31

2.1K 134 18
                                    

"Kamu tidak mengerti segalanya tentang orang lain, dan orang lain tidak akan mengerti segalanya tentang dirimu"

_Reyhan Arsenio Ghazanvar_


Happy Reading

***








Wanti berkacamata hitam dengan rambut lurus panjang itu menghembuskan napas lega, menatap remaja yang mencebik kan bibir menatap kearahnya.

Perban di kepala anak itu membuat dirinya khawatir, ditambah mengetahui penyebab keponakannya sampai dilarikan ke rumah sakit, ia marah besar mendengar kabar dari Alfian.

Tanpa banyak berpikir wanita itu langsung memesan tiket penerbangan menuju kota metropolitan tersebut, ia takut terjadi apa-apa pada Reyhan.

Setibanya di Jakarta Aliza menyempatkan diri beradu argumentasi dengan pria yang dipanggilnya papi, bukan hanya itu pertengkaran dengan sang kakak juga tidak dapat dihindari.

Setelah puas menumpahkan segala kekesalan baru ia menemui sang ponakan yang terlihat santai bermain game di Smartphone, Aliza cukup bersyukur setidaknya Reyhan baik-baik saja, tidak ada luka parah hanya empat buah jaritan di kepalanya.

"Tante ngapain ke sini? Bukannya pekerjaan lebih penting ya? Janji aja tante ingkari demi pekerjaan kan?" Aliza merasa tertohok ucapan Reyhan sangat tajam.

"Nah itu kamu tahu kalau pekerjaan tante sangat penting, kalau tanpa bekerja dari mana tante dapat uang menambah saldo rekening kamu" sahut Aliza seolah tanpa beban.

Laki-laki bersurai pirang itu mendengus, seharusnya Aliza masuk dalam skenario drama yang ia ciptakan.

"Ah, gak asik. Tante harusnya kayak di sinetron-sinetron gitu. Kayak, Tante tidak bermaksud seperti itu Reyhan, maafkan Tante, Tante salah. Jangan benci Tante Rey, tante mohon. Sambil nangis bombay" seloroh Reyhan penuh drama.

Aliza terkikik menerima respon seperti itu, ponakannya itu terlihat seperti anak kecil sekarang.

Reyhan tidak bisa menyembunyikan sifatnya dari Aliza, ia akan bersikap selayaknya ia yang dulu, Reyhan yang dikenal sang Tante.

Di hadapan orang tua, kakek, nenek, dan Alfian sekalipun Reyhan menahan diri menutupi sifatnya yang dulu.

"Kehidupan nyata tidak sama dengan sinetron Rey, kalau jalan hidup kamu sama ratakan dengan alur film, mungkin beberapa hal mengejutkan yang terjadi di dunia nyata tidak lagi kamu rasakan ketegangannya" Aliza memilih duduk pada kursi di dekat keponakannya.

"Tapi, drama drama dikit boleh kan biar gak terlalu datar hidup" Wanita itu terkekeh geli, anak itu benar-benar membuatnya ingin tertawa terbahak-bahak.

"Kamu tidak perlu membuat drama atau mencari drama, karena hidup jauh lebih rumit dari drama yang kamu pikirkan. Jangan sampai kamu tenggelam karena lupa cara berenang, atau kamu melompat mengira mempunyai sayap" ucap Aliza penuh arti.

Remaja itu mengerutkan kening tak paham, Aliza terdengar seperti orang yang mengkode sesuatu. Tak mau ambil pusing ia memilih mengiyakan saja.

"Kemungkinan sore nanti kamu sudah diperbolehkan pulang, kamu mau pulang ke Apartemen atau–" Aliza mengantungkan perkataannya ketika seseorang menyela dengan kalimat mutlak.

"Dia akan pulang ke rumah, bukan tempat lain!" sambar Khaisan datang bersama dua orang perempuan berbeda usia.

Reyhan mendengus jengkel, pria itu selalu datang dengan kata memerintah, terlalu malas berdebat saat ini mengingat luka di kepalanya belum kering, Reyhan tak mau membahayakan diri dengan berdebat yang berujung hantaman keras.

Tak Satu Arah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang