Chapter 22 - Our Little Angel

3.3K 211 16
                                    

Bagian awal adalah flashback waktu Ales masih di Makassar

———

"Oceana? As in Oceana Algae Natalia? The no. 1 most wanted woman in this whole wide world? Are you insane, dude?". Seru Illias dengan wajah terkejut, lelaki itu bahkan sampai menegakkan duduknya.

Ales menahan tawa saat melihat ekspresi sahabatnya. "Yup. That Oceana".

"Wah, gila lo, bos. Kok bisa? Man, anyone would want to be with her. Lo sih gila mainannya sama dia". Balas Illias lagi.

Ales terkekeh. "Gue juga masih gak percaya, Yas".

Illias menggelengkan kepalanya sembari bertepuk tangan. "Gokil. Gimana ceritanya bisa sama dia? Setau gue, pengamanan nya aja gila. She's like.. Untouchable".

"Itu bener sih, pengamanan dia udah sekelas presiden. Gue akui itu. Ketemu aja susah". Balas Ales.

Illias mengacak rambut ikalnya pelan. "Bentar deh, gue masih gak masuk akal. Lo gimana bisa sama Oceana sih? Kayak jauh banget dunia kalian".

"Cerita lengkapnya sih panjang, Yas. Cuma ya.. Intinya kita ketemu gak sengaja. Spend a night together, then decided to do it over and over again. Until we got together". Balas Ales sembari menghisap rokoknya.

"Bentar. Bukannya dia tuh punya pacar? Yang suicide itu?". Tanya Illias lagi.

Ales mengangguk. "Iya. Tau juga lo ya? I was her number 2 for a long time, bro. Tapi berkat kesabaran gue, akhirnya dia jadi milik gue juga".

"Shit". Hanya itu yang terlontar dari mulut Illias. "Gue lumayan ngikutin beritanya waktu itu, Les. Karena sempet menggemparkan dunia banget waktu tau Oceana punya pacar selama ini. Wah, kaget banget ternyata sahabat gue yang dapetin dia. You're one lucky man, really".

"Thanks, dude". Balas Ales sembali tertawa. Lelaki itu mematikan sisa puntung rokoknya dan membuangnya. "I wanna marry her so bad, Yas".

Ucapan Ales membuat sang sahabat tersenyum. "Then marry her, Les. Kenapa? Susah ya?".

Ales menggelengkan kepalanya. "Banyak banget pertimbangan gue sama dia. Pertama, soal kerjaannya. Beberapa kontrak Oceana tuh mengharuskan dia untuk stay single. Kedua, soal dia nya. Susah banget yakinin dia setelah tragedi sama mantannya waktu itu. She's having a huge trauma towards it".

"Jadi soal dia pergi terapi dan lain-lain, yang diberitain media, itu bener?". Tanya Illias lagi.

Ales kali ini mengangguk. "She's even still got her presciption for her mental illness".

"Shit. Sedalam itu?". Tanya Illias lagi.

Ales hanya terdiam sebelum mengangguk. "I'm still trying to reassure her, everyday. Setiap hari gue ingetin dia, kalau gue sama dia bakal baik-baik aja. Gue coba yakinin dia untuk menikah sama gue, pelan-pelan. Cuma gue gak tau sampai kapan gue harus usahain ini".

Illias terdiam, nampaknya memikirkan omongan Ales barusan yang entah mengapa menyedihkan di pendengarannya.

"Lo harusnya bersyukur, Yas. Bianca dari dulu gak pernah ragu sama lo. She said yes to everything you asked her, even marriage. Lo harusnya bilang terimakasih sama dia, karena udah menerima lo apa adanya, nemenin lo sesulit apapun kondisi kalian". Ucap Ales, ucapan itu bagai sesuatu yang begitu mengiris hati.

DEPARTURE TIME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang