37. Only Look at You

233 52 19
                                    

Chacha

Dunia cuman milik si cantik.

Chacha

Si cantik yang mendapatkan segalanya.

Lia yang awalnya fokus membaca materi digital untuk pembelajaran selanjutnya jadi mengernyit, memandang notifikasi pop up ponselnya dari Chacha. Walaupun sudah sejak kemarin ia menerima pesan aneh dari Chacha, gadis itu tetap tak banyak bertanya, merespons sebaik mungkin yang ia bisa tanpa mengungkit apapun. Gadis itu lebih dulu menoleh ke bangku Arina, merasa aneh juga gadis cantik itu tiba-tiba tadi mengekor pada Chacha yang ingin rapat teater.

Lia

Only look at your self, girl.

Lia

Jangan kebanyakan ngomong si cantik si cantik.

Lia

Lo sadar gak sih lo tuh cantik?

Tidak ada lagi balasan, semalam keduanya sempat melakukan panggilan telfon dengan Chacha yang memenuhi obrolan. Berbicara tentang anak-anak XI-IPA5 yang beberapa hari lalu secara mendadak mengikuti lomba basket antar kelas, padahal sebelumnya Chacha sudah memberitahu lewat chat. Gadis itu juga beberapa kali tampak menghela nafas, bicara seolah begitu menyenangkan jika jadi Arina dan blablabla hal tidak penting lainnya.

Beberapa menit kemudian, dua gadis seperantara datang bersamaan. Arina di belakang tampak beberapa kali menarik tangan Chacha, menahan gadis putih itu agar mendengarnya lebih dulu.

”Cha, ini tuh gam-”

”LO TAU APA HAH? CEWEK CANTIK KAYAK LO TAU APA?! LEHA LEHA AJA LO DAPET SEGALANYA, ARINA! BAHKAN KALAU JADI PELACUR PUN PASTI BANYAK YANG PILIH LO!”

Teriakan Chacha membuat seisi kelas menoleh bersamaan, memandang gadis itu heran. Arina yang dibentak tepat di depan wajahnya terkejut setengah mati, ekspresi riang yang tadi ditunjukkan gadis cantik itu menurun, digantikan dengan wajah kebingungan. Chacha yang masih berdiri di depan memandang Arina penuh kebencian dengan nafas menderu menahan kesal.

Juna ingin segera berdiri menarik Arina merasakan suasana mulai tak menyenangkan, tapi bahu pemuda itu segera didorong kembali oleh gadis di sisinya. Lia bangkit lebih dulu, menahan tubuh Juna agar tak bergerak dari bangku. Gadis itu berjalan ke depan, tersenyum kecil pada Arina menenangkan sebelum menarik pergelangan Chacha kencang untuk keluar dari kelas.

Tangan Chacha yang terpaksa menurut beberapa kali memberontak begitu Lia membawanya melewati kelas-kelas IPS menuju ruangan paling akhir tempat toilet. Tubuh Chacha terhempas di dorong membuat tubuh gadis itu hampir kehilangan keseimbangan, ia menoleh tajam pada Lia yang kini melontarkan tatapan serupa. Keduanya saling menghembuskan nafas kasar menahan rasa kesal masing-masing.

”Gila lo?” tanya Lia dingin. ”Udah gak waras otak lo sampai ngomong kayak gitu?”

Chacha mendengus tersenyum miris. ”Gue ngomong sampai mulut gue berbusa juga cewek pinter kayak lo gak bakal ngerti. Lo sama Arina tuh sama, kalian sama-sama punya privilege hebat yang bikin dunia selalu lebih lihat kalian daripada orang lain! LO GAK BAKAL NGERTI GIMANA RASANYA JADI ORANG BEGO YANG GAK CANTIK SAMA SEKALI! LO GAK NGERTI!”

Garis mata Lia naik perlahan, menunjukkan tatapan semakin tajam. Gadis itu mengeraskan tulang rahangnya, memandang Chacha tak habis pikir. Otak Lia rasanya sudah terlalu malas untuk mendebat pemikiran bodoh gadis di hadapannya, tapi yang ada ia justru terpancing sendiri. Ia? Punya privilege?

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang