Bel masuk sudah berbunyi sejak delapan menit yang lalu, namun tak ada satu pun tanda-tanda XI-IPA5 akan dimasuki lagi. Banyak guru yang berlalu lalang sejak tadi, mungkin wali dari kelas-kelas IPS di sisi XI-IPA5. Jika memang tidak ada perubahan dan penghuni XI-IPA5 telah ditetapkan secara sah hanya memiliki 18 siswa, kini mereka hanya tinggal menunggu wali murid yang mungkin saja tersesat karena deretan kelas IPA seharusnya ada di lantai bawah dan bukannya di lantai dua sejajar dengan kelas IPS.
"Fir, lo mundur deh, Arina biar maju, kasian badannya kecil."
Cowok dengan bulu mata panjang letik itu mengangkat alisnya yang tak terlalu tebal, menoleh ke belakang di mana seorang gadis cantik tengah asik dengan dunianya sendiri. "Rin, mau ke depan gak?" tanya Xafier dengan kedipan mata polos.
Jaiden yang tadi memberikan intruksi hampir saja mengumpat, melotot pada Xafier. "Ya lo langsung mundur lah bangsat. Cewek kalau lo tawarin gak bakal mau, langsung gerak gitu lho ah elah!"
"Ya siapa tau dia gak mau!" Xafier tak mau kalah. "Arina aja anteng di belakang kenapa lo yang sewot dah?"
"Kan namanya solidaritas bocaah! Harus saling toleransi gitu lho, kiranya ada yang lebih pendek tuh ditaruh depan, bukan malah lo tunjukin punggung lo!"
"Solidaritas kalau di bahasa Buaya jadinya pendekatan tanpa batas, gass terooosss." William dari bangku paling belakang menyahut dengan suara tinggi.
Haikal di depannya dan tepat di belakang bangku Arina bersorak ramai mendekat ke kuping cewek yang masih sibuk pada dunianya sendiri itu. "Heran gue sama Jaiden, belum juga sehari udah main spak spik sana sini. Dipikir dia ganteng?"
"Padahal gantengan gu-hmmm." Hessa yang akan menyahut ikut-ikutan jadi meronta begitu bola kertas didorong ke mulutnya.
"Kalau mau teriak-teriak munduran, jangan pas dikuping gue!"
Chacha dari arah depan terbahak puas. "Padahal Hessa paling rengginang di sini."
"Tau tuh." Lia mengambil kembali bola kertasnya untuk disimpan, jaga-jaga jika Hessa kembali melakukan sahutan dengan teriakan nanti. "Udah nasib lo jadi dayang Majapahit aja udah."
Teriakan-teriakan lain mulai terdengar ramai mengingat belum ada siapapun yang bisa melerai. Satu didiamkan, satu lagi dari arah lain menyahut. Arina beberapa kali melempar bolpoinnya ke cowok-cowok yang sudah sibuk menawarkan tempat duduk, Jaiden bahkan sampai rela berdiri di sisi bangku gadis itu tak mudah menyerah. Selain itu-
Pintu ruang kelas XI-IPA5 terbuka.
"Selamat pagi XI IPA 5."
Sosok tegap dengan wajah khas karakter animasi masuk dengan langkah pelan. Secara lebih jelas, wajahnya tampak tak asing karena sebelas dua belas dengan karakter Jack Frost dari Rise of the Guardians. Suara serak rendanya berhasil menghipnotis seluruh isi kelas untuk diam di tempat.
"Oke, dari baris samping pintu lalu ke sisi kiri memperkenalkan diri terlebih dahulu ya," lanjut laki-laki berumur awal tiga puluhan itu santai, duduk di bangku guru sembari mengamati wajah baru siswa-siswinya. "Mbaknya bisa dimulai," ujar Pak Teo menunjuk Chaerra mempersilakan.
"Chaerra Kiranda."
"Jeiden Cakra Adnan."
"Yoga Pranata."
"Chacha Callie Cristy."
"Elia Neiva Palmyra."
"Arjuna Jawakarsa."
"Xafier Biarawan Vincent."
"Yuda Putra Septian."
"Senya Amanda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Win Crown
Teen FictionRated: 15+ Mentahan cover from Pinterest Dialy life from XI-IPA5. Tentang 12 siswa laki-laki dengan 6 siswa perempuan dan kisah SMA mereka. Kalau kamu tanya apakah ini cerita tentang Ketua OSIS yang jatuh cinta? Mungkin saja. Kalau kamu tanya apakah...