23. Kasus Pertama XI-IPA5

261 53 15
                                    

”Nathan.”

Pemuda tinggi yang terakhir keluar dari ruang OSIS sembari menutup pintu itu menoleh, tanpa sadar jadi tersenyum tipis mendapati gadis cantik dengan lembaran kertas tebal di tangannya tengah berjalan pendekat. ”Udah selesai?”

Lia mengangguk. ”Lo juga baru selesai?”

”Hm, lumayan ribut tadi gara-gara MPK juga ikut rapat bentar.”

Di jam istirahat kedua yang sekaligus menjadi istirahat makan siang, beberapa anak dengan kepentingan yang seharusnya dilakukan sepulang sekolah harus rela dipanggil. Contohnya gadis di depan Nathan kali ini, dari apa yang ia lihat tadi justru Lia sudah bangkit bersama Chacha menuju Cafeteria, tapi justru Bu Tiwi selaku guru pembimbing bagi OSN Biologi berdiri di depan pintu memanggil nama Elia Neiva Palmyra. Tak lama, jadwal rapat OSIS yang seharunya dilakukan pulang sekolah pun dimajukan di istirahat kedua.

”Beberapa guru kayaknya dapet undangan dari acara seminar, Pak Joko mungkin juga iya,” lanjut Nathan memberitahu.

Wajah Lia tampak berseri, menyadari bahwa ada kemungkinan jam pelajaran berikutnya kosong. ”Lo mau langsung ke kelas?“

”Lo? Udah makan siang?” tanya Nathan balik, menyodorkan nasi kotak jatah OSIS yang ia bawa ke arah Lia. ”Atau mau makan di kelas aja?”

”OSN gak dapet jatah kotak nasi kali,” ujar Lia dengan kekehan kecil, ”tapi gue bisa ke kantin.”

”Bareng aja kalau gitu,” sela Nathan cepat, ”gue juga udah janji ngasih nasi kotaknya ke Haikal.”

Sejujurnya bukan itu maksud Nathan, ia menyodorkan nasi kotak berniat memberikannya pada Lia yang sudah jelas hanya kembali dengan tumpukan lembaran kertas, namun gadis itu menangkap jika Nathan bertanya apakah ia akan makan di kelas. Lia sedikit mengerutkan dahi, tapi hanya mengangguk tak terlalu banyak bertanya. Gadis itu mengangkat tangan mempersilahkan pemuda itu berjalan lebih dulu pemimpin.

”Lo masih nyepik mama-nya Haikal ya?” tanya Lia pelan, memulai pembicaraan.

Antara terkejut dan terbahak, Nathan hampir saja terkekeh receh tapi segera menutup bibirnya dengan tangan. Pemuda itu jadi memandang Lia kembali, memastikan apakah gadis itu serius bertanya atau hanya bercanda, tapi yang Nathan dapati justru wajah keheranan. Lebih mengejutkan lagi adalah, Lia tau jokes ini.

”Lo scroll chat grup?”

Lia mengangguk kecil. ”Gue baca kok dari notifikasi, jadi gak ada keterangan kalau gue udah baca.”

”Wah. Serius?”

Untuk kesekian kalinya Lia mengangguk. ”Masalah Juna Arina, Yoga Katharina, sampai lo yang mau spik Yessa-”

”Enggak-enggak,” sela Nathan lebih dulu panik, ”bercanda, yang suka sama Yessa temen gue.”

Lia tampak tak terlalu peduli, hanya beroh ria dengan anggukan kecil. Gadis itu jadi mengatupkan bibir lagi, tak banyak bicara. Ini bukan pertama kali mereka berjalan beriringan. Tau drama anak terkenal di kelas akan jadi budak handal bagi guru? Yah, itu yang terjadi pada Lia selaku Ketua Kelas dan Nathan selaku kandidat Ketua OSIS sejak awal. Mereka jadi sering disuruh mengembalikan buku guru yang tertinggal, menyiapkan kebutuhan pembelajaran, dan lain sebagainya. Bahkan ketika mendapatkan perintah untuk mengembalikan bola ke ruang Olahraga, keduanya tak sengaja mendapati Eli dilabrak kakak kelas sebulan yang lalu.

”Lagian, lo percaya banget gue mau jadi bapak tirinya Haikal.”

Tawa ringan Lia terdengar pelan. ”Siapa tau kan, sisi gelap Nathan Abian Prayoga penyuka mama cantik.”

”Hm, emang cantik sih,“ gumam Nathan menurunkan garis matanya dalam, ”lo bisa keibuan banget tuh gimana sih, Ya?”

”Hah?” Lia menoleh sepenuhnya. ”Gimana?”

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang