Do Hui Jae tampak terkesiap, ia mengernyit sejenak melihat ekspresi sumringah anaknya sebelum menatapnya dengan curiga.
Ia duduk dengan tatapan menelaah. Jelas tak bisa dikesankan dengan mudah. Petugas merapatkan kedua tangannya ke atas meja dan memborgolnya dengan rantai yang terikat di sana.
Begitu petugas pergi, Do Hui Jae pun buka suara.
"Jadi kau akhirnya sadar siapa keluargamu yang sebenarnya?" tanyanya santai seraya menyandarkan punggungnya ke belakang dengan angkuh.
"Mmm!" Moon Young mengangguk dan tersenyum dengan ketenangan yang sama.
Ekor mata Do Hui Jae menggeliat penasaran mendengar itu.
Punggungnya yang tadi bersandar kini bergerak maju mendekati putrinya.
Diamatinya putrinya dari atas sampai bawah. Ia berhenti pada perutnya yang membuncit besar.
"Satu anak dari si bodoh itu kurasa cukup, dua hanya memperumit hidupmu,"
"Aku sungguh ingin membunuhnya. Haruskah aku membunuhnya?" Moon Young menunduk dan mengelus pelan perutnya.
"Kau harus membunuhnya! Demi kebahagiaanmu!" Do Hui Jae menyakinkan anaknya dengan tatapan tulus sok bijaksana.
Moon Young terdiam. Ia berhenti mengelus perutnya dan mendongak menatap ibunya.
"Kebahagiaanku?" ucapnya seraya tergelak.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Do Hui Jae mulai merasa aneh.
"Kau tahu apa soal kebahagiaanku?" Tawa Moon Young kian keras.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Haruskah aku membunuhnya?" Moon Young menatapnya dengan gaya menggoda dan menyepelekan.
Do Hui Jae makin merasa aneh apalagi kini Moon Young bangun dari kursinya dan berjalan mendekatinya.
Ia berdiri di belakang punggungnya.
"Ibu... akan kuceritakan rahasia yang bahkan Gangtae tak tahu." bisik Moon Young.
"Belakangan ini aku sering bermimpi membunuhmu dan diam-diam... aku jadi berpikir untuk membunuhmu! Aku ingin tahu rasanya membunuh... apa membunuh terasa semenyenangkan yang kau katakan?"