Chapter 20 - Sean's Little Happiness

2.9K 197 23
                                    

Akutuh gak sabar sbnrnya pgn spoil nama lengkapnya Leci nanti karena bagus bgt💕

Leci itu nama panggilan sayang dari Sean sebenernya, Ales awalnya marah anaknya dipanggil Leci kayak buah-buahan 😭

Tapi akhirnya ikutan juga wkwkwkkw. Nanti diceritain lengkapnya ya! Sekian spoilernya🙏🏻

———

Dua manusia itu menatap bergantian kearah 3 benda di depan mereka yang belum juga menunjukkan hasil. Jantung keduanya berdegup kencang, ekspresi mereka hampir sama, menatap dengan mulut terbuka. Salah satu benda berbunyi, mengagetkan keduanya hingga terlonjak.

"Apaan itu tulisannya?". Tanya Sean tak sabaran saat melihat El mengambil benda yang lebih dulu berbunyi itu.

Mata El membulat, menatap kaget kearah Sean. Lelaki itu mengambil dua benda lagi dari atas westafel dan memperhatikannya. "Shit".

"Apaan, Adriel? Jangan bikin gue jantungan!". Seru Sean.

Adriel menunjukkan ketiga benda di tangannya yang ia pegang ujungnya. "We're so dead, Sean. You're gonna be a mom".

Mata Sean membelalak menatapi tulisan dan garis yang tercetak disana. Salah satu alat bertuliskan 'pregnant' dan dua lainnya menunjukkan 2 garis yang tercetak jelas disana. Gadis itu mematung selama beberapa detik, begitu juga dengan El. Keduanya belum bisa bergerak bahkan bernafas dengan benar.

"Gue beneran hamil, El..". Ucap Sean pelan saat kesadarannya mulai kembali.

"Lo hamil, Sean. Gue bingung mesti seneng, marah, pusing, apa gimana". Balas El.

Tak lama kemudian, genangan airmata mulai membendung di pelupuk mata Sean, emosinya membuncah. Gadis itu mulai mengeluarkan airmatanya. "Gue hamil.. Gue bakal jadi ibu".

El memandangi raut ekspresi bahagia yang tersembunyi di wajah Sean, gadis itu langsung meraba pelan perutnya, seakan merasakan kehadiran bayi mungil yang masih terbentuk di dalam perut. "Kasih tau Ales".

"Dia lagi flight ke Makassar, nanti gue telfon dia kalo udah landing". Balas Sean.

Melihat ekspresi dan sorot bahagia dari Sean, El jadi tidak tega untuk memarahinya, terlebih, emosi gadis itu sedang tidak stabil lantaran tengah hamil muda. "Abis ini ke apartment lo deh, gue panggil dokter. Lebih aman kayaknya daripada kita yang ke rumah sakit".

Tiba-tiba saja, sorot bahagia itu menyurut dari wajah Sean. "El".

"Apa?".

Gadis itu kini memasang sorot sedih. "Kira-kira, Ales gimana ya? Dia marah gak ya gue hamil?".

"Kenapa marah?".

Sean menggelengkan kepalanya. "Maksud gue.. Dia bakal nerima anak ini gak ya? Gue takut, El.. Takutnya dia gak mau nerima kalo gue hamil, terus jadi ninggalin gue".

"Ya gak bakalan lah, brengsek amat udah berbuat, begitu jadi gak mau tanggung jawab". Balas El.

"Habis gue sama dia belum pernah ngomongin soal anak.. Apalagi gue kan begini, emang dia mau ya punya anak dari perempuan yang punya penyakit mental kayak gue?". Ucap Sean lagi, sedih.

El berdecak mendengar penuturan Sean. "Pikiran lo kejauhan, mana mungkin lah Ales begitu? Kalian udah jalanin hubungan berbulan-bulan, masa lo masih gak yakin sama Ales?".

"Gue cuma takut, El...". Cicit Sean.

"I don't know if this is you or your illness speaking, but either of em are wrong. Gue yakin Ales justru happy kalian berdua bakal punya anak". Ucap El menenangkan, membuat sesegukan Sean perlahan mereda.

DEPARTURE TIME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang