”Kok gue sih, Nat? Gue kan panitia.”
Chaerra memprotes kesal, merasa tak terima karena awalnya kekurangan cewek-cewek di XI-IPA5 membawa berkah dengan tidak perlunya ada perwakilan untuk ikut dalam kompetensi apapun. Tapi tiba-tiba Nathan dengan kaos panitia kuning kecokelatan datang dan meminta mereka bersiap-siap mengikuti lomba basket meramaikan. Masalahnya bukan apa-apa ya, tapi ini terbilang tidak ada persiapan sama sekali. Mereka tidak ikut gladi bersih, tidak tau apapun, tiba-tiba suruh gabung.
”Lo panitia juga minim jam terbang, Chaer. Rendra juga main di futsal.” Nathan masih mencoba membujuk. ”Kelas XI-IPS2 tiba-tiba gak mau maju, mereka milih bayar denda, jadi harus ada perwakilan, ini kan pas 5, gak harus menang juga, ikut di babak pertama aja jadi lawan X-4, serius.”
“Kenapa gak Lia aja?“ Chaerra yang tak berminat sama sekali tetap kukuh untuk menghindar.
“Anaknya ambil libur, Chaerra, gak mungkin dong tiba-tiba gue chat minta dia dateng.”
”Ya udah biar gue yang-”
”Enggak.” Nathan menjawab cepat. ”Lo gak kasian sama dia? Dia mau ambil libur aja udah ajaib banget. Biasanya juga dia kan yang handle apapun, sekarang biarin istirahat dulu lah, Chaer.”
Chaerra berdecak tak santai, memandang Arina yang sudah bersiap dengan baju olahraga tak banyak membatah, Chacha di tempatnya juga sudah mulai peregangan, bahkan Senya dan Eli kini tengah berada di ruang ganti. Gadis itu menggerutu pelan, mau tak mau mengangguk juga membuat senyum Nathan merekah. Tapi berikutnya Chaerra justru mengumpat kasar, memajukan bibirnya tak santai pada Nathan.
”Thanks ya, Chaer, entar gue beliin es krim.” Nathan berlalu begitu saja, mengacungkan jempol pada Arina yang tengah melompat-lompat tak jelas.
Tak berselang lama sejak kepergian Nathan, tiga pemuda yang antara lain Juna dengan dua anak OSIS Rendra dan Yuda datang ke kelas. Pemuda tinggi di barisan depan itu maju ke gadis yang sudah melemparkan senyum lebar melebarkan tangan menyambut Juna yang segera dibalas pemuda itu dengan mendorong kepala Arina pelan membuat gadis itu tertawa renyah. Juna menggeleng kecil, mengerutkan wajahnya aneh.
”Makin lama otak lo beneran makin gak waras,” cibir Juna sinis.
”Yang penting banyak yang suka,” canda Arina membalas ringan.
”Mau gue beliin minum dulu gak?“
Tubuh mungil Rendra di belakang tubuh Juna jadi melongok, mengintip Arina. ”Rin, mau gue siapin handuk gak?” tawarnya ikut-ikutan.
”Mau gue beliin pop mie gak Rin?” lanjut Yuda melengkapi.
Arina menaikkan bola matanya tak bersahabat. ”Gue bilang yang boleh sama gue cuman yang sultan!” balas gadis itu meninggikan suara satu oktaf.
Rendra terkekeh tak santai. “Bodo amat!“ balasnya meniru nada Arina.
”Udah-udah!” Yuda melerai, menarik tubuh Rendra agar tak menggelendoti Juna. ”Yang lain langsung persiapan ke lapangan basket ya, kita main di babak pertama.”
”Mau gue gendong dulu gak Rin?” Rendra kembali menawarkan membuat tubuhnya semakin ditarik Yuda untuk keluar.
Chacha tanpa sadar terkekeh kecil, tapi bibirnya terkatup kembali begitu Arina menoleh aneh. Gadis dengan kulit seputih salju yang siang ini menggelung rambut panjangnya itu jadi berdehem kecil, kembali menoleh fokus pada tas untuk mengambil air minum. Arina semakin menaikkan alis tak paham, mengerjap aneh mendapati Chacha tak ikut sahut-menyahut.
”Cha, sakit tenggorokan?”
”Hm?” gumam Chacha menoleh kecil. ”Enggak,” jawabnya disertai gelengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Win Crown
Teen FictionRated: 15+ Mentahan cover from Pinterest Dialy life from XI-IPA5. Tentang 12 siswa laki-laki dengan 6 siswa perempuan dan kisah SMA mereka. Kalau kamu tanya apakah ini cerita tentang Ketua OSIS yang jatuh cinta? Mungkin saja. Kalau kamu tanya apakah...