Chapter 30 - A Little Help

2.4K 184 19
                                    

Fyi, buat yang lupa.. Ales-Illias-Bianca itu dulu sahabatan bertiga ya waktu SMA, cuma Illias sama Bianca end up nya married wkwkwwk

———

Ales mengetik dengan gusar beberapa pesan untuk Bianca, yang juga merupakan salah satu sahabat Ales dan juga istri dari sahabatnya pula, Illias. Keningnya berkerut selama menulis pesan, seakan tengah mencerna percakapan mereka.

Hari ini adalah hari kepulangannya ke Indonesia, seharusnya ia kembali terbang ke Bali untuk pulang. Namun, Ales tau prioritasnya. Setelah mendapatkan info dari Bianca perihal jadwal Sean di Australia, tanpa rasa lelah, lelaki itu memilih memesan tiket untuk kesana.

Tidak perduli jika ia baru saja melakukan perjalanan jauh, yang jelas ia sekarang tahu harus mencari gadisnya kemana.

Ales memilih seat business sebagai teman berkendaranya menuju ke negeri kangguru itu, agak aneh rasanya menjadi penumpang perjalanan setelah terlalu sering menjadi pengemudi.

Lelaki itu tak henti melakukan pengintaian melalui situs-situs yang tak luput memberitakan perihal Sean dan juga Revano. Mereka berdua tengah menjadi incaran media habis-habisan karena berulang kali melakukan perjalanan bersama.

Rekan kerja.

Bagaimana Ales menjelaskan itu pada dunia? Jarinya sempat terhenti saat melihat satu gambar dimana keduanya tertangkap tengah makan bersama di salah satu restoran ternama di Melbourne. Sean terlihat begitu cantik, begitu memukau setelah lama tak bertemu.

Dengan gusar, Ales menutup IPad di tangannya dan memutuskan untuk melihat kearah luar. Langit hari ini begitu mendung, tidak ada kepulan awan maupun langit yang berwarna. Hanya ada gelap dan kabut, sepertinya yang tengah bergemelut dengan kekalutan.

———

"Sekitar 20 menit lagi selesai kok shootingnya, malem ini kita ada gala dinner. Lo mau pake baju apa?". Tanya El pada Sean yang tengah termangu di sofa.

Gadis itu nampak tak menyadari pertanyaan yang El lontarkan, membuat sang manager kembali bertanya. "Woy, gue ngomong dikacangin aja".

"Apa, El?". Tanya Sean tersentak.

"Mau pake baju apa?".

Sean menggelengkan kepalanya. "Apa aja deh, lo aja yang pilihin. Gue ngikut".

El menghela nafasnya, merasa kasihan dengan kondisi artisnya. "Lo kalo kepikiran, telfon aja. Turunin ego lo".

Hal itu sepertinya menyentuh relung hati Sean, sebutir airmatanya langsung jatuh. "Semaleman gue gak bisa tidur, El. Kepikiran Ales terus. Gue sampe bingung, padahal dulu gak segininya. Apa bawaan bayi ya?".

"Iya kali, anak lo kangen bapaknya. Lo juga sih, tega banget misahin mereka". Balas El cuek.

Tangisan Sean makin menjadi-jadi. "Kok jadi nyalahin gue sih? Ales yang bikin masalah duluan".

"Udah gausah nangis. Telfon aja dia, dari pada tiap malem lo kepikiran? At least, lo tau kabarnya, gue yakin dia juga kepikiran lo banget tapi gak tau mau cari lo kemana karena aksesnya udah ketutup". Balas El sebelum memutuskan pergi meninggalkan Sean di ruang artis sendiri.

Sean mencerna baik-baik omongan El, sebelum memutuskan untuk mengambil ponselnya.

Dengan jemari bergetar, Sean memutuskan mengunblock nomor itu, dan meneleponnya untuk sekedar mendengar suara baritone itu lagi melantun di telinganya. Namun, gadis itu makin risau tatkala nada sambung itu tak kunjung bersambut. Sean malah tersambung dengan mailbox.

Setelah bunyi beep, gadis itu memilih diam sejenak, sebelum meninggalkan pesan pada Ales melalui pesan suara.

"Ales, aku gak tau kenapa aku kepikiran kamu banget. Aku coba call kamu, tapi hp mu gak aktif. Kamu apakabar, Ales? Aku..". Sean berhenti sebentar untuk menarik nafasnya sebelum melanjutkan.

"Kangen kamu..".

🥺💔

———

"Kamu cantik pakai itu". Ucap satu suara dari belakang Sean.

Saat ini, tim tata rias dan wardrobe Sean telah selesai mempersiapkan gadis itu untuk acara gala dinner. Revano dengan percaya diri mendekat dan memperhatikan penampilan Sean dari atas kebawah.

Gadis itu memutar bola matanya. "Gak usah liatin gue segitunya deh, kayak gak pernah liat cewek aja lo".

Revano terkekeh, sebelum mengerling kepada Sean. "Tadi siang waktu lunch rasanya kamu udah jauh lebih ramah ke saya. Kenapa sekarang galak lagi?".

Hal itu membuat Sean menautkan alisnya. "Siapa bilang gue ramah, kalo segitu lo pikir gue ramah, berarti lo kegeeran". Gadis itu maju selangkah sebelum berbisik. "Gue masih gak ngerti apa tujuan lo lakuin semua ini, tapi yang jelas, gue gak suka karena pasti niat lo cuma dapetin gue di ranjang".

Revano membulatkan matanya dan melihat sekitar, lelaki itu kemudian memberi kode pada semua tim Sean yang masih berada disana untuk keluar dan menutup pintu. Gadis
itu sontak memekik. "Mau pada kemana?".

"Sean, sepertinya kamu salah sangka sama saya". Ucap Revano pelan. Lelaki itu kemudian duduk di sofa dengan tenang. "Saya gak ada niat buruk sama kamu. Sama sekali. Saya memang tertarik sama kamu, dan berupaya supaya bisa dekat sama kamu. Tapi niat utama saya bukan untuk seks, sama sekali bukan".

Sean mendengarkan penuturan itu baik-baik dengan tangan terlipat di dada. Dengan nada tenang, Revano melanjutkan. "Saya gak pernah melakukan power abuse. Saya gak berniat buruk, walau saya akui, cara saya mungkin terlalu extreme dengan ikut kamu kemana-mana dan gak mengikuti protokol keamananmu sebagai artis dunia. Saya minta maaf kalau kamu terganggu. Tapi, saya ini kolot. Dan belum pernah dekat dengan selebriti manapun, jadi saya gak tahu kalau ini jadi terkesan salah buatmu".

Lelaki itu menyelesaikan omongannya. "Saya murni melakukan ini semata-mata untuk mengenal kamu, dan mendekati kamu secara baik-baik. Tidak ada niat buruk apapun itu yang ada di kepalamu. Saya minta maaf kalau kesannya salah, ya?".

Sean hanya menatapi sejenak sebelum memutuskan keluar tanpa berbicara apapun, meninggalkan Revano disana yang mengacak rambutnya frustasi.

Sean memang perempuan yang sulit ditebak.

———

Gala dinner malam itu dihadiri oleh beberapa bintang ternama, begitu juga kumpulan orang penting dari berbagai sektor bisnis. Sean yang malam itu datang sebagai tamu undangan karena menjadi brand ambassador dari brand yang Revano kepalai, seperti biasa, senantiasa berhasil memukau tamu undangan lain yang hadir.

Gadis itu berjalan menuju ke meja makannya dengan percaya diri, sama sekali tidak melihat ke sekitar dan langsung duduk disamping Revano, yang memang menaungi kehadirannya disana.

Revano yang sudah hadir lebih dulu, tersenyum manis saat mendapati Sean duduk di sebelahnya, di meja bundar yang sudah berisikan gelas-gelas wine dan sparkling water. Sebentar lagi, prosesi gala dinner akan dimulai, dan satu persatu tamu undangan mulai memenuhi meja.

Sesaat sebelum acara dimulai, Sean melirik kearah sekitar, dan memperhatikan satu kursi kosong yang letaknya tak jauh darinya. Dahinya berkerut saat mencium aroma yang sangat familier itu, melintas begitu saja di belakangnya. Gadis itu memutar kepalanya dan mengikuti arah aroma itu berasal.

Tidak, ia tidak mungkin salah.

Ini harum parfum Ales, bukan orang lain. Ales selalu mengenakan 2-3 jenis parfum sekaligus untuk di layering, jadi Sean tidak mungkin salah. Sampai pada akhirnya, satu bangku kosong disana terisi oleh seseorang, yang berpakaian rapi dan duduk tenang sendiri. Mata mereka bertemu untuk sepersekian detik, seakan menemukan satu sama lain dan terpana karena pemandangan yang sudah lama luput dari netra masing-masing.

Secara aneh dan tiba-tiba Ales duduk disana, menduduki salah satu bangku yang diberi label 'Pradikta Group', mewakili sang ayah yang nampaknya tidak hadir. Entah bagaimana ceritanya, Sean tidak mengerti. Yang jelas, hatinya bagai bersambut dengan seribu bintang.

Ia rindu Ales, lebih dari apapun.

———

Ayang2ku ketemu 😭❤️

DEPARTURE TIME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang