Mereka yang Sempurna
Oleh: AnonimPernah lihat sorot lampu cahaya?
Menemani keseharian sang panggung sandiwara
Ingin lihat siapa yang paling tersiksa?
Karena mereka yang tampil dituntut sempurnaJangankan untuk buruk rupa
Untuk bicara saja mereka perlu pura-pura
Mengikuti naskah yang tersedia
Melupakan jati diri yang sebenarnyaWalaupun ada angan-angan dan rencana
Nyatanya mereka tetap ada dalam cerita dunia
Walaupun mendamba pada kehidupan leluasa
Nyatanya mereka tetap terikat aturan yang adaMereka masih punya sisi gelap manusia
Tapi sayangnya di sini ada norma
Mereka masih memiliki gelapnya rasa
Tapi di sini hanya diperlihatkan oleh cintaTak akan ada yang menaruh mata
Jadi jangan mencari kata dibela
Tak ada orang di baris yang sama
Jadi tegaklah tanpa rasa manja”Nat?“
Nathan tersentak, menoleh pada sosok tegap Jeno yang sudah rapi dengan kaos biru tua panitia dan celana kain hitam di sisinya menunggu. Nathan menipiskan bibir, mengangguk pelan memberikan kode agar Jeno memimpin dan membuka acara karena memang pemuda itu yang jadi Ketua Pelaksana. Tubuh jangkung Ardi di belakang sempat menoleh pada papan mading, membaca satu kertas tempat Nathan memfokuskan mata tadi.
”Yang ngurus mading anak jurnalis kan ya?” tanya Ardi tiba-tiba, mengisi obrolan di perjalanan menuju panggung utama.
”Setahu gue buat esay sama puisi mereka tetep open sama kiriman siswa Garuda. Tapi gak tau kalau sekarang beda peraturan, yang ngurus organisasi sekarang devisi lo kan?”
”Gak terlalu ngurus sih gue,” jawab Ardi dengan kekehan kecil, ”bagian organisasi gue serahin ke Tiara,” lanjutnya menyebut Wakil Sekretaris OSIS yang memang berada di kelas yang sama, XI-IPS3.
Nathan melirik malas, memutar bola mata tak minat. ”Tiara apa-apa juga tanya gue.”
Suara kekehan kecil terdengar mengiringi perjalanan mereka. ”Akarnya ken tetep di lo.”
Suara decihan tak santai terdengar, pemuda itu bahkan hampir kembali maju menendang tulang kering Ardi kalau saja Jeno dari depan tak menarik bagian belakang kaos Nathan agar berjalan maju. Pemuda itu kembali berdecak pelan, sejak semalam berada benar-benar berada dalam mood anjlok.
”Kelas lo udah di tempat semua?” tanya Jeno pelan.
”Gak tau, gue suruh urus Yuda.”
Dahi Jeno mengernyit heran. ”Ketua lo bukannya Lia?”
”Belum liat batang hidung anaknya.”
”Juna?” Kali ini Ardi menyahut, mengingat orang yang kerap kali bertemu dengannya dalam rapat Ketua Kelas.
”Ngaband, tampil opening sama ending,” ujar pemuda itu tenang, tapi berikutnya jadi termenung sendiri, ”anjir, gue baru inget Yoga kalau sama cewek-cewek sering ditindas gara-gara macarin Katharina.”
”Hah?”
Jeno dan Ardi mengernyit heran tak paham, semakin menggerakkan kepala pada tubuh Nathan yang sudah berbalik ingin kembali ke kelas. Niat Ardi dalam hati ingin menghadang, namun gerak tubuhnya justru terlalu lambat. Jeno yang awalnya juga ingin menahan baju pemuda itu mengurungkan niatnya karena sesuai rencana memang hanya ia dan Ardi yang ajan maju sebagai pembicara untuk pembuka acara sebagai perwakilan OSIS dan Ketua Panitia.
Sedangkan di ruangan yang lain dengan tulisan XI-IPA5 di atas pintu, suara rengekan terdengar kencang dibuat-buat. Tubuh tinggi Yoga ikut duduk di sisi Chacha, mengelus rambut gadis itu berusaha menenangkan walau dengan pandangan fokus pada ponsel. Chaerra di ujung bangku dengan pakaian santai berdecak, ingin mengumpati dua orang di depan sana namun ditahan.
![](https://img.wattpad.com/cover/319527766-288-k634019.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Win Crown
Novela JuvenilRated: 15+ Mentahan cover from Pinterest Dialy life from XI-IPA5. Tentang 12 siswa laki-laki dengan 6 siswa perempuan dan kisah SMA mereka. Kalau kamu tanya apakah ini cerita tentang Ketua OSIS yang jatuh cinta? Mungkin saja. Kalau kamu tanya apakah...