SPECIAL CHAPTER - Pradikta's Childhood

2.1K 169 10
                                    

I've been down for a couple of weeks, things has not been going easy on me. This chapter is reminiscing my inner broken moment, through Ales, I'm trying to speak of what's gotten inside me.

Hope u enjoy this✨

———

Terlahir di keluarga Pradikta, tidak serta merta menjadikan Ales pribadi yang tegas seperti sang ayah, atau lantang seperti sang ibu. Perpaduan sifat keduanya, justru menghasilkan seseorang yang tidak terlalu ingin banyak mengutarakan isi hatinya. Sejak kecil, anak lelaki itu terlampau pendiam.

Ia gemar memendam.

Ini adalah sebuah kisah mengenai Ales di usianya yang baru beranjak 7 tahun. Di usianya yang masih terbilang anak-anak itu, ia sudah sering dibawa bepergian bersama sang ayah, mengelilingi dunia, menuju ke destinasi-destinasi baru yang membuatnya mengenal dunia. Memberinya inspirasi menjadi seseorang yang bergerak dibelakang kemudi pesawat yang ia tumpangi.

Ales kecil begitu penurut, tidak sekalipun pernah memprotes apapun perkataan dari sang Papa maupun Mama. Bahkan, bocah itu tidak mengeluh saat sekali, memakan masakan sang Mama, yang mungkin jauh dari kata enak. Yang baru diketahui saat sang Papa ikut mencicipi dan berkomentar. Ales bahkan hampir menghabisi isi piringnya, tanpa sedikitpun berkata.

"Kenapa gak bilang kalo asin sih, Nak? Udah, jangan dimakan lagi". Ucap sang Mama, yang berakhir harus menarik piring Ales karena sang anak tak kunjung berhenti memaksakan diri untuk menghabiskan makanannya.

Alasannya sederhana, Ales menyaksikan betul bagaimana sang Mama memasak makanan untuk hari ulangtahunnya sejak pagi, dan tidak ingin membuat Mamanya kecewa. Hati bicah lelaki itu memang begitu lembut, walau sikapnya begitu dingin.

Pernah juga suatu hari, saat Ales tengah ikut dengan sang Papa pergi ke Canada untuk tugas negara, yang berujung dengan Ales harus bersabar menunggu di kamar hotel, bermain-main sendiri dengan mainan pesawatnya di lantai kamar hotel, ditemani sang Mama yang sibuk dengan berkas-berkas kerjanya di meja kerja ruang kamar hotel mereka.

Ales kecil itu melirik keluar jendela, menyaksikan bagaimana butiran salju turun disana, di penghujung bulan Desember saat seharusnya keluarga mereka berlibur bersama dan berjalan-jalan mengitari kota. Ales menyaksikan dari ketinggian gedung, bagaimana situasi natal tahun ini yang tidak dihabiskan di negaranya sendiri, seharusnya berjalan menyenangkan.

Namun, ia memaklumi kesibukan kedua orangtuanya, yang memang memiliki tanggung jawab masing-masing yang tidak bisa ditinggalkan. Jadi, Ales kecil lebih memilih duduk di satu sudut ruangan dan menyaksikan rintik salju yang mulai menghiasi atap-atap gedung, membuat sudut bibirnya tertarik menjadi senyuman.

"Ales, udah mainnya?". Tanya sang Mama dari meja kerja.

Ales menoleh dan menatap kearah sang Mama. "Lagi liat salju, Ma".

"Ales mau lihat salju diluar? Mau main salju, sayang?". Tanya sang Mama, menatap lembut pada anak lelaki semata wayangnya.

Ales berpikir sejenak, tidak langsung merespon ajakan sang Mama. Sebenarnya ia ingin. Tapi, melihat tumpukan kertas itu masih menggunung di meja kerja sang Mama, ia jadi mengurungkan niatnya. Bocah lelaki yang bahkan belum genap berusia 10 tahun itu kemudian menggeleng.

"Disini aja, Ma. Ales liat dari atas". Jawab Ales.

Sang Mama tersenyum. "Yakin, sayang? Gak mau turun? Mama bisa temenin kamu kalo mau".

Ales kembali menggeleng, mencoba meyakinkan sang Mama. "Enggak, Ma. Disini aja".

Sang Mama akhirnya mengangguk. "Yaudah, Ales bilang ya kalau mau Mama temenin. Papa pulangnya malem, kita kayaknya gak sempet jalan-jalan di malam natal ini. Besok kita jalan-jalan ya, sayang? Ales mau kemana?".

DEPARTURE TIME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang