32. Dating Team

253 49 18
                                    

Langit mendung dengan angin malam berhembus lumayan kencang malam ini menemani Lia yang beberapa kali mengusap hidungnya ingin bersin di depan gedung LH. Gadis itu merutuk pelan, mengumpati dirinya sendiri karena mengiyakan ajakan Nathan di saat kondisinya tidak dalam keadaan fit. Hoodie yang Lia kenakan malam ini bahkan tidak bisa menghangatkan tubuhnya dengan sempurna, kulitnya terasa ditusuk rasa dingin dari dalam.

Motor merah besar berhenti tepat di depan tubuh Lia membuat bibir mungil gadis itu tertarik membentuk senyum. ”Cepet banget, padahal baru gue kabarin kalau udah selesai,” kata Lia lebih dulu menerima helm yang Nathan sodorkan.

”Lo gak nunggu lama kan?”

Lia menggeleng kecil. ”Baru aja.”

”Gak capek kan? Atau mau langsung gue anterin pulang?” Nathan kembali bertanya memastikan, melepas helm full facenya, mengamati Lia yang malam ini menggerai rambutnya.

Sebelah alis gadis itu terangkat aneh. ”Lo bukannya chat gue minta ditemenin ke pasar malem?” balas Lia dengan kekehan kecil walau berikutnya ia jadi diam karena kepalanya terasa berdenyut.

Lia memejamkan mata sesaat dengan gelengan kecil, memaksa agar dirinya tetap sadar. Sakit yang paling ia benci dari semua sakit adalah flu. Badan menggigil, tenggorokan sakit, pusing, demam, kecapean, dan berbagai macam gejala lain yang pasti akan muncul sebelum flu. Gadis itu bahkan sempat mendesis pelan membuat Nathan yang masih duduk di atas motor mengernyitkan mata.

”Lo gak papa?”

”Gak papa gak papa,” jawab Lia dengan anggukan kecil, ”pusing dikit habis belajar.”

”Serius?” Nathan kembali bertanya tak yakin. ”Mau mampir makan aja, habis itu gue anter pulang?” tawar pemuda lagi.

Lia tertawa ringan. ”Lo tuh mau apa? Ke club gak jadi, ke pasar malem gak jadi, mending tidur, Nat. Gue kalau cuman pulang bisa sendiri kok, mumpung masih jam segini.”

”Lo tuh nerima tawaran gue karena apa?”

Pertanyaan yang dilontarkan Nathan membuat tawa Lia terhenti begitu saja. Ekspresi serius dengan tatapan tajam yang pemuda itu tunjukkan membuat Lia jadi menggigit bibir atasnya bingung juga. Harusnya jawaban ini cukup mudah, karena pemuda itu memintanya. Tapi hal tersebut akan jadi alasan yang sangat lemah.

”Karena lo yang minta,“ jawab Lia setelah beberapa saat diam, mengatakan apa yang mungkin akan membuat pemuda itu makin kebingungan.

Nathan adalah orang yang sibuk, dan Lia tau itu. Ketika pemuda itu sampai memintanya untuk menemani ke pasar malam, artinya Nathan sungguh ingin dan telah meluangkan waktu hanya untuk bersenang-senang. Apalagi Nathan sampai salah mengirimkan chat mengajak Lia untuk ke club. Bukankah artinya pemuda itu sudah ada di level tidak bisa fokus dan butuh hiburan?

”Kalau gitu gue minta kita makan aja, lo mau?”

”Kita ke pasar malem aja,” putus Lia pada akhirnya, ”lo pengen ke pasar malem jadi kita ke pasar malem.”

”Kalau lo gak pengen, kita gak perlu ke sana.“

”Gue pengen, lagian di pasar malem kita juga bisa makan.”

Jawaban terakhir yang Lia katakan akhirnya membuat Nathan mengulurkan tangan. Gadis itu tampak menyipitkan matanya tersenyum lebar, merasa menang begitu saja. Lia ikut mengulurkan tangan, menerima bantuan dari Nathan untuk naik ke atas jok motor. Begitu tubuh Lia berada di atas, kepalanya kembali berdenyut hebat sebagai respons refleks yang diterima oleh pergerakkan mendadak dari tubuhnya.

”Udah?” tanya Nathan setelah mengenakan kembali helmnya yang dibalas dengan gumaman pelan Lia. ”Pegangan.”

”Gue boleh nyender gak?”

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang