Ales dan Sean tengah berdua sore itu, menikmati waktu libur mereka dengan ditemani rintik hujan yang terdengar menghujam atap rumah megah mereka. Sean tengah memejamkan matanya, membiarkan masker yang baru dipakainya beberapa lama bersama Ales itu mengering. Sedangkan Ales, tengah sibuk memainkan IPadnya sendiri dengan kondisi sama, wajah penuh tertutup masker berwarna hijau.
Ales memecah kesunyian diantara mereka. "Oceana".
"Belum kering, Ales, nanti bilasnya tunggu kering". Sahut Sean, seakan membaca pikiran Ales lebih dulu.
Sang lelaki merengut kemudian berdecak. "Apa sih? Saya bukan mau ngomongin masker".
"Oh, kukira. Terus mau tanya apa?". Balas Sean lagi.
Ales kemudian mematikan IPadnya, berupaya memperhatikan Sean yang masih setia menutup matanya. "Kamu suka cowok bertatto dan piercing?".
Hal itu sukses membuat mata Sean melotot. "Pertanyaan apaan itu, Ales?".
"Ya jawab aja. Iya apa nggak?". Balas Ales sewot.
Sean akhirnya memilih bangkit, menatap Ales yang kini masih berekspresi datar, tetap terlihat walau tertutup sebagian dengan masker berwarna hijau. "Kenapa tiba-tiba nanya gitu? Kamu habis baca apa sih di IPad?".
Sean memang selalu bisa membaca pikirannya.
"Tadi gak sengaja baca interview kamu. Katanya kamu suka cowok bertattoo sama piercing". Sahut Ales sewot, wajahnya cemberut tanda tak suka.
Sang gadis mengerutkan keningnya tanpa sadar, padahal maskernya tengah proses mengering dan pasti akan menimbulkan crack. "Hah? Kamu ngomong apa sih, Les? Itu interview kapan?".
Ales nampaknya tengah ngambek berat, sebab lelaki itu hanya mengambil IPadnya dan melemparnya keatas kasur tempat mereka berada. "Tuh, kamu baca aja sendiri".
Sean mengambil IPad milik Ales, kemudian membaca dengan seksama. Tak lama kemudian, gadis itu menghela nafasnya panjang, sebelum memilih bangkit dan berlalu menuju ke kamar mandi.
Ales menatap tidak percaya, merasa kesal karena diabaikan. Lelaki itu memilih duduk dengan bersandar di headboard kasur dan memejamkan mata. Tak lama kemudian, sebuah sapuan halus dan hangat menyapa wajahnya. Matanya otomatis terbuka.
Ternyata sentuhan itu milik Sean, yang membawakan sebuah wadah berisi air hangat dan sebuah lap guna menghapus masker dari wajah Ales secara perlahan. Tatapan Sean terlihat menenangkan, entah betapa banyak sabar yang gadis itu tumpuk untuk menghadapi bayi besarnya yang satu itu.
"PapaLes.. Dengerin aku ya.. Itu artikel udah dari 4 tahun lalu, way before I met you. Mereka cuma mengutip ulang aja dan diposting lagi". Jelas Sean pelan. Dengan telaten, Sean menhapus sisa masker di wajah Ales, membuat wajah tampan yang masih cemberut itu kembali terlihat. "Dulu kan aku masih pacaran sama Vier.. Jadi yaa.. Aku jawabnya asal, karena yang waktu itu sama aku kan Vier".
"Berarti sekarang udah gak suka sama yang tattooan dan piercingan?". Tanya Ales lagi.
Sean menarik nafas sekali lagi, memulas wajah Ales yang masih berhiaskan sisa masker. "Gantengku.. Sayang.. Sekarang mataku cuma liat kamu. Aku udah gak punya preferensi lain selain kamu".
Pada akhirnya Ales menatap Sean dengan tatapan menyelidik. "Kalo tiba-tiba saya tattoan atau pasang piercing, berarti kamu bakal suka lagi?".
Sumpah, kadang Sean lelah menghadapi perilaku Ales yang jauh lebih kekanakan dibanding Gili saat ngambek. Tak heran anak lelakinya itu merajuk hebat sampai tak mau menatapnya tiap tengah menghadapi sesi tantrum, ternyata sifat itu turun langsung dari sang Papa.
Pada akhirnya, Sean memilih beranjak dari tempatnya dan membawa wadah berisi air beserta lap untuk mengelap wajah Ales kembali ke kamar mandi dan mengacuhkan sang lelaki.
"Oceana? Kan saya masih ngomong.. Kok pergi?". Suara itu terdengar jelas di telinga Sean, namun sang gadis tak menggubrisnya.
Sean baru kembali ke ruang kamar setelah Ales tak lagi memanggilnya, dan berakhir duduk di sebelah Ales yang masih memasang tampang masam. "Les.. Tolong deh. Kamu ngambekkin omongan aku yang udah 4 tahun lalu tuh aneh banget. Aku sampe bingung mau ngomong apa".
"Kita udah punya anak sama-sama, udah nikah, masa kamu ngambek gara-gara omongan aku jaman dulu? Jaman aku bahkan belum tau kamu ada di dunia". Rungut Sean.
"Saya sebel. Harusnya kamu bilang, tipe idaman kamu captain pilot penerbangan komersial bar 4, namanya Galessano Pradikta. Gitu". Sahut Ales kesal.
Mau tak mau, Sean jadi terkekeh. "Iya, next kalo ada interview pertanyaan itu lagi, aku jawab gitu. Janji". Sean kemudian meretangkan tangannya pada Ales. "Mana peluknya? Jangan ngambek terus dong Papales sama MamaOcen".
Akhirnya, Ales menuruti, memeluk Sean erat walau rasa kesal masih bersemayam. "Iya, iya. Gak ngambek lagi".
"Love you-nya mana?". Tagih Sean disertai senyum jahil.
Ales menatap sebal kearah Sean. "I love you, My Oceana".
Sang gadis terkekeh. "I love you more, Capt".
Baru saja suasana mulai tenang, Sean malah kembali bersuara. "Eh, tapi.. Kalo kamu mau piercing, aku gak nolak sih, Les. Apa lagi di bibir atau lidah. Kerasa di aku soalnya, enak".
Emosi Ales yang tadinya sudah mulai luntur jadi naik lagi. Netra sang lelaki langsung melotot mendengarnya, serentak pula dengan melepas pelukan mereka dan menatap Sean tak percaya.
"Oceana Algae Natalia!".
———
KAMU SEDANG MEMBACA
DEPARTURE TIME
RomanceSebuah lanjutan perjalanan cinta dari Ales, Captain Pilot penerbangan pesawat komersial ternama dan Oceana, artis kelas dunia mempertahankan cinta mereka. Ditengah cinta yang hampir berlabuh, selalu ada cobaan yang menanti. Entah cobaan itu berasal...