Sean tengah membenahi kancing baju teratas Ales ketika matanya menatap wajah tampan itu. Titik-titik yang timbul akibat kelupaan mencukur itu menghiasi sekitaran dagunya membuatnya makin terlihat matang. Di usia Ales yang sekarang ini, bukannya makin terlihat tidak menarik, Sean merasa Ales malah makin terlihat.. Berbeda.
Setelah memiliki sepasang putra dan putri, lelaki itu makin terlihat menarik di mata Sean, membuatnya ingin menyimpan Ales di rumah, menguncinya dan tidak memperbolehkan sang lelaki kemana-mana. Herannya, sang lelaki malah nampak tak sadar dengan perubahan yang terjadi padanya. Memang, semenjak menikah, Ales memang makin berisi. Namun, bobot tubuhnya itu terjaga dengan baik karena olahraga dan aktivitas yang padat.
Sean tak tahan untuk mengecup bibir Ales, berjinjit sedikit wajah mengantuk sang lelaki yang langsung tersenyum karenanya. Ales langsung berinisiatif, meraih pinggang Sean dan memeluknya erat. "Apa nih, pagi-pagi udah manis begini istri saya?".
"Kan mau ditinggal 10 hari". Balas Sean manja, melingkarkan lengannya di leher Ales. Gadis itu juga menaruh dagunya di dada Ales yang makin bidang, menatap manja kearah sang lelaki. "Perasaan aku doang apa kamu makin ganteng ya, Ales?".
Ales menaikkan satu alisnya sembari mengulas senyum. "Kamu ada maunya ya?".
Sang gadis menggeleng. "Enggak. Beneran deh, aku tuh sekarang suka gak ikhlas kamu dilihat orang. Kamunya makin.. Mateng, Les".
Lelaki di hadapannya malah terkekeh. "Bilang aja saya tua, kamu nih, lama-lama saya makan juga".
Sean berdecak sebal. "Ih, bukan! Maksudku tuh.. Gimana ya? Semenjak punya anak, aura kamu jadi beda. Susah dijelasinnya, kamu gak ngerti".
"Terus saya mesti gimana dong? Bagus dong berarti, biar kamu makin cinta sama saya. Ingetnya saya terus". Balas Ales lagi. Gantian, kali ini Ales yang mengecup bibir Sean. "Kamu kalo lagi manja begini bikin saya gak pengen berangkat kerja, sayang. Jangan bikin saya berat ninggalin rumah dong".
Sean terkekeh dan berakhir melepaskan diri dari Ales. "Iya. Yaudah, PapaLes kerja dulu sana. Cepet pulang ya, aku sama anak-anak nungguin dirumah".
Ales berakhir menarik dan memeluk Sean kembali, menyusupkan wajahnya di ceruk leher sang gadis guna menghirup aroma manis dan floral dari sang istri. "Berangkat dulu ya, sayang. Jaga dirimu, jangan kecapekan. Apa-apa sekarang minta tolong bibi sama sus aja".
Sean mengelus rambut sang lelaki, menyusurkan jemarinya disana. "Kamu juga, hati-hati. Jangan macem-macem disana, inget ada yang nungguin kamu tiga orang dirumah. Awas kalo nakal, aku marah".
Ales malah menarik wajahnya dan menunjukkan cengiran khasnya. "Jadi mau dimarahin kamu saya rasanya".
Sean tertawa, memilih mengecup bibir sang lelaki sebelum berbisik diatas bibirnya, membuat Ales merinding bukan main. "Udah sana berangkat, daddy".
———
Sean berulang kali mengecek pantulan dirinya di cermin, gadis itu tengah mengenakan dress satin pendek sepaha, menunjukkan beberapa bagian tubuhnya yang masih belum kembali ke bentuk awal pasca melahirkan. Beberapa kali, Sean menyentuh dan menekan-nekan beberapa bagian tubuhnya seperti perut, pinggul dan juga lengan yang menurutnya sekarang terlampau membesar.
Ia tak lagi merasa seksi.
Meskipun tak pernah terucap, sebenarnya selama ini Sean merasakan self-esteemnya menurun. Melahirkan dua anak yang tampan dan cantik, memang ternyata memerlukan pengorbanan. Salah satunya ialah rasa percaya diri yang turun drastis karena menyaksikan bentuk tubuh diri sendiri yang berbeda.
Rasa percaya diri Sean kian menyusut saat hal berkebalikan terjadi pada Ales. Semakin menua, Ales malah menjadi seorang yang makin menarik. Ia makin terlihat kharismatik, secara fisik maupun perilaku, pun didukung dengan aura yang kian memikat. Ada ketakutan yang Sean rasakan belakangan ini, dimana ranah kerja Ales memang mengharuskannya bertemu dengan berbagai orang dari berbagai belahan dunia.
Ales akan terus bertemu dengan flight attendant cantik, ataupun penumpang yang berpenampilan menarik. Yang mungkin jika dibandingkan dengan dirinya yang sekarang, Sean akan merasa kalah jauh. Memikirkan hal itu dan memendamnya, membuat Sean jadi lebih diam dari biasanya. Entah mengapa, meskipun biasanya ia selalu menceritakan keluh kesahnya akan apapun yang gadis itu rasakan, kali ini, Sean memilih tidak berterus terang.
Kegelisahan itu ia pelihara sendiri, meskipun ia tahu, Ales tidak akan mengkhianatinya. Tapi rasanya, perasaan gelisah dan rasa takut itu tak dapat tertahan. Ditengah pemikirannya yang membuat kalut itu, Sean mendengar ponselnya berbunyi. Segera sang gadis mengecek layar, dan menemukan nama Ales disana, seakan mendengar kegundahan hatinya dalam diam.
"Sayang? Saya udah landing ya. Barusan banget, ini lagi urus berkas, habis itu langsung ke penginapan". Ucap Ales lebih dulu ketika Sean mengangkat panggilan.
Mendengar suara itu, membuat hati Sean jadi makin merindu. "Iya".
"Kamu lagi apa? Anak-anak lagi apa? Saya belum apa-apa udah kangen aja". Balas Ales lagi dari ujung sana.
Sean menjawab dengan nada datar. "Aku lagi gak ngapa-ngapain, anak-anak masih tidur siang".
Jika ada penghargaan sebagai suami terpeka di muka bumi, Ales pasti sudah mendapatkannya. Sebab, lelaki itu langsung mengetahui ada yang berbeda dengan sang istri. "Kamu kenapa, Oceana? Kok singkat gitu jawabnya? Saya bikin salah ya?".
"Enggak. Aku lagi capek aja". Balas Sean lagi, singkat.
Suara Ales kian terdengar khawatir. "Capek? Kamu jangan kerjain apa-apa sendiri, sayang. Kan saya bilang, minta tolong bibi sama sus, kamu banyakin istirahat. Kondisimu kan belum pulih pasca melahirkan".
Entah hormon mana, atau memang pikiran Sean yang sedang kalut itu yang membuat Sean menjawab dengan ketus. "Gak usah atur-atur aku deh, Les. Terserah aku mau gimana".
Panggilan telfon itu menjadi sunyi untuk beberapa waktu, jelas Ales bingung akan perkara apa yang menyebabkan Sean sampai begini. "Kamu kenapa sih? Kemarin waktu saya berangkat masih baik-baik aja, kok sekarang begini? Kalau ada apa-apa tuh diomongin, jangan begini. Saya bingung jadinya".
"Kan udah kubilang, aku capek. Udah lah, aku mau tidur". Balas Sean makin ketus.
Suara Ales melembut. "Oceana.. Sayang".
Dan panggilan itu diputus begitu saja. Sean adalah pihak yang memutus panggilan lebih dulu tanpa mengucap pamit. Setelahnya, gadis itu menunduk dan menangis, merasakan ada yang salah dengan dirinya. Belum segukannya berakhir, terdengar suara Leci dari kamar sebelah yang ikut menangis kencang. Namun, Sean tak bergerak dari tempatnya, masih menunduk dan memeluk kakinya, membiarkan tangisan anak perempuannya makin kencang. Hingga akhirnya, tangisan Leci terdengar mereda, nampaknya sudah lebih dulu ditangani oleh sus yang bertugas menjaganya.
Isakan Sean kian menggema, menahan berbagai perasaan yang campur aduk. Entah apakah ini yang dinamakan 'baby blues' atau memang disebabkan oleh kepercayaan diri Sean yang meluncur jatuh. Sudah lama sekali rasanya Sean tidak merasakan berada di titik terbawah hidupnya, dan kini ia kembali merasakannya. Walaupun, bisa dibilang sekarang gadis itu sudah hampir memiliki segalanya dalam hidup.
———
KAMU SEDANG MEMBACA
DEPARTURE TIME
Roman d'amourSebuah lanjutan perjalanan cinta dari Ales, Captain Pilot penerbangan pesawat komersial ternama dan Oceana, artis kelas dunia mempertahankan cinta mereka. Ditengah cinta yang hampir berlabuh, selalu ada cobaan yang menanti. Entah cobaan itu berasal...