Sean menangis sejadi-jadinya di ruangan private miliknya, melampiaskan apa yang sudah tertahan sejak tadi di ruang meeting tak dapat terlegakan. Gadis itu berupaya melapangkan dada dengan sesuatu yang sudah ia yakini, merelakan walau berat. Hatinya memang belum bisa melepaskan semua keinginan dan cita-cita itu, tapi akalnya bekerja lebih baik untuk tidak bersikap egois lagi.
Memang, belum ada keputusan lebih lanjut dari pelanggaran yang ia buat dari Starsun, pihak direksi pun masih mempertimbangkan perihal apa yang harus mereka harus lakukan pada Sean, mengingat artisnya itu memang ujung tombak mereka, satu-satunya jawara yang menentukan pergerakan nilai perusahaan di mata dunia.
El nampaknya sebenarnya sama terpuruknya, lelaki itu sejak tadi hanya menundukkan kepala, seakan merasakan apa yang Sean rasakan, sebab keputusan besar ini memang akan berpengaruh bagi pekerjaan mereka berdua. Namun, El lebih memilih bungkam, tidak ingin berpendapat lebih banyak mengenai hal yang menurutnya sensitif.
"Lo udah minum obat belom sih?". Tanya El.
Gadis itu menggeleng lemah, tangisannya sudah mulai tenang dan nafasnya pun sudah mulai teratur. "Kalo nanti gue di nonaktifin dari Starsun, lo bakal di rolling ke artis lain kan, El? Lo gak akan kehilangan kerjaan kan?".
El menatap wajah itu kini, terheran akan perubahan Sean yang terasa begitu berbeda, gadis itu berbeda dengan Sean yang bekerja dengannya sejak bertahun-tahun yang lalu, yang dulunya tidak pernah memikirkan orang lain selain diri sendiri.
"Lo gak usah mikirin gue, pikirin diri lo sendiri aja dulu. Habis ini lo mau gimana?". Tanya El balik.
Gadis itu terlihat pucat, seakan sirkulasi darahnya tak bekerja dengan baik. "Jujur gue sebenernya gak tau harus mulai dari mana. Dada gue masih sesek, this is hard for me. Gue harus menyiapkan diri untuk hujatan orang-orang lagi, dan gak lagi jadi seseorang yang bisa mereka kagumi".
Sean memberi jeda sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan. "Lo tau gak, El? Apa yang paling berat buat gue?".
El tidak menjawab, tidak juga merespon. Lelaki itu hanya setia mendengarkan, menahan emosinya sendiri yang membuncah dan menyebabkan airmatanya mengancam untuk turun.
"Yang paling berat buat gue itu, kalo nanti gue harus ninggalin Starsun dan segala kenangannya. Ninggalin lo juga. Ninggalin seluruh aktivitas gue disini yang udah kayak rumah kedua gue". Sean merasakan airmatanya kembali jatuh. "Lo inget gak hari pertama gue disini? Waktu gue nangis di ruang ganti gara-gara gue ketakutan pas disuruh dateng ke pemotretan pertama gue?".
El terkekeh, mengingat hari yang menurutnya lucu itu. "Lo masih polos banget".
"Disitu saat pertama lo bangkitin gue, El. I remembered that was your first days of being in this industry, lo bilang lo sama takutnya, karena gue artis pertama yang lo handle. Terus endingnya kita duduk di ruang ganti selama 2 jam, lo nungguin gue nangis sampai reda". Ucap Sean, tersenyum mengingat hari-hari yang dulu. Gadis itu kemudian melanjutkan kata-katanya. "Gue memang jarang muji lo, gue jarang megapresiasi pekerjaan lo, apalagi pribadi lo, El. Tapi, disadari atau nggak, sejak dulu, lo selalu temenin gue, lo ada disaat gue sulit, dan juga seneng. You even saved my life that time. Gue minta maaf kalo selama ini kesannya gue memang gak pernah menghargai kehadiran lo, but truthfully, I am thankful for you, El. Mungkin kalo waktu itu lo gak ada, gue udah gak di dunia ini".
Kali ini, El sudah tidak lagi bisa menahan airmatanya, lelaki itu memejamkan mata saat merasakan sebulir menetes jatuh. Sean pada akhirnya berucap. " Sama seperti yang lo pernah bilang ke gue, lo lebih dari sekedar rekan kerja buat gue, El. I think you are my soulmate, but not as lovers. You're more like.. A brother, a family. Someone I can rely anything with. Gue bahkan lebih terbuka sama lo dibanding Sky, kakak kandung gue sendiri".
"Jadi kalo nanti kita gak kerja bareng lagi, dan lo ketemu artis baru, just.. Remember that I am thankful for all that we've been through, Adriel, manager gue yang paling ganteng". Ucap Sean disertai cengiran yang menyesakkan.
El mau tak mau ikut tertawa ditengah airmatanya, ia kemudian memutuskan untuk membawa Sean kedalam pelukan, seakan tengah bersiap untuk berpisah. "Lo bener-bener berubah, lo udah dewasa banget sekarang. Gue bangga sama lo, Sean".
———
Langkah Sean terhenti didepan ruangan itu, ruang kantor Revano yang bernuansa hitam dan private. Gadis itu membuang nafasnya berat, mempersiapkan diri untuk menghadapi hal besar yang mungkin ia akan hadapi sebentar lagi.
Setelah lebih dulu mengetuk dan membuka pintu, Sean masuk kedalam ruangan lega itu dan menyaksikan bagaimana Revano menatapnya hangat. Senyuman terlukis di wajah tampan itu, menyambut sang gadis yang langsung duduk sopan di sofa.
Hari ini, Sean tidak menunjukkan sikap angkuhnya. Ia bahkan tersenyum saat sang lelaki memilih untuk duduk di sofa lain di sebrangnya, memandang kearahnya.
"So? What brings you here, Oceana?". Tanya Revano.
"Sean". Koreksi Sean, tentu karena panggilan Oceana hanya diperbolehkan untuk Ales seorang.
Revano terkekeh. "Right, Sean. My bad". Lelaki itu terlihat menyamankan duduknya. "So? Ada apa? Tumben sekali ke kantor saya?".
Sean menghela nafasnya sebelum memulai ucapannya. "Saya kesini, untuk menyampaikan permintaan maaf".
Hal itu sontak membuat Revano terheran, dahinya sampai berkerut. "Untuk?".
"Sebelum nanti agency saya yang kasih statement, rasanya saya punya tanggung jawab untuk menyampaikan permintaan maaf secara langsung". Ucap Sean disertai jeda panjang, gadis itu melanjutkan. "Sebentar lagi, saya akan menikah".
Revano sampai melongo mendengarnya, namun lelaki itu tetap mendengarkan, tidak sekalipun menyelak.
"Bukan hanya itu, saya juga akan mempublikasikan hubungan saya dengan pasangan saya. Saya tahu, kontrak perjanjian kerja kita mengharuskan saya untuk tidak melakukan skandal dalam jenis apapun. Dan pastinya, keputusan go public akan memunculkan skandal, yang saya sendiri gak bisa prediksi apa hasilnya. Jadi, untuk konsekuensinya, sesuai perjanjian, saya bersedia mengganti rugi dan mengeluarkan statement resmi untuk pemberhentian saya nanti".
Revano menggeleng cepat. "Wow, wow. Bentar. Kasih saya waktu buat mencerna. Maksudnya kamu mau walk out dari kontrak?".
Sean menelan salivanya susah payah. "Dengan keputusan go public nanti, saya kemungkinan besar akan dinonaktifkan dari Starsun, Revano. As a prediction, It will be chaos. Jadi, memang ada baiknya perusahaanmu juga mencopot saya dari label brand ambassador. Supaya gak mempengaruhi marketmu".
"Saya tahu ini salah dan harusnya saya bisa professional, tapi ada hal yang lebih penting yang perlu saya perjuangkan. Saya siap menerima konsekuensi apapun yang nantinya perusahaanmu layangkan ke saya". Ucap Sean lagi meyakinkan.
Revano terbengong mendengarnya. "That's totally a fucked up situation. Kontrak kita baru jalan 3 bulan, Sean. Saya ini clientmu, kamu pikir ini semua main-main?".
Sean tidak mampu menjawab, jadi, ia memilih menundukkan kepalanya, bersiap menerima makian jenis apapun yang mungkin akan terlontar.
Namun, yang terjadi adalah sebaliknya, lelaki itu kemudian memilih bangkit dari sana dan menarik nafasnya panjang, berbalik badan dan berjalan kembali ke meja kerjanya. "You can leave the room, saya perlu berpikir soal ini".
Sean menatap aneh, tidak langsung bergerak dari tempatnya sampai Revano kembali berucap.
"For god's damn sake, leave, Sean. Keluar dari ruangan ini". Ucap Revano lagi.
———
![](https://img.wattpad.com/cover/318310075-288-k720040.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DEPARTURE TIME
RomanceSebuah lanjutan perjalanan cinta dari Ales, Captain Pilot penerbangan pesawat komersial ternama dan Oceana, artis kelas dunia mempertahankan cinta mereka. Ditengah cinta yang hampir berlabuh, selalu ada cobaan yang menanti. Entah cobaan itu berasal...