Do Hui Jae tersenyum melihat kehadiran putri semata wayangnya yang tengah hamil tua.
Ia duduk di kursi, tepat di hadapan Moon Young yang menatap tanpa ekspresi. Jarak mereka sangat dekat dan hanya dibatasi sebuah meja panjang. Kedua tangan Do Hui Jae terborgol dan terhubung pada rantai yang terikat pada meja.
"Kau akhirnya sadar ucapan ibu benar, Anakku? Kau bahkan repot-repot meminta ruangan khusus ini untuk pertemuan istimewa kita?" Do Hui Jae mengisi keheningan dengan suaranya yang nyaris membuat Moon Young muntah.
Ia berjalan mendekat dan memilih untuk tak duduk di kursi yang telah disediakan.
Keduanya bertatapan dan seketika Moon Young ingat bagaimana wanita itu memfitnah suaminya dengan kejam. Ia mengatakan Gangtae pembunuh dan menikahinya demi balas dendam.
Racun yang ia taburkan sempat menyemai benih pertengkaran di antara mereka dan membuatnya nyaris menyaksikan kematian Gangtae di dalam kolam es.
Ingatan soal perkelahian penuh darah nan gila mereka di dalam kamar juga memenuhi benak Moon Young.
Ditambah cerita Gangtae soal bagaimana mereka kehilangan anak kedua mereka. Semuanya ulah wanita ular ini. Si sosok asing yang berlagak peduli dan membanggakan statusnya sebagai seorang ibu.
Semua rasa takut yang sedari kecil Moon Young rasakan padanya seketika meruap. Memorinya merayap pada si kado berdarah yang ditemukannya di hari ulangtahunnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Wanita hamil itu mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ekspresinya mengeras dengan sorot mata nan tajam penuh dendam.
Do Hui Jae segera menyadari ekspresi aneh putrinya. Namun terlambat!
Ia telah berdiri di belakangnya dan kedua tangannya sudah berada di lehernya.
Moon Young mencengkeramnya. Mencekiknya tanpa ampun. Sekuat tenaga.
Dia bukan cangkang kosong.
Dia juga bisa membunuh jika itu demi keluarganya. Sebab bagi Moon Young, cara satu-satunya menghadapi rasa ketakutan dan segala kecemasannya adalah membunuh sumbernya - ibunya.
Ia akan membunuhnya.
Ia harus membunuhnya agar tak ada lagi yang bisa menyentuh keluarganya.
Do Hui Jae jelas meronta, ia mencoba melawan dan berteriak tapi percuma. Kedua tangannya terborgol.
Moon Young dengan cepat menghantamkan kepala ibunya ke meja dari besi itu. Begitu keras dan berulangkali hingga hidungnya mungkin retak atau patah.
Darah segar mengucur dari salah satu lubang hidungnya.
"Bukankah katamu aku harus menyingkirkan mereka yang menghalangi jalanku, Ibu? Kau menghalangi jalanku!" Moon Young berbisik di telinga Do Hui Jae kemudian melepaskan kepalanya yang sudah lemas dan tak sanggup melawan lagi.