memicu amarah keluarga menantunya yang pada saat itu menjalin kerjasama dengan dengan perusahaanya. Ketamakan akan harta membuatnya gelap mata, hingga berakhir pada putusnya ikatan kerjasama yang mengakibatkan kerugian besar pada perusahaan yang dipimpinnya.

"Setelah membalaskan dendam ini, tidak ada kepuasan yang aku dapatkan. Justru aku dihantui rasa bersalah" ungkap pria itu menghela napas panjang.

"Keluarga ini terpecah belah karena perbuatan ku sendiri."

Tak Satu Arah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang